Sabtu, Desember 31, 2016

SRIKANDI-SRIKANDI PEJUANG DDI (01):

KHj. Sitti Zainab Binti Mas’ud Sosok Ulama Perempuan Sejati DDI
By: My Buku Kuning Center
Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) sepanjang sejarahnya telah melahirkan banyak ulama kharismatik dengan syahadah nasional dan internasional, sebut saja seperti founding father DDI Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, AGH. Muhammad Amberi Sa'id, AGH. Prof. Muhammad Ali Yafie, AGH. Muhammad Amin Nashir, AGH. Muhammad Abduh Pabbaja, AGH. Shabir Bugis, Lc., AGH. Prof. Dr. (HC) Sanusi Baco, Lc., AGH. Prof. Dr. Muhammad Faried Wajedy, MA., AGH. Dr. MA Ali Rusdy Ambo Dalle, AGH. Prof. Dr. Abdul Rahim, MA., Prof. Dr. KH. Andi Syamsul Bahri Galigo, MA., AGH. Dr. Muhammad Yunus Shamad, Lc. dan sederet nama-nama besar lainnya. Namun tidak banyak mencetak ulama perempuan, dan salah satu ulama perempuan yang langkah dari rahim DDI itu adalah Gurutta KHj. Siti Zainab binti Mas'ud.
Beliau adalah srikandi DDI, perintis beberap cabang DDI di daerah-daerah Sulawesi Selatan dan luar Sulsel. Kalau di NKRI dikenal ibu Fatmawati Soekarno (istri Presiden Pertama RI) sebagai yang menjahit bendera pusaka merah putih, maka DDI telah mencatat juga – dengan tinta emas – ustadzah Hj. Siti Zainab sebagai yang menyulam pertama kali lambang DDI di atas kain dari design langsung Gurutta Ambo Dalle.
KHj. Siti Zainab binti Mas'ud, lahir di Kab. Soppeng 10 Oktober 1930 dam wafat di Ponpes Manahilil Ulum DDI Kaballangan, di rumah kediaman salah satu putrinya Hj. Aqilah Arib dan menantunya (alm) Drs. KH. Jamaluddin Semmang, pada tanggal 28 Juni 2003. Pendidikan formal/dasar ia peroleh dari sekolah pemerintah colonial Belanda di Soppeng, selanjutnya menuntut ilmu pada Madrasah Arabiah Islamiah (MAI) yang kala itu dipimpin oleh Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle di Mangkoso, Soppeng Riaja (Kab. Barru: sekarang).  
Di Mangkoso pula ia meraih syahadah profesionalnya sebagai guru pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Setelah DDI dideklarasikan tahun 1947 di Watang Soppeng oleh sekelompok ulama Ahlussunnah Waljama’ah yang selanjutnya dipimpin oleh Ketua Umum Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle hingga wafatnya, ustadzah Hj. Siti Zainab sudah aktif membantu Ketua Umum dalam  mengembangkan visi misi ormas baru DDI terutama pada bidang dakwah, pendidikan dan sosial.
Salah satu peran besar yang dilakoni oleh KHj. Siti Aminah adalah  membantu Gurutta Ambo Dalle mengembangkan cabang-cabang DDI di luar daerah. Pada tahun 1949, ia diutus Gurutta membuka cabang baru DDI di Baraka, Kab. Enrekang. Kemudian membuka cabang-cabang baru lainnya seperti cabang Gilireng, Kab. Wajo Tahun 1952, cabang Segeri, Kab. Pangkep tahun 1955, cabang Takkalasi, Kab. Barru 1956, dan cabang DDI Pancana, Kab. Barru 1964.
Menurut salah seorang putranya, H. Maqbul Arib, Kepala KUA Kec. Balusu, Kab. Barru, bahwa Pettaji itu (panggilan akrab Hj. Zainab dari keluarganya) meski Beliau berasal dari Soppeng, tetapi ia lebih suka tinggal di Barru terutama Mangkoso. Terbukti setiap selesai mengemban amanah dari luar ia selalu kembali ke Mangkoso. Hingga akhirnya Gurutta KH. Amberi Said menetapkannya sebagai guru utama pada cabang DDI Takkalasi yang kemudian bersama suaminya KH. Muhammad Arib Mustari dikembangkannya menjadi Pondok Pesantren DDI Takkalasi. Serta tempat Terakhir ini pulalah menjadi pilihan domisili Ustadzah Hj. Siti Zainab dan keluarganya.
Sebagai seorang yang menyaksikan langsung lahir dan tumbuh kembangnya DDI, bahkan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan DDI, Hj. Zainab tidak ragu-ragu mewakafkan hidupnya pada DDI. Jiwa dan semangat ke-DDI-annya pun dijadikan prinsif dalam mendidik anak-anaknya. Itulah sebabnya maka anak-anaknya wajib masuk ke pesantren-pesantren DDI, sebagaimana pengakuan H. Maqbul.
Kultur DDI sangat kental melekat pada dirinya, tercermin pada ketaatan dan ketulusannya pada guru-guru yang pernah mengajarinya. H. Maqbul mengungkapkan bahwa ibundanya sangat eksis mempertahankan pesan-pesan dan petunjuk gurunya, bahkan wasiat dari gurutta sangat dipegangnya hingga wafatnya. Semasa hidupnya setiap masalah yang dihadapi terutama soal organisasi DDI selalu dikonsultasikannya secara langsung dengan Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, atau AGH Amberi Said, Agh Harunarrasyid, AGH Ali Yafy dan tokoh-tokoh ulama senior DDI lainnya.
Bahkan sampai pada urusan-urusan pribadi terkadang tidak segan-segan disampaikan pada guru-guru yang pernah mengajarnya secara langsung, dan hal seperti itu berlangsung sampai di usia tua bahkan menjelang wafatnya, ujar H. Maqbul. Sebagai anak – kenang H. Maqbul – tentu merasakan bagaimana dirinya lahir dan tumbuh dalam bingkai organisasi yang ibundanya geluti itu. Sebagai contoh, semua anak-anaknya dipelihara dengan sentuhan pendidikan formal dan informal yang selalu merujuk pada nilai-nilai kesantrian dan ke-DDI-an. Bagi ustadzah Hj, Zainab pendidikan formal dan informal sama pentingnya untuk meningkatkan mutu dan kualitas anak-anak.
Hal itu juga dikembangkan kepada anak-anak didiknya di madrasah, oleh karena di rumah kediamannya pun tidak pernah sepi dari murid-murid madrasah. Kata H. Maqbul, Petta aji – rahimahallah – senang mengumpulkan murid-murid madrasah dirumah, Beliau ajarkan berbagai keterampilan dasar terutama yang berhubungan dengan kehidupan  rumah tangga. Ini adalah suatu karakter yang khas dari gurutta yang meneladani kehidupan maha guru kita KH. Abdurrahman Ambo Dalle.
Itu sebabnya sehingga tidak sedikit calon-colon guru yang diutus oleh gurutta untuk mengajar pada cabang-cabang DDI selalu diantar oleh petta aji dengan penuh semangat ke cabang DDI atau tempat mengajar yang dituju. Lanjut H. Makbul, saya pernah mendengar penuturan Beliau mengatakan: "saya sangat senang, terharu dan bahagia kalau saya pergi ke suatu tempat lalu melihat lambang DDI", sebab ia punya motto "dimana saya tinggal disitu ada madrasah DDI".
Pengalaman yang serupa dirasakan pula oleh salah seorang cucu Gurutta Hj. Zainab, yaitu Nur Hidayah Ilyas, (……….), berikut penuturannya, sebagai cucu dari Beliau, saya betul-betul merasakan dan menyaksikan langsung bagaimana pengabdian Beliau untuk DDI. Nenenda tak sungkan-sungkan mengorbankan waktu dan materi demi kemajuan DDI.
Kami diajarkan banyak hal terutama nilai keikhlasan. Untuk nilai yang satu ini, Beliau selalu berpesan pada saya "ikhlas itu ketika senyum di wajah kita tak beda sedikitpun dengan apa yang ada di hati kita... ikhlas itu ketika tidak takut kehilangan apapun demi sesuatu yang sangat kita cintai... kita cinta DDI, maka kita harus ikhlas bekerja untuk DDI apapun konsekuensinya".
Saya yang pernah tinggal bersama Beliau selama beberapa waktu, banyak menimba pelajaran berharga darinya. Tak hanya tentang ilmu agama, namun terlebih lagi tentang etika dan kehidupan sosial. Dari nenenda saya belajar menjadi seorang "perempuan"... Sebab, bersama beliau saya diajari berbusana muslimah, terampil di dapur untuk masak dan buat kue, termasuk bagaimana seorang perempuan harus mempunyai bekal keterampilan sepanjang hayat yaitu menjahit pakaian (termasuk menyulam lambang DDI, namun keterampilan yang satu ini saya gagal untuk menguasainya)...
Saya betul-betul merasakan hikmah dibalik ketegasan nenenda mendidikku semasa tinggal bersamanya. Beliau juga mengajarkan saya untuk tidak kikuk menghadapi orang banyak. Bangga nian menjadi cucu Beliau. Nilai-nilai yang diajarkannya dahulu, kini terasa sangat bermanfaat. Beliau adalah ibu teladan, yang berhasil mendidik keenam putra-putrinya menjadi anak-anak sholeh dan sholehah yang berhasil...
Nenenda selalu berkata padaku (dulu), "saya tak mewariskan harta berlimpah kepada anak cucuku, tapi ilmu yg bermanfaat. Sebab dengan ilmu, segalanya akan dapat kita raih". Betapa merindunya hati ini akan hadirnya... Beliau adalah figur perempuan tegar yang tak lemah oleh tantangan apapun.
Dari sisi lain, H. Ridha Dalle, putra bungsu dari Gurutta Ambo Dalle, yang kini menjadi salah satu pimpinan Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangang, mengungkapkan bahwa Hj. Siti Zainab adalah sosok perempuan karier Beliau berhasil membesarkan anak-anaknya dan menjadikan mereka sarjana. Beliau juga sangat gigih bekerja terutama dalam mengembang tugasnya sebagai salah satu ketua UMMAHAT DDI dijamanya.
Gurutta KHj. Siti Zainab binti Mas’ud disuruh menikah oleh Gurutta Ambo Dalle ketika masih sangat belia dengan seorang pemuda cerdas pilihan gurutta yang kita kenal kemudian dengan KH. Muhammad Arib Mustary. Mereka menikah pada tahun ……..
B E R S A M B U N G

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!