KHj. Sitti Zainab
Binti Mas’ud Sosok Ulama Perempuan Sejati DDI
By: My Buku Kuning
Center
Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) sepanjang sejarahnya telah
melahirkan banyak ulama kharismatik dengan syahadah nasional dan internasional,
sebut saja seperti founding father DDI Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo
Dalle, AGH. Muhammad Amberi Sa'id, AGH. Prof. Muhammad Ali Yafie, AGH. Muhammad Amin Nashir, AGH. Muhammad
Abduh Pabbaja, AGH. Shabir Bugis, Lc., AGH. Prof. Dr. (HC) Sanusi Baco, Lc., AGH. Prof. Dr. Muhammad
Faried Wajedy, MA., AGH. Dr. MA Ali Rusdy Ambo Dalle, AGH. Prof. Dr. Abdul Rahim, MA., Prof. Dr. KH. Andi Syamsul
Bahri Galigo, MA., AGH. Dr. Muhammad Yunus Shamad, Lc. dan sederet nama-nama besar lainnya. Namun tidak banyak
mencetak ulama perempuan, dan salah satu ulama perempuan yang langkah dari
rahim DDI itu adalah Gurutta KHj. Siti Zainab binti Mas'ud.
Beliau adalah srikandi DDI, perintis beberap cabang
DDI di daerah-daerah Sulawesi Selatan dan luar Sulsel. Kalau di NKRI dikenal
ibu Fatmawati Soekarno (istri Presiden Pertama RI) sebagai yang menjahit
bendera pusaka merah putih, maka DDI telah mencatat juga – dengan tinta emas –
ustadzah Hj. Siti Zainab sebagai yang menyulam pertama kali lambang DDI di atas
kain dari design langsung Gurutta Ambo Dalle.
KHj. Siti Zainab binti Mas'ud, lahir di Kab. Soppeng
10 Oktober 1930 dam wafat di Ponpes Manahilil Ulum DDI Kaballangan, di rumah
kediaman salah satu putrinya Hj. Aqilah Arib dan menantunya (alm) Drs. KH. Jamaluddin
Semmang, pada tanggal 28 Juni 2003. Pendidikan formal/dasar ia peroleh dari
sekolah pemerintah colonial Belanda di Soppeng, selanjutnya menuntut ilmu pada
Madrasah Arabiah Islamiah (MAI) yang kala itu dipimpin oleh Anregurutta KH. Abdurrahman
Ambo Dalle di Mangkoso, Soppeng Riaja (Kab. Barru: sekarang).
Di Mangkoso pula ia meraih syahadah profesionalnya sebagai
guru pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Setelah DDI dideklarasikan tahun 1947 di Watang Soppeng oleh
sekelompok ulama Ahlussunnah Waljama’ah yang selanjutnya dipimpin oleh Ketua
Umum Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle hingga wafatnya, ustadzah
Hj. Siti Zainab sudah aktif membantu Ketua Umum dalam mengembangkan visi misi ormas baru DDI terutama
pada bidang dakwah, pendidikan dan sosial.
Salah satu peran besar yang dilakoni oleh KHj. Siti
Aminah adalah membantu Gurutta Ambo
Dalle mengembangkan cabang-cabang DDI di luar daerah. Pada tahun 1949, ia
diutus Gurutta membuka cabang baru DDI di Baraka, Kab. Enrekang. Kemudian
membuka cabang-cabang baru lainnya seperti cabang Gilireng, Kab. Wajo Tahun 1952,
cabang Segeri, Kab. Pangkep tahun 1955, cabang Takkalasi, Kab. Barru 1956, dan
cabang DDI Pancana, Kab. Barru 1964.
Menurut salah seorang putranya, H. Maqbul Arib, Kepala KUA
Kec. Balusu, Kab. Barru, bahwa Pettaji itu (panggilan akrab Hj. Zainab dari
keluarganya) meski Beliau berasal dari Soppeng, tetapi ia lebih suka tinggal di
Barru terutama Mangkoso. Terbukti setiap selesai mengemban amanah dari luar ia
selalu kembali ke Mangkoso. Hingga akhirnya Gurutta KH. Amberi Said menetapkannya
sebagai guru utama pada cabang DDI Takkalasi yang kemudian bersama suaminya KH.
Muhammad Arib Mustari dikembangkannya menjadi Pondok Pesantren DDI Takkalasi.
Serta tempat Terakhir ini pulalah menjadi pilihan domisili Ustadzah Hj. Siti
Zainab dan keluarganya.
Sebagai seorang yang menyaksikan langsung lahir dan
tumbuh kembangnya DDI, bahkan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan
DDI, Hj. Zainab tidak ragu-ragu mewakafkan hidupnya pada DDI. Jiwa dan semangat
ke-DDI-annya pun dijadikan prinsif dalam mendidik anak-anaknya. Itulah sebabnya
maka anak-anaknya wajib masuk ke pesantren-pesantren DDI, sebagaimana pengakuan
H. Maqbul.
Kultur
DDI sangat kental melekat pada dirinya, tercermin pada ketaatan dan ketulusannya
pada guru-guru yang pernah mengajarinya. H. Maqbul mengungkapkan bahwa
ibundanya sangat eksis mempertahankan pesan-pesan dan petunjuk gurunya, bahkan
wasiat dari gurutta sangat dipegangnya hingga wafatnya. Semasa hidupnya setiap
masalah yang dihadapi terutama soal organisasi DDI selalu dikonsultasikannya secara
langsung dengan Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, atau AGH Amberi Said,
Agh Harunarrasyid, AGH Ali Yafy dan tokoh-tokoh ulama senior DDI lainnya.
Bahkan
sampai pada urusan-urusan pribadi terkadang tidak segan-segan disampaikan pada
guru-guru yang pernah mengajarnya secara langsung, dan hal seperti itu berlangsung
sampai di usia tua bahkan menjelang wafatnya, ujar H. Maqbul. Sebagai anak –
kenang H. Maqbul – tentu merasakan bagaimana dirinya lahir dan tumbuh dalam
bingkai organisasi yang ibundanya geluti itu. Sebagai contoh, semua anak-anaknya
dipelihara dengan sentuhan pendidikan formal dan informal yang selalu merujuk pada
nilai-nilai kesantrian dan ke-DDI-an. Bagi ustadzah Hj, Zainab pendidikan
formal dan informal sama pentingnya untuk meningkatkan mutu dan kualitas
anak-anak.
Hal
itu juga dikembangkan kepada anak-anak didiknya di madrasah, oleh karena di rumah
kediamannya pun tidak pernah sepi dari murid-murid madrasah. Kata H. Maqbul, Petta
aji – rahimahallah – senang mengumpulkan murid-murid madrasah dirumah, Beliau
ajarkan berbagai keterampilan dasar terutama yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga. Ini adalah suatu karakter yang
khas dari gurutta yang meneladani kehidupan maha guru kita KH. Abdurrahman Ambo
Dalle.
Itu
sebabnya sehingga tidak sedikit calon-colon guru yang diutus oleh gurutta untuk
mengajar pada cabang-cabang DDI selalu diantar oleh petta aji dengan penuh semangat
ke cabang DDI atau tempat mengajar yang dituju. Lanjut H. Makbul, saya pernah mendengar
penuturan Beliau mengatakan: "saya sangat senang, terharu dan bahagia
kalau saya pergi ke suatu tempat lalu melihat lambang DDI", sebab ia punya
motto "dimana saya tinggal disitu ada madrasah DDI".
Pengalaman
yang serupa dirasakan pula oleh salah seorang cucu Gurutta Hj. Zainab, yaitu Nur Hidayah
Ilyas, (……….), berikut penuturannya, sebagai cucu dari Beliau, saya
betul-betul merasakan dan menyaksikan langsung bagaimana pengabdian Beliau
untuk DDI. Nenenda tak sungkan-sungkan mengorbankan waktu dan materi demi
kemajuan DDI.
Kami
diajarkan banyak hal terutama nilai keikhlasan. Untuk nilai yang satu ini, Beliau
selalu berpesan pada saya "ikhlas itu ketika senyum di wajah kita tak
beda sedikitpun dengan apa yang ada di hati kita... ikhlas itu ketika tidak
takut kehilangan apapun demi sesuatu yang sangat kita cintai... kita cinta DDI,
maka kita harus ikhlas bekerja untuk DDI apapun konsekuensinya".
Saya
yang pernah tinggal bersama Beliau selama beberapa waktu, banyak menimba
pelajaran berharga darinya. Tak hanya tentang ilmu agama, namun terlebih lagi tentang
etika dan kehidupan sosial. Dari nenenda saya belajar menjadi seorang
"perempuan"... Sebab, bersama beliau saya diajari berbusana muslimah,
terampil di dapur untuk masak dan buat kue, termasuk bagaimana seorang
perempuan harus mempunyai bekal keterampilan sepanjang hayat yaitu menjahit
pakaian (termasuk menyulam lambang DDI, namun keterampilan yang satu ini saya
gagal untuk menguasainya)...
Saya
betul-betul merasakan hikmah dibalik ketegasan nenenda mendidikku semasa
tinggal bersamanya. Beliau juga mengajarkan saya untuk tidak kikuk menghadapi
orang banyak. Bangga nian menjadi cucu Beliau. Nilai-nilai yang diajarkannya
dahulu, kini terasa sangat bermanfaat. Beliau adalah ibu teladan, yang berhasil
mendidik keenam putra-putrinya menjadi anak-anak sholeh dan sholehah yang
berhasil...
Nenenda
selalu berkata padaku (dulu), "saya tak mewariskan harta berlimpah kepada
anak cucuku, tapi ilmu yg bermanfaat. Sebab dengan ilmu, segalanya akan dapat
kita raih". Betapa merindunya hati ini akan hadirnya... Beliau adalah
figur perempuan tegar yang tak lemah oleh tantangan apapun.
Dari
sisi lain, H. Ridha Dalle, putra
bungsu dari Gurutta Ambo Dalle, yang kini menjadi salah satu pimpinan Pesantren
Manahilil Ulum DDI Kaballangang, mengungkapkan bahwa Hj. Siti Zainab adalah sosok perempuan karier Beliau
berhasil membesarkan anak-anaknya dan menjadikan mereka sarjana. Beliau juga
sangat gigih bekerja terutama dalam mengembang tugasnya sebagai salah satu
ketua UMMAHAT DDI dijamanya.
Gurutta KHj. Siti Zainab binti Mas’ud disuruh
menikah oleh Gurutta Ambo Dalle ketika masih sangat belia dengan seorang pemuda
cerdas pilihan gurutta yang kita kenal kemudian dengan KH. Muhammad Arib
Mustary. Mereka menikah pada tahun ……..
B E R S A M B U N G
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!