Raja-Raja Kerajaan Sidenreng Sepanjang Masa
By: Sandi Alfath SFC
Penulis: Pemerhati Sejarah & Budaya Sidrap |
Kerajaan (Addatuang) Sidenreng – Ajatappareng yang
dirintis oleh La Mallibureng dan ketujuh orang saudaranya yang awalnya datang “sidenreng-denreng”(berjalan
beriringan) membuka wanua pertama di Ajatappareng (Teteaji: sekarang), telah
mengalami pasang surut dalam mengarungi sejarah yang cukup panjang semenjak sekitar empat abad
lalu hingga hingga sekarang. Sepanjang perjalanan itu, addatuang Sidenreng –
Ajatappareng yang dikenal heroic telah mencatat 24 penguasa addatuang
secara turun-temurun hingga kini, di antaranya 20 orang raja dan 4 orang ratu. Semuanya penulis
uraikan secara berurut di bawah ini berdasarkan klasifikasi dua dinasti besar; Addaowang
dan Addatuang, sebagai berikut:
I.Dinasti Addaowang
1. La Mallibureng
Ada juga versi lain mengatakan bahwa addaowang I
Sidenreng adalah “Manurung-nge ri Bulu Lowa” (Raja Yang Turun dari Gunung Lowa
– Amparita)
2. La Pawawoi
Anak dari La Mallibureng, namun ada versi lain
mengatakan “Songko' Pulaweng-nge”, anak dari Manurung-nge ri Bulu Lowa
3. La Makkarakka (1634-1671 M)
Anak dari La Pawawoi, dan pada masa pemerintahan La
Makkarakka terakhir ini, demi memaksimalkan kehidupan sosial masyarakatnya maka
bermufakatlah raja dan pemangku adat menetapkan suatu pemerintahan - yang dalam
lontara' disebut “ade' pura onrona sidenreng” (Undang-Undang Dasar
Kerajaan Sidenreng), yaitu terdiri dari 5 pasal:
- Ade' Puronro; (adat yang tetap utuh);
- Wari' Rialitutui; (kebiasaan yang harus dipelihara);
- Janci rippeaseri; (janji harus dipegang teguh dan tidak diingkari);
- Rapang ri Pasanre; (semacam yurisprudensi);
- Agama ri Tanrere Maberre; (agama harus diagungkan).
Selain “Ade' Puronrona Sidenreng” (UUD
Sidenreng), La Makkarakka juga menetapkan aturan yang harus ditaati disebut
"Taro Bicarana Sidenreng”. Adalah semacam ketentuan pelaksanaan dari pada ade'
puronrona sidenreng, yaitu:
- Maluka Taro Ade' Temmaluka Taro Anang: (keputusan adat bisa berubah tetapi keputusan keluarga tidak dapat berubah);
- Maluka Taro Anang Temmaluka Taro Maranang: (keputusan keluarga dapat berubah tetapi kesepakatan keluarga besar/masyarakat tidak dapat dirubah.
Setelah ditetapkan kebijakan pokok dan aturan
hukum tersebut, maka raja, pemangku adat dan masyarakat membuat
perjanjian/ikrar bersama, yang dalam bahasa lontara' di sebut "Assijanciangenna Arungnge
Sibawa Ade'e nenniya Pabbanuae", adapun ikrar tersebut diucapkan pada
saat penobatan addaowang III La Makkarakka, masing-masing raja, pemangku adat
dan rakyat mengucapkan ikrar dan baiat, isinya sbb:
- IKRAR RAJA: E.. sininna pabbanuwae ri Sidenreng, isseng-ngi sininna atoreng pura ri pattentue, temmakkeana'i temmakke amma'i temmakke appoi, mappanigi-nigi temmappe niga-niga, adakku nennia eloku tongeng, iyami nade natongeng narekko natumpa'i ade'.
Artinya: Wahai semua rakyat di Sidenreng, ketahuilah bahwa semua aturan yang telah ditetapkan, tidak memandang ibu bapak atau anak, tidak ada pengecualian, ucapanku kehendakku yang benar hanya bisa salah kalau melanggar adat.
- IKRAR PEMANGKU ADAT: Malilu sipakainge, rebba sipatokkong, mali siparappe, tasiakkoling-kolingeng mauni massorompawa, nakkasolang ri pabbanuwae nap-agilingngi ri ade'e;
Artinya: Saling mengingatkan dalam kekeliruan,saling mengangkat bila jatuh,saling memintasi bila hanyut,meskipun kehendak dari raja tetapi dapat merusak orang banyak maka adat harus membetulkan)
- IKRAR RAKYAT: Tenri cacca mupojie datu tenri poji mucaccae, angingko ki rauka kaju, lompo lompo mutettongi, lompo lompo ki lewo lewo, bulu bulu mutettongi bulu bulu ki lewo lewo, makkadako mutenri bali, mettekko mutenri sumpala';
Artinya: Takkan kami tolak yang engkau kehendaki wahai raja, takkan kami sukai yang engkau tolak, ibarat engkau arus maka kami batang yang hanyut, jika lembah tempatmu berpijak, maka lembah jua yang kami pagari, jika bukit tempat mu berpijak maka bukit itu pula yang kami pagari, perintah mu kami ikuti, sabdamu kami patuhi.
4. We Tipu Linge (putri) La Makkarakka
5. We Pawawoi (putri) We Tipu Linge dari suami La
Benge manurungnge ri bacukiki
6. La Batara, putra We pawawoi
7. La Pasampoi, putra La Batara
8. La Pateddungi
Putra
La Pasampoi raja inilah yang paling populer karena pada masanya didampingi oleh
seorang cendekiawan bijaksana, hakim kerajaan bernama La Pagala atau lebih
masyhur disebut Nene' Mallomo, yang ahli dalam bidang hukum pemerintahan dan
ekonomi, ia meninggal tahun 1654 M di Allakuang, dan salah satu mottonya yang
menjadi landmark Sidrap yaitu: “Resopa Temmangi-ngi namalomo naletei
pammase dewat”
9. La Patiroi putra
La Pateddungi (1634 M)..
Pada
masa La Patiroi dicatat sekelompok “To Wani” dari wajo yang bermigrasi ke Sidenreng
meminta suaka politik dan diizinkan tinggal di sebelah selatan kerajaan yang
bernama Lokapoppa kemudian berganti nama Perri Nyameng (habis susah datanglah
senang) dengan syarat harus mematuhi ade' puronrona sidenreng.
10. We Abeng Tellu
Lette Sidenreng, putri dari La Patiroi, dialah yang pertama membangun istana “Tellu Latte”
yang mungkin dapat dipersamakan dengan sebuah otorita, We Abeng adalah putri
bangsawan Gowa Karaeng To Sapayya Datu Suppa
II. Dinasti Addatuang
11. La Makkarakka (1634-1671 M), anak La Patiroi
12. La So'ni Karaeng
Massepe
Putra
La Makkarakka, La So’ni pernah mencatat sejarah berupa hubungan baik antara Sidenreng
dengan Kerajaan Bone pada waktu raja Bone La Tenri Tatta Arung Palakka
berperang dengan Gowa di bawah pimpinan I Mappasosong Daeng Mangewai Karaeng Be'si
anak dari I Mallombasi Sultan Hasanuddin pada tahun 1675 M.
Pada masa
itu Bone nyaris kalah karena panglima perangnya yang bernama Betta Senrimana Belo
gugur dalam perang tersebut. Arung Palakka kemudian minta bantuan kepada La So'ni
Karaeng Massepe dan berhasil mengalahkan Gowa. Atas jasa jasanya tersebut La Tenri
Tatta Arung Palakka menghadiahkan sebilah keris kepada La So'ni Karaeng Massepe
bernama “Lamba Sidenreng”, keris inilah yang diserah terimakan pada
setiap peralihan addatuang sampai pada addatuatta Andi Patiroi Pawiccangi (sekarang).
13. To Dani Arung
Ajatappareng, sepupuh satu kali dari La So'ni Karaeng Massepe
14. La Tenri Tatta, putra dari Taranatie dengan We Mappanyiwi,
dan cucu dari We Abeng Tellu Latte I
15. La Mallewai, putra dari La Tenri Tippe
16. Bau Rukiyah, putri La Mallewai
17. Taranatie, anak dari Bau Rukiyah dengan Toaggamette
18. Towappo, saudara kandung Taranatie anak
dari Bau Rukiyah
19. La Wawo, anak Towappo matinroe ri Soreang
(1837 M)
20. La Panguriseng
Datu Sidenreng Arung Rappang 19, anak dari Muhammad Arsyad Petta Cambang-nge
21. Sumange' Rukka (1889-1904 M), anak La Panguriseng
dengan I Bangki Arung Rappang 18
22. La Sadapotto (1904 - 1906), anak kandung Sumange'
Rukka
23. La Cibu (1906 - 1949 M), anak La Sadapotto
24. H. Andi Patiroi
Pawiccangi (20/12/2012
- sampai sekarang).
NOTE:
Perubahan gelar addaowan ke addatuang dipengaruhi oleh masuknya agama Islam ke kerajaan
Sidenreng, addatuang atau addituang yaitu kiriman atau utusan untuk menyebarkan
Islam (mohon dikoreksi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!