Selasa, Mei 05, 2015

PT DDI DAN TANTANGAN GLOBALISASI :


ORASI ILMIAH DAN KULIAH UMUM

Oleh: Rusdy Ambo Dalle

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد!

قال الله تعالى: "قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ"


Artinya: “Katakanlah! Apakah sama orang-orang yang berpendidikan dengan orang-orang yang tidak berpendidikan? Sesungguhnya orang yang cerdas hanyalah mereka yang mempunyai hati yang cemerlang”. (QS. Azzumar: 9)

Saudiri Rektor Universitas Al Asyariah Mandar (UNASMAN) yang saya hormati, Ketua Yayasan  Al Asyariah Mandar yang saya hormati, Bupati Polewali Mandar yang saya hormati, Koordinator Kepertis Wilayah VIII Sulawesi dan Papua yang saya hormati, Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang saya hormati, hadirin yang saya muliakan, serta para mahasiswa UNASMAN yang saya cintai.

Pertama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan kuliah umum dan orasi ilmiah pada acara wisuda sarjana Universitas Al Asyariah Mandar tahun ini.

Bagi saya UNASMAN ini masih merupakan satu tubuh yang tidak terpisahkan dari DDI, dan roh DDI masih kuat bersemayam di dalam tubuh kampus ini. Hanya saja mungkin karena arus globalisasi dan dapak dari pemakaran daerah serta kondisi lain sehingga nama DDI tidak lagi terpasang di belakang nama kampus. Dan itu adalah pilihan yang tidak bisa dihindarkan. Bagaimana pun, menurut saya nama DDI dipasang atau tidak dipasang di sebuah lembaga pendidikan bukanlah suatu masalah, tetapi yang paling penting adalah nilai-nilai ke-DDI-an tertanam mewarnai segala aktifitas lembaga itu.
 

 

Hadirin yang saya hormati,

Pendidikan, sebagaimana pernah dikemukakan oleh R.J. Menges, adalah keseluruhan proses dalam rangka membantu manusia menapaki kehidupannya. Dalam konteks yang demikian, pendidikan menempati posisi yang sangat sentral dan strategis dalam rangka membangun kehidupan manusia baik kehidupan individu maupun sosial yang diharapkan mampu memposisikan manusia dalam kehidupan yang plural. Posisi sentral dan tantangan yang berat sejalan dengan semakin kompleksitasnya roda kehidupan manusia menyongsong era global.

Perguruan Tinggi Darud Da’wah wal-Irsyad (PT DDI), sebagai salah satu institusi penyelenggara pendidikan di tanah air, tidak luput dari berbagai tantangan yang harus dihadapinya. Tantangan tersebut antara lain berupa timbulnya aspirasi dan idealitas masyarakat yang multi-interest dan multi-kompleks, terutama dalam menghadapi dan memenuhi kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian PT DDI tidak lagi menghadapi kehidupan yang simplisistis, melainkan amat kompleks.

Mencermati fenomena yang demikian orasi ilmiah ini mencoba menelaah sekaligus mengkritisi berbagai tantangan yang dihadapi PT DDI, serta memberikan beberapa pemikiran mengenai langkah strategis yang mungkin bisa dilakukan.

Liberalisasi Pendidikan

Sudah majemuk, bahwa dengan datangnya era globalisasi menyebabkan liberalisasi di segala bidang. Liberalisasi ini sangat memungkinkan terjadinya kesenjangan, ketegangan dan konflik dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini karena liberalisasi dalam satu bidang secara otomatis akan berpengaruh pada bidang yang lain.

Demikian pula liberalisasi di bidang pendidikan yang sedang ramai diperbincangkan dewasa ini, tak lepas dari pengaruh liberalisasi di bidang-bidang yang lain. Ada perkembangan pemahaman yang memandang bahwa pendidikan adalah salah satu sektor publik dan dipandang sebagai bagian yang tidak terlepaskan dari komoditi ekonomi. Kalau dahulu pendidikan hanya dianggap sebagai kegiatan non komoditi ekonomi, sekarang pendidikan dipandang sebagai bagian integral dari biro jasa. Oleh karenanya, pendidikan pada saat ini memegang peran penting dalam perdagangan.

Meskipun dalam konteks Indonesia, persoalan liberalisasi pendidikan masih menjadi silang pendapat, namun dapat dipastikan bahwa liberalisasi pendidikan akan menjadi sebuah keniscayaan. Liberalisasi pendidikan akan menjadi arus utama dunia di masa depan seiring dengan globalisasi. Di Malaysia, saat ini telah berdiri sebuah lembaga pendidikan internasional dari Australia dan Inggris. Demikian juga dengan di Indonesia, tidak lama lagi diprediksikan akan mengalami hal serupa. Terlebih, menurut catatan Tim Koordinasi Bidang Jasa WTO (World Trade Organization), telah ada permintaan 6 (enam) negara anggota WTO, yakni Amerika Serikat, Cina, Selandia Baru, Australia, Jepang dan Korea Selatan agar Indonesia segera melakukan liberalisasi sektor pendidikan. Di samping enam negara tersebut, sudah ada beberapa lembaga pendidikan tinggi asing yang beroperasi di Indonesia, seperti Politeknik Swis, Swiss German School dan sebagainya.

Dengan demikian, dunia pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk PT DDI saat ini, sedang menghadapi tiga skala tuntutan, yaitu skala global, nasional, dan tuntutan dalam lingkup PT DDI itu sendiri. Tuntutan pada skala global di antaranya berupa tuntutan kualitas, relevansi, dan internasionalisasi pendidikan tinggi. Hal tersebut seiring dengan tuntutan yang digariskan oleh UNESCO kepada perguruan tinggi- perguruan tinggi di dunia. Persoalan kualitas dan relevansi barangkali bukan persoalan baru, tetapi mengenai internasionalisasi pendidikan tinggi telah menjadi perhatian serius di kalangan para praktisi dan pemikir pendidikan.

Dalam konteks ini, PT DDI mau tidak mau harus mempersiapkan diri dalam menghadapi arus liberalisasi pendidikan ke depan. Terlebih, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global tidak dapat bebas bersikap, karena terikat dengan kesepatakan-kesepatan dunia.

Pada skala nasional, saat ini masyarakat telah mengalami perubahan dalam memandang pendidikan. Kalau dahulu pendidikan hanya dianggap sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar akademik manusia, bisa baca-tulis-hitung, saat ini pendidikan dipandang sebagai investasi (human invesment). Tidaklah berlebihan, jika saat ini masyarakat menuntut PT DDI sebagai sebuah institusi yang akan mampu mencetak lulusan yang tangguh, berkualitas, dan sanggup bersaing dengan yang lain.

Selain itu, realitas kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang dipandang kurang dibanding bangsa-bangsa lain, maka tuntutan peningkatan kualitas perguruan tinggi termasuk PT DDI menjadi hal yang sangat wajar dan rasional. Sebagaimana dilaporkan sebuah sumber mutu pendidikan Indonesia berada pada posisi paling buruk di kawasan Asia Tenggara. Demikian halnya dalam hal daya saing, peringkat Indonesia juga sangat rendah. Indonesia memiliki peringkat ke-41 dari 46 negara di antara negara-negara yang diteliti. Bahkan untuk skala Asia, peringkat daya saing berada pada posisi paling rendah. Posisi Indonesia di bawah India, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Sedangkan menurut laporan UNDP, kualitas sumberdaya manusia Indonesia berada pada urutan 102 dari 162 negara yang disurvei.

Secara internal, perguruan tinggi dituntut senantiasa menata diri baik dengan menyatukan langkah seluruh anggota civitas akademikanya dalam mengantisipasi perubahan dan tantangan ke depan. Dalam konteks PT DDI, penting untuk melakukan refleksi dalam rangka reorientasi PT DDI sebagai landasan filosofis bagi upaya gerakan dan penyatuan langkah bagi seluruh anggota civitas akademika. Di samping itu, penataan secara internal yang menyangkut aspek managemen, administrasi, organisasi, pengembangan akademik, adalah hal penting lainnya yang harus segera dilakukan.

Berkenaan dengan hal ini, diskursus ilmiah tentang karakteristik PT DDI, epistemologi pengembangan keilmuan, dan sosok lulusan yang dihasilkan harus menjadi tema sentral. Konseptualisasi hal-hal tersebut harus dilakukan sebab konsep tersebut akan menjadi dasar kebijakan pengembangan PT DDI lebih lanjut mulai dari tataran konsep abstrak, seperti visi dan misi, struktur kelembagaan, struktur kurikulum di setiap fakultas, jurusan dan program studi, sampai pada arah dan strategi pembinaan dan pengembangan dosen, mahasiswa dan seluruh civitasnya.

Perputaran roda kehidupan, telah mengantarkan manusia untuk menapaki kehidupan barunya yaitu di awal milenium ketiga. Banyak trend dan estimasi yang dilontarkan oleh para pemikir dan futurolog baik yang bernada optimis maupun pesimis. Di antaranya adalah Alvin Toffler dengan “Future Schock, Powershift atau The Thrid Wave”, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dengan “Megatrend 2000″, Michael Poster dengan “The Competitive Advantage of Nation” dan Kenichi Ohmae dengan “The borderless World”.

Inti dari prediksi dan estimasi tersebut adalah pada milenium ketiga ini akan terjadi pergeseran dan perubahan kehidupan sosial yang maha dahsyat, sehingga terjadi apa yang disebut dengan cultural and social discontinuity. Perubahan yang akan terjadi 100 tahun mendatang nampak akan melampaui perubahan yang terjadi 1000 tahun lalu baik dari segi dampaknya, kecepatannya, luasnya dan pentingnya. Masyarakat dunia akan mengalami fenomena baru di mana seluruh tatanan sosial akan didominasi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Globalisasi menyebabkan liberalisasi dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang politik, budaya, ekonomi dan ilmu pengetahuan-teknologi. Khusus Ilmu pengetahuan dan teknologi selain berperan dalam memacu proses globalisasi, berperan juga untuk dipengaruhi perkembangan globalisasi. Globalisasi menyebabkan IPTEK harus dikonsumsi oleh banyak komunitas. Kemajuan IPTEK tidak lagi hanya diukur dalam inovasi-inovasi untuk dirinya sendiri, tetapi sejauh mana ia bermanfaat secara lebih luas bagi masyarakat. Dalam konteks inilah, menjadi tidak dapat dihindari bahwa seiring dengan globalisasi inovasi-inovasi IPTEK yang mudah dikonsumsi dan dirasakan masyarakat menjadi niscaya. Di samping itu, sosialiasi penggunaannya menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan.

Dengan demikian tugas PT DDI menjadi sangat jelas, yakni menyiapkan para lulusannya memiliki kualitas dan kemampuan handal yang mampu bersaing, tidak hanya ahli di bidang ilmu agama saja, akan tetapi juga di bidang ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh pasar.

Hadirin yang saya hormati,

Kemungkinan Langkah Strategis

Dalam rangka merespon tantangan PT DDI di era global maka konsep “paradigma baru” bagi PT DDI di seluruh Indonesia merupakan suatu keharusan. Paradigma baru itu mau tidak mau, melibatkan reformasi besar yang mencakup perubahan kebijakan yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel. Dalam konteks itu, misi dan fungsi PT DDI secara lebih spesifik dapat dipetakan pada beberapa langkah strategis yang mungkin bisa dilakukan, antara lain; Pertama, kebijakan nasional yang mengacu pada pengembangan kualitas sumber daya manusia secara terus-menerus, dan harus diaplikasikan secara sungguh-sungguh serta berkelanjutan. Kemauan politik dan aksi politik untuk menopang kebijakan ini sangat penting dalam menciptakan SDM yang memiliki keunggulan kompetitif dalam skala global. Sektor pendidikan harus difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, agar memiliki unggulan kompetitif dalam berbangsa dan bernegara di tengah-tengah kehidupan dunia global.

Kedua, kepemimpinan yang handal dan visioner. Tipe pemimpin seperti ini, biasanya memiliki ciri utama: berkarakter, berkarisma, berkompeten dan berkomitmen terhadap lembaga yang dipimpinnya. Kepemimpinan ini mencakup semua lini dalam sebuah perguruan tinggi. Kepemimpinan yang demikian, sangat penting dalam rangka menjadi kekuatan penggerak bagi dinamika dan pengembangan sebuah institusi. Di era yang sarat dengan berbagai perubahan yang cepat seperti sekarang ini, tampilnya pemimpin yang handal dan visioner di sebuah perguruan tinggi tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Ketiga, membangun dan memperluas jaringan kerjasama (networking). Secemerlang apapun sebuah ide yang digagas para pemimpin sebuah perguruan tinggi, ia tidak akan berarti jika perguruan tinggi itu tidak membangun jaringan kerjasama (networking). Terlebih dalam era global seperti sekarang ini, membangun dan memperluas jaringan kerjasama adalah sebuah keniscayaan dalam pengembangan sebuah sekolah tinggi. Melalui kerjasama ini, diharapkan akan membuka isolasionalisme PT DDI di tengah kondisi masyarakat yang semakin global dan saling terkait satu dengan lainnya. Di samping itu, dengan kerjasama berbagai kendala institusional barangkali akan menjadi semakin mudah untuk diatasi.

Keempat, sudah menjadi pandangan umum jika kebesaran sebuah perguruan tinggi, tidak terkecuali PT DDI, tidak sekedar ditentukan oleh seberapa banyak mahasiswanya, seberapa megah kampusnya, bagaimana fasilitas yang dimiliki, dan seterusnya. Tetapi, kebesaran sebuah sekolah tinggi akan sangat ditentukan dan diukur oleh seberapa banyak penelitian berkualitas yang telah dihasilkan oleh perguruan tinggi itu. Penelitian adalah tolak ukur moral akademik, demikian kata Umar A. Jenie. Oleh karena itu, dalam pengembangan PT DDI ke depan domain penelitian ini harus menjadi hal yang penting. Telah dipaparkan di atas, dalam era globalisasi di mana perkembangan IPTEK menjadi hal yang niscaya, maka inovasi-inovasi dan kreatifitas dalam bidang keilmuan menjadi hal yang niscaya. PT DDI pun harus mampu menjadi salah satu pengemban pengembangan berbagai keilmuan. Dalam konteks inilah “penelitian” menjadi sebuah hal yang tidak bisa dinafikan.

Kelima, dalam konteks pendidikan, termasuk PT DDI, terdapat sifat yang diharapkan dari pendidikan, yakni keputusan pendidikan selalu mengacu ke masa depan. Perhitungan yang kita buat adalah seberapa jauh pemikiran dan langkah tindakan pendidikan merupakan sesuatu yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan usaha mempersiapkan manusia untuk kehidupan masa depan. Pendidikan Islam, dengan demikian, harus berfungsi sebagai “anticipatory learning institutions”. PT DDI harus mampu menjadi produsen bagi ketersediaan sumber daya manusia yang tangguh, cerdas secara intelektual, sosial dan spiritual, memiliki dedikasi dan disiplin, jujur, tekun, ulet dan inovatif. Sekurang-kurangnya manusia seperti inilah yang harus dipersiapkan oleh pendidikan Islam, kalau kita berharap PT DDI mampu bersaing di era kontemporer seperti sekarang ini.

Keenam, mengembangkan paradigma inklusif dan multikultural. Dalam era kesejagadan ini, persentuhan antar kebudayaan berbagai bangsa di dunia menjadi hal yang niscaya. Tuntutan untuk bersikap terbuka dan saling toleransi menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi. Rasulullah telah mengajarkan kepada umat Muslim tentang prinsip integrasi sosial untuk membangun sebuah masyarakat yang berkeadaban (civil society). Islam menjadikan rujukan nilai, pengetahuan dan tindakan bagi para penganutnya untuk berta’aruf dengan kelompok lain di masyarakat yang berbeda latar belakang agama, sosial dan budaya. Prinsip seperti inilah yang hendaknya ditransformasikan dan dijadikan paradigma dalam pengembangan PT DDI ke depan. Dalam masyarakat (nasional maupun internasional) yang demikian majemuk, pendidikan Islam perlu dikemas dalam watak multikultural, ramah menyapa perbedaan budaya, sosial dan agama, sehingga hal-hal yang bersifat kontraproduktif akan dapat dihindarkan. Setidaknya hal inilah yang patut diperhatikan dalam rangka pengembangan perguruan tinggi, khususnya PT DDI.

Untuk memanage perubahan tersebut perlu bertolak dari visi yang jelas, yang kemudia   dijabarkan dalam misi, dan didukung oleh skill, insentif, sumber daya (fisik dan non-fisik, termasuk SDM), untuk selanjutnya diwujudkan dalam rencana kerja yang jelas. Dengan demikian, akan terjadilah perubahan. Jika salah satu aspek saja ditinggalkan, maka akan mempunyai ekses tertentu. Misalnya, jika visi ditinggalkan atau dalam pengembangan PT DDI tidak bertolak dari visi yang jelas, maka akan berakibat hancur, sebagaimana pada Model Pengembangan PT DDI” yang kami sorot berikut:

Visi
Misi
Skill
Insentif
Sumber daya
Rencana kerja
Perubahan
---
Misi
Skill
Insentif
Sumber daya
Rencana kerja
Hancur
Visi
---
Skill
Insentif
Sumber daya
Rencana kerja
Bingung
Visi
Misi
---
Insentif
Sumber daya
Rencana kerja
Cemas
Visi
Misi
Skill
---
Sumber daya
Rencana kerja
Perubahan Lambat
Visi
Misi
Skill
Insentif
---
Rencana kerja
Frustasi
Visi
Misi
Skill
Insentif
Sumber daya
---
Awal Keliru

Hadirin yang saya hormati,

Kesimpulan: Upaya mewujudkan PT DDI yang mampu menghadapi berbagai tantangan di era global, masih memerlukan kerja keras oleh semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Upaya-upaya ini bisa dilakukan di antaranya dengan peningkatan kualitas sumber daya yang ada, perluya dukungan kebijakan nasional, perubahan paradigma, kepemimpinan yang visioner, memperluas jaringan kerjasama, dan pengembangan di bidang penelitian. Hanya dengan kerja keras inilah PT DDI ke depan akan mampu bersaing dan menghadapi berbagai tantangan yang ada.

Khusus UNASMAN yang kita cintai ini, saya selaku Ketua Umum PB DDI berharap UNASMAN ke depan akan menjadi menara yang tinggi untuk mengembangkan nilai-nilai moral Gurutta Ambo Dalle dan mengangkat nama besar DDI di Sulawesi Barat ini.

من الله المستعان وعليه التكلان

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

NOTE: Orasi Ilmiah dan Kuliah Umum disampaikan oleh Ketum PB DDI pada acara Wisuda Sarjana Ke-XIII UNASMAN DDI di Polman SULBAR (03/05/2015).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!