Senin, November 14, 2016

WARGA MUSLIM MENDUKUNG KEMENANGAN DONALD TRUMP:


Syarat Menjadi Presiden AS Memiliki Kasino Sendiri
By: My Buku Kuning Centre
Presiden ke-45 AS, Donald Trump dan Wapres, Mike Pence langsung menyampaikan pidato setelah mengetahui hasil penghitungan suara Pilpres AS, di Manhattan, New York, Rabu (9/11). Trump unggul cukup jauh atas pesaingnya, Hillary Clinton.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden Amerika Serikat (AS) 2016 sangat mengejutkan dunia. Karena selama berbulan-bulan berlangsungnya masa kampanye nyaris seluruh lembaga survei menunjukkan, Hillary akan memimpin perolehan suara dan melenggang ke Gedung Putih.
Cukup beralasan memang, karena sebelumnya sang miliarder sempat membuat banyak pihak resah dengan kebijakan-kebijakan ekstrem seperti pembuatan dinding yang membatasi negara Amerika Serikat dan Meksiko dan juga larangan untuk Muslim masuk ke AS.
Komentar negatif terus mengalir dari dalam dan luar negeri. Namun, figur Donald Trump berhasil mencuri perhatian sejumlah kalangan, bahkan yang pada awalnya tidak menganggap politik menarik. Perhatian pun perlahan-lahan berubah menjadi sebuah dukungan.
Kunci Sukses Kemenangan Trump
Setiap individu di AS punya alasan masing-masing di balik kekaguman atau kebencian mereka terhadap Donald Trump. Mulai dari pakar politik, selebriti, kaum sosialita, sopir taksi hingga preman, semua punya interpretasi masing-masing akan seorang Donald Trump dan kebijakannya apabila ia berhasil terpilih menjadi seorang Presiden nantinya.
Hal tersebut nampak dari berbagai ekspresi mereka yang kerap dituangkannya di medsos. Dan yang paling menarik adalah komentar Dinger, seorang preman asal Pittsburgh, menulis statusnya dengan gaya bahasa sederhana dan terkesan dangkal mengatakan:
“Saya memang tidak tahu banyak soal politik, namun Donald Trump memiliki banyak kasino. Saya pikir, siapa pun yang bisa memiliki kasino sendiri itu hebat dan pantas dipilih untuk menjadi Presiden,” terangnya.
Status Dinger memang terkesan kurang berbobot. Namun, kicauan tersebut membenarkan tanggapan analis politik senior Aljazeera - QATAR, Marouane Bichara pada bulan Januari awal tahun lalu. Ia berpendapat bahwa Trump memang ‘berbahaya’. apalagi dengan perjalanan kampanyenya yang kerap kali diiringi dengan kicauan berbau SARA dan provokatif terhadap kandidat lawannya.
Kendati begitu, Bichara beranggapan bahwa potensi bahaya yang Trump perlihatkan kepada masyarakat AS dan dunia secara keseluruhan tidak berkaitan dengan ekstremisme ataupun kecenderungan terhadap suatu ideologi. Trump menurutnya, berbahaya karena ‘keangkuhan’ dan sikap populisnya.
Keangkuhannya dapat dilihat dengan jelas melalui kekayaan materi yang berlimpah dan juga didengar dengan seksama dari pemilihan kata-katanya dalam pidato selama kampanye berlangsung.
Jadi, tidak heran apabila seorang preman, Dinger mengidolakan sang miliarder karena punya banyak kasino di beberapa kota besar AS. Ini membuktikan bahwa teknik ‘angkuhisme’ Trump berhasil memikat hati dan pikiran banyak orang.
Disamping angkuh, Trump juga dianggap oleh analis Bichara sebagai seorang populis yang berperan seakan ia berpihak pada kepentingan orang banyak dengan kerap kali mengucapkan kata-kata yang sebetulnya ‘Amerika ingin dengar’. Seperti “Kebijakan bersifat diskriminatif terhadap etnis tertentu misalnya Amerika Latin, Asia dan juga kepada kaum Muslim adalah aksi untuk menenangkan orang-orang kulit putih AS yang marah dan kurang suka dengan keberadaan mereka,” tulisnya.
Pelarangan Muslim masuk ke AS dan wacana pembangunan tembok perbatasan Meksiko dianggap senjata ampuh untuk memompa kembali rasa kepercayaan diri kaum kulit putih Amerika yang selama ini kekuatannya dianggap semakin terbatas dengan keberadaan etnis lain. Belum lagi dominasi Partai Demokrat di Gedung Putih yang telah berhasil mengangkat Obama sebagai Presiden AS Pertama dari warga Afrika dan pernah hidup lama di Indonesia.
Bichara lantas yakin banyak yang berpaling kepada Trump karena kaum kulit putih dipastikan akan kembali membuat pengaruh besar di negeri Paman Sam itu apabila ia terpilih.
Muslim Memilih Trump
Hasil akhir dari survei yang dilakukan oleh pihak The Independent, menunjukan bahwa sebanyak 7% kaum Muslim dari partai Republik memilih Donald Trump. Hampir 2.000 orang Muslim dari 6 bagian negara AS seperti California, New York, Illinois, Florida, Texas dan Virginia, turut berpartisipasi dalam survei tersebut.
Banyak orang bertanya-tanya akan alasan di balik adanya sekelompok orang Muslim yang masih berniat untuk memilih seorang Donald Trump setelah ia melontarkan tekadnya untuk melarang golongan tersebut untuk masuk ke AS.
Direktur Dewan Komunikasi Nasional Hubungan Amerika-Islam, Ibrahim Hooper menerangkan bahwa ada sejumlah faktor yang sangat mungkin berperan dalam pembuatan keputusan para kaum Muslim pro-Trump tersebut. Dan yang paling menonjol adalah keberhasilan sang miliarder untuk merengut atensi melalui peliputan media. Nama Donald Trump dan aktivitas kampanyenya mewarnai hampir semua headline media lokal dan internasional beberapa bulan terakhir ini.
Terlepas dari celotehan negatifnya, secara perlahan-lahan Trump menggenjot pamornya untuk naik dengan menggunakan media sebagai wadah utamanya. Menurut Hooper, sangatlah wajar apabila ada transformasi secara psikis dari reaksi awal yang berupa ketidakpercayaan menjadi ketertarikan. Hooper menuturkan kepada The Independent, Kamis, 11 February 2016 lalu, seperti dilansir pada hari Rabu, (16/3/2016).
Trump Lihai Memamfaatkan Media
Pada Agustus 2015, Listverse pernah menulis sebuah artikel berjudul "10 Reasons Donald Trump May Be A Political Genius". Secara akurat, tulisan tersebut memuat prediksi kemenangan Trump, namun kebanyakan orang mementahkan laporan tersebut.
Dari sekian banyak alasan tulisan itu dimuat, salah satu yang paling menonjol adalah kelihaian Trump memanfaatkan media. Hal tersebut tak mengejutkan mengingat ia memiliki latar belakang yang panjang dalam dunia pertelevisian dan hiburan.
Ia tahu persis harus menyampaikan apa untuk membuat penonton jengkel. Dan secara naluriah ia juga tahu bagaimana cara menarik perhatian mereka. Setiap kali lawannya mulai mendominasi pemberitaan, ia akan melemparkan granat retoris, membuat kamera kembali mengarah kepada dirinya.
Trump memahami dengan baik sebuah pepatah lama, "bahwa tak ada publisitas yang buruk". Dia tahu bahkan ketika para pengamat muncul di TV mengecam kebijakannya, namun para penonton akan setia mendengarkan retorika-retorikanya.
Memang faktanya, saat ini kebanyakan orang lebih mudah mengingat bahkan menjelaskan kebijakan Trump dibanding Hillary. Nyaris semua media menginginkan Trump 'jatuh', namun tanpa mereka sadari mereka telah membentuk Trump menjadi orang paling berkuasa di muka bumi.


Save

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!