Kisah Tragis Sang Patriot Sidenreng La So’ni Karaeng
Massepe
By: Sandi Alfath Sfc
Penulis: Pemerhati Sejarah & Budaya Sidrap |
Setelah La So'ni karaeng Massepe dan La Tenri Tatta
Arung Palakka berhasil mengalahkan Gowa dalam peperangan, maka kedekatan kedua
bangsawan ini tak terpisahkan, namun rasa iri anggota HADAT BONE meretakkan
hubungan baik itu dengan berusaha menyingkirkan La So'ni dari sisi La Tenri Tatta
Arung Palakka dengan cara menyebarkan fitnah bahwa La So'ni telah berselingkuh
dengan salah seorang istri La Tenri Tatta yang bernama I Sarampa.
Hal ini pun sampai ke telinga sang To ri Sompae La Tenri
Tatta Arung Palakka yang menyebabkannya amat murka. Ia pun memerintahkan
seorang algojo dari Lise yang bernama Janggo' Pance menghukum mati La So'ni
dengan cara memenggal lehernya. Ketika sang algojo menyampaikan perintah itu La
So'ni pun meminta agar sebelum di eksekusi ia menitip pesan kepada To risompae La
Tenri Tatta, sbb:
“Pauwwangngi puang ri Bone-ta, engkanaga to lebba pole makkada cappuni sawung kannae nari pattajeng ewangengnge, na ri roppo wala-walae, na ri lebbo manu'-manu' katiangnge, tenna engngerranni siyala bela ri wettunna tudang caradakkadang ri turungeng massamoe, salo-salo tenna jongkari, padang-padang tennaliweng, LA SO'NI mi karaeng Massepe betta masolasollai resoi alena mangaru' ri tengngana padang cukkae”.
Artinya: “Sampaikan kepada raja Bone yang dipertuan,
apakah ada orang syirik yang menyampaikan bahwa perang sudah selesai, sehingga
ayam jago yang handal hendak dibinasakan, apakah tidak ingat lagi ketika
menghadapi musuh besar (Gowa) La So'ni mi karaeng Massepe sang pemberani tampil
dalam peperangan mengamuk di tengah medan laga yang berkecamuk”.
Namun, sang algojo tidak menghiraukan pesan La So'ni,
dan ada juga riwayat lain mengatakan bahwa tim algojo mengutus “suro” (pembawa
berita) ke La Tenri Tatta di Bone tetapi di tengah jalan “suro” ini terhalang
oleh banjir besar sehingga tidak memungkinkan mereka menyeberang di sungai yang
sedang meluap airnya, sehingga mereka memutuskan pulang dengan mengarang
cerita-cerita tidak benar yang tidak berpihak kepada La So’ni.
Maka sang algojo pun tidak ada pilihan kecuali
tetap melaksanakan tugasnya memenggal leher La So’ni yang teguh memegang adat “POLO
PANG POLO PANNI NAREKKO ELONA TO RI ASETTA” (Pasrah menerima tanpa syarat kalau
memang itu kemauan/perintah raja..)
Kepala La So'ni kemudian di antar kehadapan La Tenri
Tatta Arung Palakka, dan terjadi peristiwa aneh yaitu wajah La So'ni selalu
berputar membelakangi sang raja dan setiap kali dihadapkan wajah itu terus
membelakangi mangkau'e, sang algojo dan anggota hadat mulai ketakuan. La tenri Tatta
pun bertanya: Apa gerangan yang telah terjadi? Janggo' Pance pun berterus
terang bahwa ada pesan (almarhum) yang tidak dihiraukan.
Setelah mendengar pesan La So'ni, maka La Tenri Tatta
menjadi amat menyesal dan murka karena mengetahui La So'ni adalah korban
fitnah. Dan sebagai imbalanya maka Janggo' Pance harus dibunuh pula tujuh
turunan. Lalu, La tenri Tatta pula yang kemudian mengantar kepala La So'ni ke Massepe
untuk dimakamkan secara layak menurut tradisi pemakaman raja-raja Bugis pada masa itu. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!