Bagaimanakah sesungguhnya sikap nabi Muhammad
SAW terhadap orang-orang yang melecehkan dirinya, menistakan Alquran dan agama Islam?
By: My Buku Kuning Centre
Allah berfirman:
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ
هَجْرًا جَمِيلاً
Artinaya: “Dan
bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara
yang baik.” (QS. Almuzzamil: 10)
Demikianlah Allah memerintahkan pada rasul mulia ketika
ada orang yang menistakan dirinya. Dan
baca selanjutnya sambungan ayat di atas niscaya anda akan melihat keajaiban.
Belakangan ini orang-orang sibuk membicarakan tentang
kasus penistaan agama yang dilakukan oleh tersangka Ahok, nama panggilan dari
calon Gubernur (petahan) DKI Jakarta Basuki Cahya Purnama, hingga beberapa
kelompok umat Islam menggelar aksi demo BI II 411 dan masih merencanakan
demo-demo selanjutnya. oleh karena itu penulis merasa berkewajiban untuk
menyampaikan sesuatu tentang bagaimanakah sesungguhnya sikap nabi Muhammad SAW
terhadap orang-orang yang melecehkan dirinya, menistakan Alquran dan agama Islam?
Maka pertama kali terlintas dalam benak penulis adalah
peristiwa-peristiwa yang pernah di alami langsung oleh rasullah dari orang-orang
yang menuduh dan menistanya, sedangkan nabi Muhammad SAW sendiri memilih
bersabar dan berpaling dari kenistaan mereka. Dan sikap Beliau tersebut dikesankan di dalam
kitab-kitab samawi sebagai: “Dia (Muhammad) yang selalu mendahulukan
kelembutannya dari amarahnya, dan tidak membalas pada orang yang berlaku
kasar terhadap dirinya kecuali hanya kelembutan...”
Selanjutnya penulis mencoba mencermati beberapa sikap teladan nabi SAW dan reaksinya terhadap
para pelaku pelecehan atas dirinya dan penista
Agama Allah, di antaranya dan yang paling berkesan adalah. Sbb:
Pertama: Dari bunda Aisyah istri nabi SAW berkata: suatu
hari datang bebera orang Yahudi pada rasulullah SAW, dan berkata: “assaammu
‘alaik” (racun (kematian) atasmua (wahai Muhammad)), maka nabi menjawab dan
bersabda: “’alaikum” (untuk kalian). Lalu, bunda Aisyah mencak-mencak
dan menimpali perkataan mereka dan berkata: (justru) kematian atas kelian wahai saudara-saudara
monyet dan babi .....
Ketika rombongan yahudi itu keluar, nabi menyapa Aisyah
dan bersabda: “tenanglah wahai Aisyah, hendaklah kamu berlaku lembut dan tidak dengan
kekerasan seperti itu....” Aisyah menjawab: Apakah enkau (rasulullah) tidak
mendengar apa yang mereka katakan? Rasul bersabda: “Iya, aku mendengarkannya, maka aku menjawab: (justru)
untuk kalian. Sesungguhnya mereka akan ditimpakan apa yang aku katakan pada
mereka, dan tidak akan menimpa aku apa yang mereka katakan padaku.” (HR.
Bukhari Muslim).
Kedua:
Dari seorang mantan pendeta Yahudi, Zaid bin Sanah bercerita: Sesungguhnya segala tanda kenabian
yang aku dapati dalam kitab Taurat sudah aku temui pada diri Muhammad. Selain
dua hal yaitu: bahawa perasaan santunnya selalu mengalahkan perasaan
amarahnya. Makin marah orang padanya, makin bertambah rasa kasih sayangnya
terhadap orang yang marah itu. Maka aku ingin mengetahui kedua hal itu – sebelum aku masuk Islam – dengan mengujinya langsung.
Tiba suatu hari aku mendapati Muhammad
duduk pada suatu pojok bersama sahabat-sahabatnya lalu aku menghampirinya
dengan memegang erat-erat bajunya dan berkata padanya dengan sekasar-kasarnya.
"Wahai Muhammad, bayar hutangmu kepadaku, aku tahu bahawa seluruh keluarga
Abdul Mutalib itu selalu mengulur-ulur waktu untuk membayar hutang!”
Mendengar kata-kataku yang kasar itu,
wajah Umar bin Khattab merah padam kemarahannya, lalu berkata, Hai musuh
Allah, engkau berkata begitu kasar terhadap rasulullah dan berbuat tidak sopan.
Demi Allah, kalau tidak kerana rasa hormatku pada rasulullah yang berada di sini, sungguh akan aku potong batang lehermu dengan pedangku ini.
Rasulullah SAW memandang pendeta
Yahudi tersebut dalam keadaan tenang dan biasa sekali, lalu berkata kepada
Umar, "Wahai Umar, antara saya dengan dia ada urusan hutang piutang yang
belum selesai. Sebaiknya engkau pergi bersama dia ke tempat
penyimpanan kurma, bayarlah hutang itu padanya dan tambahlah 20 kiloan sebagai
hadiah untuk menghilangkan rasa marahnya.”
Setelah Umar membayar hutang itu
dengan tambahan tersebut, lalu Zaid bin Sanah pun bertanya pada Umar, mengapa ditambah wahai Umar? Berkata Umar, aku diperintahkan oleh Rasulullah SAW tambahan ini
sebagai imbalan kemarahan engkau.
Wahai Umar, kenalkah engkau siapa aku?
Tanya Zaid bin Sanah. Tidak. Jawab Umar. Akulah Pendeta Zaid bin Sanah.
Betulkah engkau ini Pendeta Zaid bin Sanah? Tanya Umar agak terkejut. Ya. Jawab
Zaid bin Sanah ringkas. Lalu, mengapa engkau berlaku demikian rupa terhadap rasulullah
SAW? Engkau berlaku begitu kasar dan begitu menghina? Tanya Umar lagi.
Zaid bin Sanah menjawab, Wahai
Umar, segala tanda kenabian yang aku dapati dalam kitab Taurat sudah aku temui
pada diri Muhammad. Selain dua perkara yaitu: bahawa perasaan santunnya selalu
mengalahkan perasaan marahnya. Makin marah orang kepadanya, makin bertambah
rasa kasih sayangnya terhadap orang yang marah itu, maka aku mengujinya.
Maka dengan kejadian itu, aku sudah
tahu dan lihat sendiri kedua sifat itu terdapat pada diri Muhammad itu. Aku
bersumpah di depanmu wahai Umar, bahawa aku sungguh-sungguh suka dan ridha
dengan Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabi
dan ikutanku.
Dua
kisah di atas adalah contoh dari sikap nabi SAW terhadap
orang yang melecehkannya, yang oleh beliau – justru – dibalasnya dengan
kelembutan dan tidak bereaksi berlebihan. Nah, bagaimana semestinya sikap kita
(umat Islam) terhadap orang yang menistakan agama Allah dan rasul Nya Muhammad
SAW?
Sesungguhnya marah atau unjuk rasa terhadap
orang/kelompok yang menistakan rasulullah SAW dan agama Islam adalah wajib
agama dan keharusan naluri kemanusiaan, karena nabi yang mulia ini adalah
rahmat bagi semesta alam dan rasul untuk kedamaian umat manusia seluruhnya.
Maka tidak boleh ada yang mencoba melecehkannya dari manusia dan hewan sekali
pun.
Akan tetapi kemarahan atau demonstrasi untuk membela nabi
dan agama islam haruslah sesuai dengan perinsif akhlaqul
karimah dan nilai-nilai yang tinggi. Demonstrasi terhadap penista agama hendaknya
dilakukan dengan cara yang damai, serta menentang keras secara bijaksana,
sebagaimana diperlihatkan rasulullah SAW pada kasus kemurkaan Aisyah terhadap
penista nabi dari kelompok yahudi di atas, dan masih banyak lagi kasus-kasus
serupa seperti beberapa kali diperlihatkan sikap Umar bin Khattab yang selalu
ingin menebas langsung batang leher bagi siapa saja yang menentang nabi dan
menistakan agama Allah seperti pada kisah Zaid bin Sanah, tapi selalu dicegat
oleh baginda rasul SAW.
Intinya nabi Muhammad SAW memerintahkan agar selalu mencitrakan agama Islam dengan kedamaian dan mengendalikan diri setiap
marah menghadapi penista agama Islam dan terhadap dirinya
sendiri. Meskipun harus
marah tapi kemarahan itu dikontrol supaya
berefek positif dan berdampak mulia dengan tetap berpijak pada
koridor yang di ridhai Allah dan rasul Nya. Adapun jika kemarahan dan demonstrasi
itu dilakukan dengan kekerasan dan tindakan-tindakan anarkis justru akan
merusak citra Islam dan nabi Muhammad SAW, maka ini yang tidak di ridhai oleh
Allah dan rasul Nya, apalagi jika sampai menelan korban jiwa dan kerurugian
harta benda serta mashlahat umum. Hal itu tentu akan berdampak
merugikan Islam dan umat Islam secara keseluruhan.
Tidak sedikit ayat-ayat Alquran yang menceritakan tentang
penganiayaan orang-orang kafir terhadap nabi SAW, dari perbuatan, perkataan dan
bahkan tindakan anarkis, mulai dari melecehkan atas diri nabi SAW, menyiksa
jiwa dan fisik hingga usaha-usaha pembunuhan terhadap nabi Muhammad SAW. Tapi
tidak ada di dalam Alquran satu ayat pun, begitu pula tidak ditemukan dari
sejarah hidup nabi Muhammad SAW yang menganjurkan membalas penistaan orang-orang
bodoh itu dengan cara-cara negatif
dan merugikan citra Islam dan umat Islam.
Bahkan Alquran sering membalas mereka dengan argumen dan
penjelasan-penjelasan yang bijaksana, terkadang juga dengan
ancaman kerugian di dunia dan di akhirat, kadang-kadang juga dengan mengajak para sahabat untuk bersabar atas perilaku penistaan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan terkadang mengajak
untuk berpaling dari mereka dan meninggalkannya
dengan cara bijaksana, dll...
Ayat-ayat Alquran yang menceritakan tentang penistaan
orang-orang kafir terhadap rasul-rasul Allah dari zaman ke zaman, Allah
berfirman. Sbb:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا
وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ
وَلَقَدْ جَاءَكَ مِن نَّبَإِ الْمُرْسَلِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya telah didustakan (pula)
rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan
penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah
kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari
berita rasul-rasul itu.” (QS. Al An’am: 34)
وَعَجِبُوا أَن جَاءَهُم مُّنذِرٌ مِّنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ
هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
Artinya: “Dan mereka heran
karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang
banyak berdusta.” (QS. Shaad: 4)
ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَّجْنُونٌ
Artinya: “kemudian mereka berpaling daripadanya dan
berkata: "Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi
pula seorang yang gila.” (QS. Addukhan: 14)
Masih banyak ayat-ayat yang lain senada dengan di atas
yang menceritakan tentang penistaan dan pelecehan, yang di balas dengan
argumentasi dan penjenjelasan-penjelasan yang rekonstruktif. Adapun ayat-ayat
Alquran yang menganjurkan untuk menahan diri tidak responsif dan anarkis yang merugikan, antara lain. Allah
berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh." (QS. Al A’raf: 199)
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّا
كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ
Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan)
orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).” (QS. Alhijr: 94-95)
رَّبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ
وَكِيلًا، وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ
هَجْرًا جَمِيلًا، وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ
وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلًا، إِنَّ لَدَيْنَا أَنكَالًا وَجَحِيمًا، وَطَعَامًا
ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “(Dialah) Tuhan
masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka
ambillah Dia sebagai pelindung; Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka
ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik; Dan biarkanlah Aku (saja)
bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai
kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar; Karena sesungguhnya pada
sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala; Dan
makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih.” (QS. Almuzzammil: 9-13)
Demikian,
secara singkat penjelasan yang bersumber dari ayat-ayat Alquran dan hadits nabi
SAW ini. Dan ketehuilah bahwa sesungguhnya Islam itu bukanlah agama
biasa, sebagaimana sabda rasulullah SAW:
الْإِسْلَامُ
يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
Artinya: “Agama Islam itu amatlah tinggi tiada suatu apapun yang
(mampu) meng-atas-inya.”
Islam
semakin direndah-rendahkan oleh para penentangnya semakin nampak cahaya
kebenarannya. Kita saksikan setiap saat betapa banyak orang yang berniat
merusak citra agama Islam justru mereka terpesona melihat keagungan islam dan
mendapatkan hidayahnya. Oleh karena itu umat Islam dituntut untuk menjalankan
ajaran islam dengan konsukuen, menjaga citra dan kehorman nilai-nilai Islam.
Adapun tanggung jawab atas ketegakan dan kelestarian agama Islam adalah garansi
Allah SWT. Dan yakinlah bahwanya:
إِنَّ
لِلْأِسْلَامِ رَبًّا يُحْمِيْهِ
Tamat.
Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!