Sabtu, Juli 14, 2018

PASANGAN HIDUP “TIDAK SELAMANYA” ISTRI

Manusia Diciptakan Berpasangan
Oleh: Med Hatta

Allah berfirman:

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri (manusia), supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah)kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang(mawaddah wa warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berfikir.” (QS. 30: 21). 


Tentu pasangan yang dimaksud ayat di atas adalah hubungan kolerasi antara dua pihak, yaitu lelaki dan perempuan melalui pernikahan sah. Pihak pertama disebut SUAMI dan pihak kedua disebut ISTRI, ini yang sudah popular dalam kehidupan kita sehari-hari.

Namun, sedikit sekali dari kalangan kita yang mengetahui bahwa tidak semua hubungan antara lelaki dan perempuan itu disebut suami dan istri. Bahkan Alquran membedakan hubungan antar jenis manusia kepada 3 (tiga) model pasangan: Pertama, pasangan sebagai istri; kedua, pasangan bukan istri; dan ketiga, shahibah.

Pertama: Pasangan Sebagai Istri
ISTIRI menurut syariat; adalah perempuan yang memiliki hubungan fisikdengan seorang lelaki yang bertanggung jawab(melalui pernikahan sah),  dan di antara keduanya terjalin harmonisasi, memiliki keyakinan (aqidah) yang sama, serta saling mencintai. Seperti pasangan Adam dan istrinya Hawa.

Allah berfirman:
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ 

“Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini” (QS. 2: 35).

Begitu pada kisah nabi Muhammad SAW dan istri-istrinya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ 
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,,,” (QS. 33: 59).

Kalimat ISTRI dari dua ayat yang berbeda di atas diilustrasikan oleh Allah SWT sebagai hubungan harmonis di antara suami dan istri-istrinya, dan memiliki kesesuaian yang sempurna di antara mereka, baik aqidah maupun kasih sayang.

Kedua: Pasangan Bukan Istri
Adalah perempuan dan lelaki memiliki hubungan fisik melalui pernikahan sah, tetapi di antara keduanya tidak ada keharmonisan sebagaimana layaknya, berbeda keyakinan, dan tidak di dasari atas cinta serta kasih sayang. Seperti pasangan nabi Nuh as dan pasangan nabi Luth as.

Allah berfirman:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
“Allah membuat ‘perempuannya’ Nuh dan ‘perempuannya’ Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua perempuan itu berkhianat kepada lelakinya (masing-masing), maka lelakinya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah” (QS. 66: 10).

Allah tidak menyebutkan pada ayat di atas sebagai istri Nuh dan tidak pula istri Luth kerena perbedaan keyakinan (aqidah) di antara mereka,,, Kedua nabi tersebut adalah mukmin sedangkan pasangan keduanya bukan mukminah (kafir), maka keduanya tidak bisa disebut ISTRI, dan Allah menyebutnya sebagai “perempuannya” saja (bukan istrinya)..!

Sama juga halnya pada kisah Fir’aun dan perempuannya (Asia), seperti firman Allah:

“Dan Allah membuat ‘perempuan’ Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS. 66: 11).

Karena Fir’aun tidak berimana sedangkan pasangannya seorang yang beriman, maka disebut sebagai ‘perempuan’ saja, bukan istri.

Namun, ada kasus lain yang ‘unik’, mengapa Alguran mempergunakan juga istilah “perempuannya” pada kisah nabi Zakaria as, padahal di antara keduanya terjalin hubungan yang erat dan memiliki kesamaan keyakinan (aqidah)..? sebagaimana diceritaka di dalam Alquran:
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا
“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang ‘perempuang’ku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera” (QS. 19: 5).

Ada sebahagian pakar tafsir dunia berspekulasi ketika menanggapi ayat di atas, bahwa ada kemungkinan pada saat nabi Zakaria mengucapkan kalimat tersebut telah terjadi kerenggangan terhadap keluarganya disebabkan oleh keterlambatang mempunyai anak. Maka ia mengeluhkan kegalauannya pada Allah, sambil menyampaikan keadaannya bahwa ‘perempuan’nya mandul. Tidak mengatakan istrinya…

Akan tetapi setelah Allah menganugerahi keduanya seorang putra yang kemudian dikenal sebagai nabi Yahya as, maka secara serta merta dialeg Alquran menjadi berubah. Seperti dalam firman Allah:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung” (QS. 21: 90).

Pada ayat terakhir ini Allah langsung menyebutkannya sebagai ‘istri’nya dan bukan lagi ‘perempuan’nya, yaitu setelah Allah menyesuaikan permasalahannya yaitu tidak produktif!!!

Kisah lain tentang kasus ini adalah skandal keluarga Abu Lahab yang diceritakan di dalam Alquran, Allah berfirman:
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ 
“Dan (begitu pula) perempuannya, pembawa kayu bakar (QS. 111: 4).

Alquran menegaskan bahwa pasangan ini tidak terjadi hubungan yang normal dan tidak adak ada kesesuaian di antara pasangannya, serta tidak ada cinta. Maka pasangannya tidak disebutkan sebagai istrinya tetapi perempuannya!!!


Ketiga: Shahibah
Allah SWT menyebutkan hubungan lelaki dan permpuan sebagai shahibah, yaitu ketika terputus hubungan kolerasi, fisik dan emosional antara pasangan. Seperti tercatat pada beberapa kasus di dalam Alquran. Allah berfirman:
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ، وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ، وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
"pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari shahibah dan anak-anaknya(QS. 80: 34-36).

Kasus seperti ini umumnya terjadi pada hari kiamat, karena hubungan fisik dan emosional telah terputus di antara pasangan di akibatkan oleh kepanikan besar ketika terjadi kiamat.

Lebih tegas lagi ketika Allah menjelaskan tentang eksestensi zat-Nya Yang Maha Agung, Allah berfirman:
أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ صَاحِبَةٌ
Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai shahibah” (QS. 6: 101).

Allah tidah menyebut (istri) atau (perempuan), karena Allah ingin mensucukan diri-Nya dari segala hubungan fisik atau emosional dengan pihak lain secara mutlak.

Wallahu A’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!