Manusia
Diciptakan Berpasangan
Oleh:
Med Hatta
Allah berfirman:
وَمِنْ آَيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri
(manusia), supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah)kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang(mawaddah wa warahmah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kemahaan-Nya) bagi kaum yang berfikir.” (QS. 30: 21).
Tentu pasangan yang dimaksud
ayat di atas adalah hubungan kolerasi antara dua pihak, yaitu lelaki dan
perempuan melalui pernikahan sah. Pihak pertama disebut SUAMI dan pihak kedua
disebut ISTRI, ini yang sudah popular dalam kehidupan kita sehari-hari.
Namun, sedikit sekali dari
kalangan kita yang mengetahui bahwa tidak semua hubungan antara lelaki dan
perempuan itu disebut suami dan istri. Bahkan Alquran membedakan hubungan antar
jenis manusia kepada 3 (tiga) model pasangan: Pertama, pasangan sebagai istri;
kedua, pasangan bukan istri; dan ketiga, shahibah.
Pertama: Pasangan Sebagai Istri
ISTIRI menurut syariat; adalah
perempuan yang memiliki hubungan fisikdengan seorang lelaki yang bertanggung
jawab(melalui pernikahan sah), dan di
antara keduanya terjalin harmonisasi, memiliki keyakinan (aqidah) yang sama,
serta saling mencintai. Seperti pasangan Adam dan istrinya Hawa.
Allah berfirman:
وَقُلْنَا يَا آدَمُ
اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
“Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini” (QS. 2: 35).
Begitu
pada kisah nabi Muhammad SAW dan istri-istrinya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,,,” (QS.
33: 59).
Kalimat ISTRI dari dua ayat yang berbeda di atas
diilustrasikan oleh Allah SWT sebagai hubungan harmonis di antara suami dan
istri-istrinya, dan memiliki kesesuaian yang sempurna di antara mereka, baik
aqidah maupun kasih sayang.
Kedua: Pasangan
Bukan Istri
Adalah perempuan
dan lelaki memiliki hubungan fisik melalui pernikahan sah, tetapi di antara
keduanya tidak ada keharmonisan sebagaimana layaknya, berbeda keyakinan, dan tidak
di dasari atas cinta serta kasih sayang. Seperti pasangan nabi Nuh as dan pasangan
nabi Luth as.
Allah
berfirman:
ضَرَبَ اللَّهُ
مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ
كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ
يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
“Allah
membuat ‘perempuannya’ Nuh dan ‘perempuannya’ Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang
saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua perempuan itu berkhianat kepada lelakinya
(masing-masing), maka lelakinya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari
(siksa) Allah” (QS. 66: 10).
Allah tidak menyebutkan pada ayat di atas sebagai istri
Nuh dan tidak pula istri Luth kerena perbedaan keyakinan (aqidah) di antara
mereka,,, Kedua nabi tersebut adalah mukmin sedangkan pasangan keduanya bukan
mukminah (kafir), maka keduanya tidak bisa disebut ISTRI, dan Allah menyebutnya
sebagai “perempuannya” saja (bukan istrinya)..!
Sama juga
halnya pada kisah Fir’aun dan perempuannya (Asia), seperti firman Allah:
“Dan
Allah membuat ‘perempuan’ Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman,
ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di
sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS.
66: 11).
Karena
Fir’aun tidak berimana sedangkan pasangannya seorang yang beriman, maka disebut
sebagai ‘perempuan’ saja, bukan istri.
Namun,
ada kasus lain yang ‘unik’, mengapa Alguran mempergunakan juga istilah “perempuannya”
pada kisah nabi Zakaria as, padahal di antara keduanya terjalin hubungan yang
erat dan memiliki kesamaan keyakinan (aqidah)..? sebagaimana diceritaka di
dalam Alquran:
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي
وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا
“Dan sesungguhnya aku khawatir
terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang ‘perempuang’ku adalah seorang yang
mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera” (QS. 19: 5).
Ada sebahagian pakar tafsir
dunia berspekulasi ketika menanggapi ayat di atas, bahwa ada kemungkinan pada
saat nabi Zakaria mengucapkan kalimat tersebut telah terjadi kerenggangan terhadap
keluarganya disebabkan oleh keterlambatang mempunyai anak. Maka ia mengeluhkan
kegalauannya pada Allah, sambil menyampaikan keadaannya bahwa ‘perempuan’nya
mandul. Tidak mengatakan istrinya…
Akan tetapi setelah Allah
menganugerahi keduanya seorang putra yang kemudian dikenal sebagai nabi Yahya
as, maka secara serta merta dialeg Alquran menjadi berubah. Seperti dalam
firman Allah:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ
وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ
“Maka Kami memperkenankan
doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat
mengandung” (QS. 21: 90).
Pada ayat terakhir ini Allah
langsung menyebutkannya sebagai ‘istri’nya dan bukan lagi ‘perempuan’nya, yaitu
setelah Allah menyesuaikan permasalahannya yaitu tidak produktif!!!
Kisah
lain tentang kasus ini adalah skandal keluarga Abu Lahab yang diceritakan di
dalam Alquran, Allah berfirman:
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Dan (begitu pula) perempuannya,
pembawa kayu bakar (QS. 111: 4).
Alquran menegaskan bahwa pasangan
ini tidak terjadi hubungan yang normal dan tidak adak ada kesesuaian di antara
pasangannya, serta tidak ada cinta. Maka pasangannya tidak disebutkan sebagai
istrinya tetapi perempuannya!!!
Ketiga: Shahibah
Allah SWT menyebutkan hubungan
lelaki dan permpuan sebagai shahibah, yaitu ketika terputus hubungan kolerasi,
fisik dan emosional antara pasangan. Seperti tercatat pada beberapa kasus di
dalam Alquran. Allah berfirman:
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ، وَأُمِّهِ
وَأَبِيهِ، وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
"pada
hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu
dan bapaknya, dari shahibah dan anak-anaknya” (QS. 80: 34-36).
Kasus
seperti ini umumnya terjadi pada hari kiamat, karena hubungan fisik dan
emosional telah terputus di antara pasangan di akibatkan oleh kepanikan besar ketika
terjadi kiamat.
Lebih
tegas lagi ketika Allah menjelaskan tentang eksestensi zat-Nya Yang Maha Agung,
Allah berfirman:
أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ
صَاحِبَةٌ
“Bagaimana
Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai shahibah” (QS. 6: 101).
Allah
tidah menyebut (istri) atau (perempuan), karena Allah ingin mensucukan diri-Nya
dari segala hubungan fisik atau emosional dengan pihak lain secara mutlak.
Wallahu
A’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!