Senin, November 21, 2016

SIKAP ISLAM TERHADAP PENISTA AGAMA:




Bagaimanakah sesungguhnya sikap nabi Muhammad SAW terhadap orang-orang yang melecehkan dirinya, menistakan Alquran dan agama Islam?
By: My Buku Kuning Centre

Allah berfirman:
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلاً
Artinaya: “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Almuzzamil: 10)

Demikianlah Allah memerintahkan pada rasul mulia ketika ada orang yang menistakan dirinya. Dan  baca selanjutnya sambungan ayat di atas niscaya anda akan melihat keajaiban.
Belakangan ini orang-orang sibuk membicarakan tentang kasus penistaan agama yang dilakukan oleh tersangka Ahok, nama panggilan dari calon Gubernur (petahan) DKI Jakarta Basuki Cahya Purnama, hingga beberapa kelompok umat Islam menggelar aksi demo BI II 411 dan masih merencanakan demo-demo selanjutnya. oleh karena itu penulis merasa berkewajiban untuk menyampaikan sesuatu tentang bagaimanakah sesungguhnya sikap nabi Muhammad SAW terhadap orang-orang yang melecehkan dirinya, menistakan Alquran dan agama Islam? 

Maka pertama kali terlintas dalam benak penulis adalah peristiwa-peristiwa yang pernah di alami langsung oleh rasullah dari orang-orang yang menuduh dan menistanya, sedangkan nabi Muhammad SAW sendiri memilih bersabar dan berpaling dari kenistaan mereka.  Dan sikap Beliau tersebut dikesankan di dalam kitab-kitab samawi sebagai: “Dia (Muhammad) yang selalu mendahulukan kelembutannya dari amarahnya, dan tidak membalas pada orang yang berlaku kasar terhadap dirinya kecuali hanya kelembutan...”

Selanjutnya penulis mencoba mencermati beberapa sikap teladan nabi SAW dan reaksinya terhadap para pelaku pelecehan atas dirinya dan penista Agama Allah, di antaranya dan yang paling berkesan adalah. Sbb:

Pertama: Dari bunda Aisyah istri nabi SAW berkata: suatu hari datang bebera orang Yahudi pada rasulullah SAW, dan berkata: “assaammu ‘alaik” (racun (kematian) atasmua (wahai Muhammad)), maka nabi menjawab dan bersabda: “’alaikum” (untuk kalian). Lalu, bunda Aisyah mencak-mencak dan menimpali perkataan mereka dan berkata: (justru) kematian atas kelian wahai saudara-saudara monyet dan babi .....

Ketika rombongan yahudi itu keluar, nabi menyapa Aisyah dan bersabda: “tenanglah wahai Aisyah, hendaklah kamu berlaku lembut dan tidak dengan kekerasan seperti itu....” Aisyah menjawab: Apakah enkau (rasulullah) tidak mendengar apa yang mereka katakan? Rasul bersabda: Iya, aku mendengarkannya, maka aku menjawab: (justru) untuk kalian. Sesungguhnya mereka akan ditimpakan apa yang aku katakan pada mereka, dan tidak akan menimpa aku apa yang mereka katakan padaku.” (HR. Bukhari Muslim).

Kedua: Dari seorang mantan pendeta Yahudi, Zaid bin Sanah bercerita: Sesungguhnya segala tanda kenabian yang aku dapati dalam kitab Taurat sudah aku temui pada diri Muhammad. Selain dua hal yaitu: bahawa perasaan santunnya selalu mengalahkan perasaan amarahnya. Makin marah orang padanya, makin bertambah rasa kasih sayangnya terhadap orang yang marah itu. Maka aku ingin mengetahui kedua hal itu – sebelum aku masuk Islam – dengan mengujinya langsung. 

Tiba suatu hari aku mendapati Muhammad duduk pada suatu pojok bersama sahabat-sahabatnya lalu aku menghampirinya dengan memegang erat-erat bajunya dan berkata padanya dengan sekasar-kasarnya. "Wahai Muhammad, bayar hutangmu kepadaku, aku tahu bahawa seluruh keluarga Abdul Mutalib itu selalu mengulur-ulur waktu untuk membayar hutang!” 

Mendengar kata-kataku yang kasar itu, wajah Umar bin Khattab merah padam kemarahannya, lalu berkata, Hai musuh Allah, engkau berkata begitu kasar terhadap rasulullah dan berbuat tidak sopan. Demi Allah, kalau tidak kerana rasa hormatku pada rasulullah yang berada di sini, sungguh akan aku potong batang lehermu dengan pedangku ini.

Rasulullah SAW memandang pendeta Yahudi tersebut dalam keadaan tenang dan biasa sekali, lalu berkata kepada Umar, "Wahai Umar, antara saya dengan dia ada urusan hutang piutang yang belum selesai. Sebaiknya engkau pergi bersama dia ke tempat penyimpanan kurma, bayarlah hutang itu padanya dan tambahlah 20 kiloan sebagai hadiah untuk menghilangkan rasa marahnya.”

Setelah Umar membayar hutang itu dengan tambahan tersebut, lalu Zaid bin Sanah pun bertanya pada Umar, mengapa ditambah wahai Umar? Berkata Umar, aku diperintahkan oleh Rasulullah SAW tambahan ini sebagai imbalan kemarahan engkau. 

Wahai Umar, kenalkah engkau siapa aku? Tanya Zaid bin Sanah. Tidak. Jawab Umar. Akulah Pendeta Zaid bin Sanah. Betulkah engkau ini Pendeta Zaid bin Sanah? Tanya Umar agak terkejut. Ya. Jawab Zaid bin Sanah ringkas. Lalu, mengapa engkau berlaku demikian rupa terhadap rasulullah SAW? Engkau berlaku begitu kasar dan begitu menghina? Tanya Umar lagi. 

Zaid bin Sanah menjawab, Wahai Umar, segala tanda kenabian yang aku dapati dalam kitab Taurat sudah aku temui pada diri Muhammad. Selain dua perkara yaitu: bahawa perasaan santunnya selalu mengalahkan perasaan marahnya. Makin marah orang kepadanya, makin bertambah rasa kasih sayangnya terhadap orang yang marah itu, maka aku mengujinya. 

Maka dengan kejadian itu, aku sudah tahu dan lihat sendiri kedua sifat itu terdapat pada diri Muhammad itu. Aku bersumpah di depanmu wahai Umar, bahawa aku sungguh-sungguh suka dan ridha dengan Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabi dan ikutanku. 

Dua kisah di atas adalah contoh dari sikap nabi SAW terhadap orang yang melecehkannya, yang oleh beliau – justru – dibalasnya dengan kelembutan dan tidak bereaksi berlebihan. Nah, bagaimana semestinya sikap kita (umat Islam) terhadap orang yang menistakan agama Allah dan rasul Nya Muhammad SAW?

Sesungguhnya marah atau unjuk rasa terhadap orang/kelompok yang menistakan rasulullah SAW dan agama Islam adalah wajib agama dan keharusan naluri kemanusiaan, karena nabi yang mulia ini adalah rahmat bagi semesta alam dan rasul untuk kedamaian umat manusia seluruhnya. Maka tidak boleh ada yang mencoba melecehkannya dari manusia dan hewan sekali pun.

Akan tetapi kemarahan atau demonstrasi untuk membela nabi dan agama islam haruslah sesuai dengan perinsif akhlaqul karimah dan nilai-nilai yang tinggi. Demonstrasi terhadap penista agama hendaknya dilakukan dengan cara yang damai, serta menentang keras secara bijaksana, sebagaimana diperlihatkan rasulullah SAW pada kasus kemurkaan Aisyah terhadap penista nabi dari kelompok yahudi di atas, dan masih banyak lagi kasus-kasus serupa seperti beberapa kali diperlihatkan sikap Umar bin Khattab yang selalu ingin menebas langsung batang leher bagi siapa saja yang menentang nabi dan menistakan agama Allah seperti pada kisah Zaid bin Sanah, tapi selalu dicegat oleh baginda rasul SAW.

Intinya nabi Muhammad SAW memerintahkan agar selalu mencitrakan agama Islam dengan kedamaian dan mengendalikan diri setiap marah menghadapi penista agama Islam dan terhadap dirinya sendiri. Meskipun harus marah tapi  kemarahan itu dikontrol supaya berefek positif dan berdampak mulia dengan tetap berpijak pada koridor yang di ridhai Allah dan rasul Nya. Adapun jika kemarahan dan demonstrasi itu dilakukan dengan kekerasan dan tindakan-tindakan anarkis justru akan merusak citra Islam dan nabi Muhammad SAW, maka ini yang tidak di ridhai oleh Allah dan rasul Nya, apalagi jika sampai menelan korban jiwa dan kerurugian harta benda serta mashlahat umum. Hal itu tentu akan berdampak merugikan Islam dan umat Islam secara keseluruhan.

Tidak sedikit ayat-ayat Alquran yang menceritakan tentang penganiayaan orang-orang kafir terhadap nabi SAW, dari perbuatan, perkataan dan bahkan tindakan anarkis, mulai dari melecehkan atas diri nabi SAW, menyiksa jiwa dan fisik hingga usaha-usaha pembunuhan terhadap nabi Muhammad SAW. Tapi tidak ada di dalam Alquran satu ayat pun, begitu pula tidak ditemukan dari sejarah hidup nabi Muhammad SAW yang menganjurkan membalas penistaan orang-orang bodoh itu dengan cara-cara negatif dan merugikan citra Islam dan umat Islam

Bahkan Alquran sering membalas mereka dengan argumen dan penjelasan-penjelasan yang bijaksana, terkadang juga dengan ancaman kerugian di dunia dan di akhirat, kadang-kadang juga dengan mengajak para sahabat untuk bersabar atas perilaku penistaan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan terkadang mengajak untuk berpaling dari mereka dan meninggalkannya dengan cara bijaksana, dll...

Ayat-ayat Alquran yang menceritakan tentang penistaan orang-orang kafir terhadap rasul-rasul Allah dari zaman ke zaman, Allah berfirman. Sbb:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِن نَّبَإِ الْمُرْسَلِينَ
Artinya:  Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” (QS. Al An’am: 34)

وَعَجِبُوا أَن جَاءَهُم مُّنذِرٌ مِّنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
Artinya: “Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (QS. Shaad: 4)

ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَّجْنُونٌ
Artinya: kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: "Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila. (QS. Addukhan: 14)

Masih banyak ayat-ayat yang lain senada dengan di atas yang menceritakan tentang penistaan dan pelecehan, yang di balas dengan argumentasi dan penjenjelasan-penjelasan yang rekonstruktif. Adapun ayat-ayat Alquran yang menganjurkan untuk menahan diri tidak responsif dan anarkis yang merugikan, antara lain. Allah berfirman:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh." (QS. Al A’raf: 199)

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ
Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (QS. Alhijr: 94-95)

رَّبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا، وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا، وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلًا، إِنَّ لَدَيْنَا أَنكَالًا وَجَحِيمًا، وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung; Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik; Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar; Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala; Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih. (QS. Almuzzammil: 9-13)

Demikian, secara singkat penjelasan yang bersumber dari ayat-ayat Alquran dan hadits nabi SAW ini. Dan ketehuilah bahwa sesungguhnya Islam itu bukanlah agama biasa, sebagaimana sabda rasulullah SAW:

الْإِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
Artinya: “Agama Islam itu amatlah tinggi tiada suatu apapun yang (mampu) meng-atas-inya.” 

Islam semakin direndah-rendahkan oleh para penentangnya semakin nampak cahaya kebenarannya. Kita saksikan setiap saat betapa banyak orang yang berniat merusak citra agama Islam justru mereka terpesona melihat keagungan islam dan mendapatkan hidayahnya. Oleh karena itu umat Islam dituntut untuk menjalankan ajaran islam dengan konsukuen, menjaga citra dan kehorman nilai-nilai Islam. Adapun tanggung jawab atas ketegakan dan kelestarian agama Islam adalah garansi Allah SWT. Dan yakinlah bahwanya:

إِنَّ لِلْأِسْلَامِ رَبًّا يُحْمِيْهِ
Tamat. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!