BUDAYA PANRE DI KABUPATEN SIDRAP
(Daerah Panre: Pangkajenne –
Allekkuag – Amparita – Teteaji – Massepe – Lise – dan Bilokka)
By: My Buku Kuning Center
MUKADDIMAH
Addatuang Sidenreng – Ajatappareng yang didirikan oleh La Mallibureng dan
ketujuh orang saudaranya yang awalnya datang “sidenreng-denreng” (berjalan
beriringan) membuka wanua toa ri Ajatappareng (Teteaji: sekarang), telah
mengalami pasang surut dalam mengarungi sejarahnya sekitar 4 (empat) abad lalu (1600 M) hingga
sekarang. Sepanjang perjalanan itu, addatuang Sidenreng – Ajatappareng yang
dikenal heroic dan memiliki budaya tinggi telah mewariskan berbagai keterampilan
dan kerajinan seni diberbagai bidang, seperti seni memahat batu, menempa besi, desain
terracotta, dan produk-produk seni tinggi lainnya.
Keterampilan-keterampilan itu telah membentuk budaya masyarakat secara
turun-temurun dikenal dengan budaya panre, oleh karena itu Kabupaten Sidrap juga
dikenal secara luas sebagai masyarakat panre (ahli diberbagai seni).
LATAR BELAKANG
Budaya Panre: Panre dalam Bahasa Bugis adalah ahli (tukang), atau
ahli di dalam seni pembuatan produk-produk pertukangan tertentu. Misalnya seni pahat-memahat
dalam produk batu dan kayu, seni menempa besi, perak dan emas, seni desain
produk-produk tanah liat (terracotta), dan lain-lain. Seni-seni ini sudah
menjadi keterampilan yang diwariskan turun-temurun pada komunitas-komunitas
tertentu di beberapa tempat di daerah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)
semenjak ratusan tahun lalu, sehingga warisan seni itu membentuk budaya masyarakat
pada komunitas-komunitasnya, yang kemudian dikenal dengan budaya panre.
Kabupaten Sidrap masyhur setidaknya ada 7 (tujuh)
jenis kerajinan masyarakat yang fenomenal di tujuh daerah yang berbeda, yaitu
panre ulaweng (seni kerajinan emas) di Pangkajenne, panre batu (seni kerajinan
batu) di Allekkuang, penre aju (seni kerajinan kayu) di Amparita, panre bessi (seni
kerajinan besi) di Massepe, panre tana (seni kerajinan dari terracotta)
di Bilokka, panre ada (ahli tutur kata) di Lise, dan panre guru (ahli dalam
bidang agama dan sosial) di Teteaji. Di mana keahlian-keahlian tersebut telah
menjadi budaya dan ciri khas masyarakat secara turun-temurun yang membuat
masyarakat Kabupaten Sidrap istimewa dan membedakannya dengan
Kabupaten-Kabupaten lain khususnya di Sulawsi Selatan dan di Indonesia pada
umumnya.
Tujuh Budaya Panre Fenomenal
Jika di Provensi Bali dikenal daerah-daerah
seperti Ubud sebagai komunitas pengrajin seni ukir kayu, Celuk daerah pengrajin
perak dan emas, Kute, sanur, tabanan,,,,,,,, (tanya: Dr Rusdy), sehingga
daerah-daerah tersebut masyhur dan banyak dikunjungi oleh pencinta-pencita
seni, touris, dan investor-investor local dan mancanegara, serta menjadi tujuan
wisata terbesar di nusantara. Maka daerah-daerah di Kabupaten Sidrap pun tidak
kalah dari kekayaan seni lokal seperti yang dimiliki Bali tersebut, hanya saja
daerah-daerah di Kabupaten Sidrap ini kurang tersentuh baik oleh pemerintah
daerah maupun investor yang serius sehingga daerah-daerah ini tidak tereksplor
dan tidak dikenal oleh masyarakat luas.
Oleh karena itu, budaya panre di Kabupaten
Sidrap harus dilestarikan dan direvitalisasi agar menjadi industri-industri
seni alternatif baru di negeri ini, yang mampu mengembangkan keterampilan
masyarakat lokal, menarik pengunjung dan investor, dan meningkatkat
kesejahteraan serta income (pendapatan) masyarakat dan daerah. Adapun
daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap tersebut, sebagai berikut:
1.
Pangkajenne Panre Ulaweng (Seni Kerajinan
Emas):
Pangkajene adalah ibukota Kabupaten Sidrap,
terletak sekitar 270 Km di sebelah utara kota Makassar ibukota Sulawesi Selatan,
poros menuju salah satu kota tujuan wisata di Sulawesi yaitu Tanah Toraja
(Tator). Kota ini masyhur semenjak dahulu kala sebagai kota panre ulaweng (ahli
kerajinan emas) hingga saat sekarang ini. Maka tidak heran jika di mana-mana di
daerah Sulawesi kita menjumpai pengrajin emas atau perak, mayoritas mereka jika
ditanya mengaku berasal dari daerah Pangkajenne di Kabupaten Sidrap.
2.
Allekkuang Panre Batu (Seni Kerajinan Batu):
Allekkuang adalah sebuah desa berada sekitar 5
Km dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng. Desa ini masyhur
dengan seni kerajinan batu seperti produk-produk batu nisan, ulekan, alat
penggiling tepung beras dan rempah-rempah, penyanggah pilar-pilar bagi rumah
tradisional bugis, dan lain-lain.
Tidak diketahui pasti semenjak kapan
masyarakat Allekkuang menekuni kerajinan batu tersebut, tetapi melihat dari fakta
sejarah yang ada nampaknya seni batu (panre batu) itu telah dilakoni oleh
masyarakat setempat secara turun-temurun dalam kurun waktu yang lama, yaitu
semenjak nenek moyang mereka mendiami lokasi di kaki gunung Allekkuang. Karena
dari gunung itulah masyarakat Allekkuang pertama menggantungkan hidupnya dari
membuat produk-produk kerajinan batu untuk berbagai keperluan masyarakat
sebagai alat-alat industri potensial masa itu.
Melihat fungsi strategis yang dihasilkan dari
produk-produk batu itu, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat Allekkuan –
dahulu kala – memainkan peranan penting dalam memajukan perekonomian di kawasan
sekitarnya, bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan sebagai raksasa ekonomi
kawasan Ajangtappareng. Karena satu-satunya daerah yang memproduksi kerajinan
batu di kawasan itu, di mana produk batu kala itu merupakan primadona pasar
yang dibutuhkan oleh seluruh kalangan dari berbagai kegunaan, sebagai alat-alat
industri utama terutama masa-masa sebelum dikenal besi sebagai alat/ sarana
alternatif.
Oleh karena itu masyarakat Allekkuang terkenal
dengan semboyannya: “Matemoa to Allekkuang-E cappupi Buluq Allekkuang”
(Orang Allekkuang hanya bisa mati apabila sudah habis gunung Allekkuang).
Namun, fungsi strategis dan semboyan yang
optimistis masyarakat Allekkuang itu nampaknya kini sudah mulai bergeser.
Masyarakat sekarang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada industri batu
sebagaimana sedia kala, bahkan sejalan dengan perkembangan jaman kerajinan batu
Allekkuang semakin merosot dan mengalami kemunduran drastis. Penyebabnya
sederhana, produk-produk andalan dari kerajinan batu Allekkuang tidak lagi
banyak diminati konsumen tradisionalnya karena sudah menjamur produk alternatif
yang jauh lebih canggih dan praktis, seperti misalnya produk ulekan sudah
digantikan oleh produk canggih multi-fungsi bernama blender atau mixer.
Selain persaingan pasar yang semakin tidak
seimbang di satu pihak, dan di pihak lain produk-produk kerajinan batu
Allekkuang tidak mengalami perkembangan berarti, tidak kreatif dan tidak menciptakan
inovasi-inovasi baru. Sehingga bukan saja budaya panre batu di Allekkuang ini hanya
mengalami kemerosotan saja, bahkan sangat mungkin akan punah tergilas oleh
kemajuan teknologi modern saat sekarang ini. Dengan demikian, sebelum menyesal
dan terjadi hal yang tidak diinginkan tersebut, maka perlu segera diantisipasi
dengan merevitalisasi budaya panre di Kabupaten Sidrap, tidak saja terbatas
pada kerajinan batu di Allekkuag tapi juga pada kerajinan-kerajinanan langka lainnya
di daerah ini.
3.
Amparita Panre Aju (Seni Kerajinan Kayu):
Amparita adalah kota kecamatan yang berada
sekitar 7 Km dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng. Amparita
dengan memiliki hutan yang luas dengan berbagai jenis kayu terutama jenis Jati,
Cendana, Miranti dan lain-lain, maka tidak heran kalau masyarakat di sana
memusatkan perhatiannya dalam mendukung hidupnya pada bidang seni kerajinan
kayu, selain bertani dan berkebun tentunya. Dan seni kerajinan kayulah yang
menjadi penopang utama kehidupa masyarakat Amparita semenjak dahulu kala,
sehingga masyarakat ini juga di kenal dengan “Panre Aju” (ahli seni kerajinan
kayu).
Kerajinan-kerajinan kayu yang di produksi di
Amparita cukup bervariasi seperti kursi, meja, lemari, consul, bed set, dan
lain-lain.
4.
Teteaji Panre Guru (Ahli Bidang Agama dan Sosial):
Teteaji adalah desa kecil berada sekitar 8 Km
dari kota Pangkajene sebelah selatan danau Sidenreng. Berdasarkan sejarah dan
letak geografisnya yang berada dipesisir Barat-Selatan Danau Sidenreng maka
Teteaji pernah memiliki peran sangat vital di kawasan pada masanya, selain
sebagai kota pelabuhan yang disandari oleh berbagai jenis perahu kecil dan
besar dari berbagai arah di Sulawesi, bahkan perahu-perahu besar Portugis pun tidak
jarang berlabuh di dermaga Teteaji saat itu, yang membuatnya menjadi kota
bisnis terbesar di kawasan.
Di samping itu Teteaji juga dikenal pusat
penyebaran dakwah Islam, maka tidak heran jika jauh-jauh sebelum diberangkatkan
jamaah haji di kawasan itu mereka terlebih dahulu akan diberkumpulkan di
Teteaji untuk diberikan berbagai pelayanan dan perbekalan, seperti bimbingan
manasik haji dan para saudagar yang datang dari daerah jauh akan menjual
perdagangannya di pasar-pasar raksasa Teteaji untuk mencukupkan biaya kebutuhan
perjalanannya menuju ke Tanah Suci. Maka dari sinilah nama “TETEAJI” di
populerkan, yaitu dari dua suku kata: (TETE = TETTENG/ melayani) dan (AJI =
HAJI), maka Teteaji adalah tempat melayani calon jamaah haji.
Maka dari fungsi besar itulah sehingga Teteaji
dikenal luas sebagai masyarakat “Panre Guru” (ahli dalam bidang agama dan
sosial). Tapi sebenarnya selain sebagai panre guru itu, di Teteaji juga masyhur
dengan berbagai panre (kerajinan) seperti seni memintal benang dan tali,
menenun sarung, merajut jaring ikan, dan lain-lain. Serta sangat disayangkan jika
seni-seni utama masyarakat ini sudah tidak dikembangkan lagi oleh generasi
belakangan, atau punah ditelan masa maka perlu direvitalisasi.
5.
Massepe Panre Bessi (Seni Kerajinan Besi):
Massepe adalah kota kecil berada sekitar 11 Km
dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng, Massepe terkenal dengan
panre bessi (seni menempa kerajinan dari besi). Tidak diketahui secara pasti sejak
kapan masyarakat ini menekuni kerajinan besi, yang pasti Massepe – dahulu kala
– merupakan tempat membuat dan memproduksi alat-alat peperangan yang dibutuhkan
oleh tentara addatuang Sidenreng dan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti senjata,
tombak, badik, parang, anak panah, dan lain-lain.
Namun, setelah era peperangan itu berlalu maka
masyarakat setempat pun mengembangkan usahanya yaitu tidak lagi terfokus
memproduksi alat-alat peperangan yang semakin tidak diminati lagi tetapi
menciptakan inovasi-inovasi baru multi-fungsi yang dibutuhkan dalam keperluan
rumah tangga dan alat-alat pertanian serta perkebunan seperti alat bajak tanah,
cangkul, linggis, parang, pisau, sabit, alat ketam, dan lain-lain.
Ada hal yang menarik di daerah panre satu ini
yaitu terdapat sebuah miniatur pesat terbang unik ukuran sedang di halaman
depan rumah seorang warga, penulis tidak mengetahui pasti sejak kapan miniatur
pesawat langka itu di pajang di sana, yang penulis sering dengar candaan
orang-orang dewasa saat itu bahwa di Massepe akan di bangun sebuah industri
pembuatan pesawat terbang atau komponen-komponen tertentu dari pesawat terbang
yang akan di produksi langsung oleh Habibi (Menristek: kala itu).
Arti dari cerita canda di atas adalah bahwa
masyarakat Massepe pernah mempunyai obsesi besar ingin mengembangkan kreasi
panre bessi (seni besi) warisan nenek moyang mereka. Tetapi kini, sejalan
dengan perkembangan teknologi maka banyak dari produl-produk besi dari Massepe
tersebut tidak dapat diproduksi lagi karena sudah ditinggal oleh konsumen
tradisionalnya yang beralih ke produk lain yang lebih maju dan menguntungkan
dari berbagai hal. Contoh kecil adalah alat bajak sawah sekarang tidak dapat di
produksi lagi karena jelaslah dari mana-mana oleh produk teknologi modern
sekelas traktor dan sejenisnya.
Dan masih banyak produk-produk tradisional
Masseppe yang sulit untuk dikembangkan lagi karena persaingan dengan produk sejenis
yang sangat ketat. Oleh karena itu, jika kita menginginkan budaya panre bessi
di Massepe tetap eksis maka harus segera dibenahi menejemennya dan wajib direvitalisasi.
6.
Lise Panre Ada (Seni Bersilat Lidah):
Lise adalah desa kecil berada sekitar 13 Km
dari kota Pangkajene, dulu transportasi darat masuk ke Lise hanya bisa melewati
Bilokka saja tapi kini orang sudah bisa menembusnya melalui Amparita melewati
Teteaji, atau masuk dari Massepe tembus ke Lise langsung. Desa Lise dikenal
masyarakat luas khususnya di Sulawesi Selatan karena keahliannya membuat
kata-kata spontanitas yang cerdas dan tepat, atau “panre ada” (ahli bersilat
lidah) misalnya ketika ditanya: Kenapa kamu menebang pisang kami? Orang Lise
spontan menjawab: Karena saya tidak sanggup mencabutnya.
Kata “Lise” berasal dari Bahasa Bugis yang
berarti isi/ berisi, mungkin karena kata-kata spontanitas yang keluar dari
mulut masyarakatnya dianggap selalu berisi sehingga mereka disebut “To Lise/ To
Malise”. Tetapi sesungguhnya masyarakat Lise bukan saja ahli bersilat lidah,
mereka juga terkenal masyarakat pekerja keras hanya saja mereka tidak mempunyai
kreasi massal sehingga tidak disebut panre seni tertentu seperti Massepe, namun
hampir semua seni orang Lise bisa mengerjakannya.
7.
Bilokka Panre Tana (Seni Terracotta):
Bilokka adalah kota kecil berada sekitar 15 Km
dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng, Bilokka masyhur dengan
panre tana (seni kerajinan terracotta). Industri kerajinan terracotta dari
daerah ini – sangat disayangkan – tidak lagi menjdia primadona yang dapat
menopang kehidupan masyarakat pengerajin,
bahkan seni kerajinan terracotta di Bilokka nyaris sudah ditinggalkan oleh
generasi sekarang kalau tidak dikatakan punah.
Bagaimana tidak, produk-produk unggulan yang
diwarisi dari nenek moyang mereka turun-temurun, seperti tempayan, kendi, panci
tanah, penggorengan tanah, tungku, dan alat-alat rumah tangga tradisional
lainnya, kini tidak dicari pasar lagi karena sudah digantikan oleh alat-alat
rumah tangga yang lebih canggih, simpel, praktis, aman yang terbuat dari
bahan-bahan ramah lingkungan, dan relatif lebih murah/ ekonomis. Jadi praktis
produk-produk utama dari Bilokka ditinggalkan oleh konsumen tradisionalnya dan
tentu tidak bisa di produksi lagi.
Oleh kerena itu, perlu segera ditolong
industri kerajinan panre dari Bilokka ini jika kita tidak ingin bernasib tragis
dan mengalami kepunahan. Hendaknya
benahi menejemennya dan dikembangkan produksi-produksinya yang lebih
kreatif, inovatif, multi-fungsi dan dibutuhkan oleh konsumen/ masyarakat
modern. Wajib direvitalisasi.
TUJUAN dan SASARAN
Tujuan rekavitalisasi budaya panre di
Kabupaten Sidrap selain melestarikan kreatifitas seni masyarakat yang sudah
berlangsung turun-menurun, juga dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya
manusia (SDM) yang tangguh, kreatif, produktif dan mampu memajukan industri-industri
seni yang berwawasan kerakyatan, membuat lapangan kerja baru, menciptakan
inovasi-inovasi mutakhir dalam bidang kerajinan yang ditekuni, dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Tujuan rekavitalisasi ini juga dimaksudkan untuk
menggenjot daya saing industri-industri kerajinan masyarakat dan menarik banyak
pengunjung, wisatawan dan investor sehingga dapat menambah pendapatan daerah
serta menciptakan daerah-daerah tujuan wisata baru.
Jika ingin diinventarisir secara seksama maka
setidaknya ada 7 (tujuh) tujuan dan sasaran utama revitalisasi budaya panre di
Kabupaten Sidrap, yaitu sebagai berikut:
·
Pertama: Melestarikan Budaya Panre dan Menghidupkan
Kembali Daerah Panre yang Tidak Produktif Lagi/ Mati; Budaya Panre di Kabupaten
Sidrap merupakan warisan masa lalu yang harus diselamatkan dari berbagai
ancaman kepunahan, terutama dengan kemajuan sains dan teknologi dewasa ini. Produk-produk
lama yang tidak berinovasi sudap pasti akan tergusur oleh produk-produk baru
sejenis yang lebih kreatif, praktis, simpel dan multi-fungsi.
Contoh simpel pada kasus ini adalah
produk-produk kerajinan batu dari Allekkuang, misalnya: Ulekang dan alat
penggiling tepung bersa serta rempah-rempah sudah digatikan funsinya oleh
produk blender atau mixer dan produk sejenis yang lebih canggih; Batu nisan sudah
bisa digantikan dengan produk baru yang lebih praktis dan juga mempunyai nilai
seni yang sama bahkan lebih indah seperti dari bahan semen, kayu, perak dan
logam lain yang mudah di desain. Maka jika para panre batu di Allekkuang tidak
mengembangkan kreatifitas dan menciptakan inovasi-inovasi baru yang lebih
berorientasi pasar selain batu nisan dan ulekan seperti di atas maka dipastikan
hanya menunggu waktu saja untuk punah dari peredaran.
Bahkan lebih parah lagi yang di alami oleh
para panre (pengrajin) produk tanah liat di Bilokka, mayoritas produk dari
tanah liat yang dahulu di hasilkan dari masyarakat Bilokka kini tidak/ langka
diketemukan lagi di pasar-pasar tradisional apalagi pasar modern, seperti: Tempayan,
kendi, panci tanah, penggorengan tanah, pot bunga, tungku, dan lain-lain.
Semuanya sudah digantikan oleh produk-produk sejenis dari bahan-bahan seperti
plastik, fiber, alumunium, stainless dan lain-lain yang lebih simpel, praktis,
tahan lama, aman, dan ekonomis.
Oleh Karena itu, dan demi mempertahankan serta
melestarikan budaya panre yang semakin menurun kualitas, kuantitas dan minim
inovasi serta item-itemnya maka perlu segera revitalisasi budaya panre di
kabupaten Sidrap.
·
Kedua: Mengembangkan Kreatifitas Pengrajin Seni
Lokal untuk Lebih Inovatif Multi-kreasi; Seperti penulis jelaskan sebelumnya
bahwa sektor pengembangan kreatifitasi lokal dan upaya menciptakan
inovasi-inovasi baru di kalangan panre (pengrajin) yang paling mendesak untuk
segera dibenahi, jika kita tidak ingin budaya panre yang unik di Kabupaten
Sidrap ini mengalami kepunahan tragis sebagaimana nasib yang menimpa jutaan
jenis budaya dunia lainnya.
Di Allekkuang misalnya, budaya panre batu
tidak lagi menjadi profesi yang membanggakan ditempatnya, bahkan telah banyak
ditinggalkan pengrajin beralih ke profesi lain yang lebih menjanjikan secara
finansial seperti beternak ayam potong dan petelur yang sekarang diminati
masyarakat Allekuang dan sekitarnya. Karena produk-produk andalan yang
dihasilkan oleh para panre batu daerah ini, yang merupakan karya warisan
turun-temurun dari nenek moyang mereka seperti batu nisan dan ulekan tidak lagi
banyak diminati konsumen.
Belum lagi beberapa produk andalan dari para
panre (pengrajin) tanah liat di Bilokka seperi tempayan, kendi, panci tanah,
tungku tanah dan lain-lain terpaksa harus berhenti produk karena tidak laku
lagi di pasar. Begitu juga beberapa produk yang tadinya primadona dari para
panre (pengrajin) besi di Massepe mengalami nasib serupa, seperti produk alat
bajak sawah yang digantikan oleh traktor; pisau dan parang potong daging atau
sayuran kini telah digantikan oleh alat sejenis dari bahan stainles yang lebih
bagus dan ramah lingkungan serta harga yang relatif lebih murah dari pada
produk pisau dari Massepe. Dan panre aju (pengrajin kayu) dari Amparita
sekarang sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan kerajinan dari Jepara.
Serta budaya-budaya panre yang lain di Kabupaten Sidrap yang juga telah
mengalami kemunduran parah.
Sasaran, untuk menjaga budaya-budaya panre
yang unik di kabupaten Sidrap ini dari ancaman kepunahan, maka tidak ada
pilihan kecuali harus mengembangkannya agar dapat bersaing dengan produk-produk
mutakhir hasil teknologi modern. Salah satu usaha itu adalah membuat
inovasi-inovasi baru yang lebih indah, kreatif dan multifungsi. Panre batu di
Allekkuang misalnya bisa menciptakan beberapa inovasi baru selain item-item
batu nisan dan ulekan yang sudah ada sebelumnya, yaitu dengan mencitakan item-item baru yang
multi-fungsi, lebih cenderung kecorak seni dan keindahan, antara lain seperti:
1.
Table kaligrafi dan dekorasi dari batu Allekkuang
2.
Patung Nene Mallomo dan Filsafat “Taro Ada
Taro Gau”-nya
3.
Asbak, vas bunga dan aksesori lain dari batu
Allekkuang
4.
Patung-patung binatang, burung, dan jenis
satwa atau ikan langka yang ada di Sidrap dari materi batu Allekkuang
5.
Fontain (Air mancur) dan Waterfall (air
terjun)
6.
Dan lain-lain....
·
Ketiga: Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pewaris budaya; Dengan pengembangan yang intensif yang dilakukan pada ketujuh
budaya panre yang ada secara berkala, maka otomatis dibutuhkan skill-skill baru
yang terampil dan produktif dibidangnya. Oleh karena itu perlu melakukan
pembinaan secara massal pada tujuh wilayah panre tersebut, khusus panre batu
harus membina skill baru dari putra-putra daerah yang berbakat dan mengirim
mereka ke daerah-daerah pengrajin batu di Bali untuk menimba ilmu dan pengalaman,
dan kemudian mengembangkannya di Allekkuang jika sudah pulang.
Panre (pengrajin) kayu dari Amparita harus
dikembangkan pula dengan membuat binaan-binaan baru dan mengirimnya untuk
mengambil pengalaman ke daerah Jepara dan Bali atau daerah-daerah terkenal
pengraji seni kreasi kayu di nusantara bahkan ke luar negeri. Sehingga
produk-produk kerajinan kayu dari Amparita semakin berinovasi, dan bisa
bersaing dengan produk-produk sejenis dari daerah-daerah lain serta bisa
menembus pasar-pasar nasional dan mancanegara.
Begitu juga panre (pengrajin) tanah dari
Bilokka harus berkembang pula seperti Allekkuang dan Amparita. Bilokka harus
menjadi pusat kerajinan seni Terracotta terbesar di kawasan, oleh karena itu
perlu berkembang dan berinovasi serta memotifasi skill baru dari
generasi-genarasi daerah yang ada untuk dibina dan disekolahkan.
Demikian halnya Massepe dan daerah-daerah
panre lainnya di kabupaten Sidrap ini, semuanya harus mempersiapkan SDM yang
handal, kreatif dan inovatif untuk memajukan budaya-budaya panre di wilayah
masing-masing. Dan dengan demikian juga kita telah berkontribusi menciptakan
lapangan-lapagan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat serta membantu
meningkatkan penghasilan masyarakat.
·
Keempat: Mencari peluang pasar lebih luas; yaitu bisa
melalui promosi, membuka beberapa showroom kerajinan seni tinggi, dan mengadakan
pameran-pameran seni tunggal, serta mengikuti event-event pameran seni skala
besar nasional dan internasional. Hal ini bisa diaplikasikan melalui program
rumah budaya yang akan didirikan oleh
Tim Peduli Budaya panre Kabupaten Sidrap ini.
·
Kelima: Menggali potensi seni kerajinan masyarakat
Sidrap lainnya yang bisa dikembangkan bersaing dengan kerajinan panre yang
sudah ada. Termasuk dalam kategori ini adalah menghidupkan kembali seni menenun
sarung sutara, merajut jaring ikan dengan berbagai inovasinya seperti yang
pernah dikembangkan masyarakat Ajatappareng masa lalu khususnya di Teteaji.
Begitu pula menangkap ikan dan mengelola hasil
danau seperti kegiatan masyarakat pesisir danau Sidenreng terutama di Wette-E.
Dan usaha-usaha budidaya jenis-jenis ikan yang sudah langka dan terancam punah
di danau Sidenreng, serta potensi-potensi seni kerajinan yang ada di daerah
Sidrap.
·
Keenam: Menjadikan Kabupaten Sidrap sebagai tujuan
wisata baru nasional sekelas Bali; Mengeksploritasi potensi-potensi wisata yang
dapat menarik banyak pengunjung wisata lokal dan mancanegara.
Secara geografis Kabupaten Sidrap terletak di
poros menuju ke Kabupaten Tanah Toraja (Tator), yaitu daerah tujuan wisata
terbesar di Sulawesi bahkan di Indonesia bagian timur pada umumnya, hal ini
sangat memungkinkan daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap mendapatkan
kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara yang lewat menuju tujuan Totar dan
daerah-daerah lain yang harus melewati Sidrap.
Disamping itu, di daerah Kabupaten Sidrap juga
cukup memenuhi standard untuk menjadi tujuan wisata pavorit bagi wisatawan
lokal dan mancanegara; dari segi wisata alamnya maka Kabupaten Sidrap mempunyai
daerah-daerah yang sangat indah dan eksotis seperti pegunungannya yang indah,
danau nan jernih, areal persawahan nan luas.
Wisata pantai yang juga menjadi impian para
wisatawan terutama dari mancanegara maka ada pantai Lumpu-E sangat dekat dari
Kabupaten Sidrap yang bisa dikunjungi para wisatawan tersebut; wisata seni kerajinan
sangat menjanjikan di daerah ini; dan wisata budaya serta tradisi yang dimiliki
daerah Ajangtappareng sangat kaya. Semua potensi itu sangat diminati oleh
wisatawan dan para pencari keindahan dari berbagai penjuru.
Kemudian masih banyak lagi potensi wisata yang
harus dikembangkan di daerah ini sebut saja antara lain misalnya:
ü Wisata Danau:
ü Wisata Lomba
Perahu Panjang di Teteaji:
ü Wisata Kuliner
Hasil Danau di Tanrutedong dan Wette-E:
ü Wisata Gunung
Allekkuang:
ü Wisata Gunung
Lowa:
ü Wisata Budaya
Parriyamang:
ü Wisata Air
Panas/ Belerang di Massepe:
ü Wisata Kapal
Terbang di Massepe:
ü DLL,,,,
·
Ketujuh: Menjadikan Kabupaten Sidrap sebagai tujuan investor
potensial nasional dan internasional. Tentu saja program itu tidak bisa
terlaksana begitu saja tanpa usaha keras dan didukung oleh tim yang solid. Oleh
karena itu, Tim wajib bekerja maksimal, komitmen melaksanakan semua program
yang telah dicanangkan tahap demi tahap dengan rapih, teliti dan bertanggung
jawab.
Dengan demikian, segala program prioritas tim
mencapai hasil yang menakjubkan sehingga daerah-daerah panre di Kabupaten
Sidrap mengalami kemajuan yang menggembirakan dan digemari oleh para konsumen
dan wisatawan berbagai kalangan, lalu jika semua itu tercapai dengan memuaskan
maka investor pun akan masuk dengan sendirinya menanamkan modalnya di
daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap.
Dari ketujuh tujuan dan sasaran utama diatas,
maka kami menyusun suatu Rencana Aksi sebagai bagian dari Kerangka Acuan dan
pedoman yang harus diikuti oleh Tim dalam menjalankan tugas dan misinya yang
meliputi Program Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang yang dianggap akan mampu memajukan budaya
panre ke depan dan kemajuan seni dan wisata Kabupaten Sidrap.
RENCANA AKSI
Rencana Aksi merupakan implementasi dan
realisasi dari tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh Tim dalam rangka
memajukan budaya panre di Kabupaten Sidrap
yang terdiri dari program-program sebagai berikut:
PROGRAM JANGKA PENDEK/ MENENGAH:
Program Jangka Pendek/ menengah meliputi:
IMPLEMENTASI
PROGRAM KERJA TIM REVITALISASI BUDAYA PANRE:
Berdasarkan Hasil Pertemuan Perdana Tim Revitalisasi
Budaya Panre (TRBP) yang diselenggarakan di Makassar pada tanggal 1 - 2 Desember
2013 di Makassar telah
disepakati Program Kerja TIM yang dibagi ke dalam 3 (tiga) Tim itu, yaitu: Tim
Survey Lokasi, Tim Perencanaan dan Pengembangan, dan Tim Promosi dan Pemasaran.
Masing-masing Tim memiliki tugas yang harus dijalankan sesuai dengan jadwal waktu
sebagaimana tertuang dalam matrix lampiran. Adapun program tersebut sebagai
berikut:
A.
TIM SURVEY LOKASI PANRE:
Mensurvey 4 (empat) daerah panre (kerajinan)
unggulan masyarakat Kabupaten Sidrap, yaitu sebagai berikut:
1.
Allekkuang:
·
Menciptakan Komunitas Panre Batu Binaan
·
Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Batu
Unggulan
·
Mendesain Kerajinan-Kerajinan Batu yang
inovatif sesuai kebutuhan pasar
·
Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·
Membina pengrajin potensial dan mengirim ke
Bali untuk belajar
·
Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk
baru
2.
Amparita:
·
Membuat Komunitas Panre Kayu Binaan
·
Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Kayu
Unggulan
·
Mendesain Kerajinan Kayu yang inovatif sesuai
kebutuhan pasar
·
Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·
Membina pengrajin potensial dan mengirim ke Jepara
untuk belajar
·
Membuat alat oven kayu
·
Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk
baru
3.
Massepe:
·
Membuat Komunitas Panre Bessi Binaan
·
Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Bessi
Unggulan
·
Mendesain Kerajinan Bessi yang inovatif sesuai
kebutuhan pasar
·
Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·
Membina pengrajin potensial dan mengirim ke
Bali untuk belajar
·
Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk
baru
4.
Bilokka:
·
Membuat Komunitas Panre Tanah (Pengrajin Terra
Cotta) Binaan
·
Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Terra
Cotta Unggulan
·
Mendesain Kerajinan Terracotta yang inovatif
sesuai kebutuhan pasar
·
Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·
Membina pengrajin potensial dan mengirim ke
Bali untuk belajar
·
Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk
baru
B.
TIM PROMOSI dan PEMASARAN:
·
Mendirikan Rumah Budaya Multi-Panre
·
Membuat Show-Room
·
Membuat Katalog Master
·
Mengadakan Pameran Seni Budaya
·
Mebuat Web Site
·
Menggalang jaringan luas
C.
TIM PERENCANAAN dan PENGEMBANGAN:
·
Mengadakan Seminar Nasional dan Internasional
Tentang Pemeliharaan Seni dan Budaya Rakyat
·
Mengadakan Kajian dan Studi Komperatif Tentang
Pengembangan Seni Budaya Rakyat
·
Mendirikan Sekolah Seni dan budaya Panre
·
Membuka Tempat wisata baru di daerah panre
(kerajinan) di Kaki Gunung Allekkuang dan lokasi miniatur pesawat terbang di
massepe, dll,,,
·
Merekayasa wisata alam dan kuliner di sekitar
danau Sidenreng
·
Menjadikan daerah-daerah panre di Sidrap
sebagai pasar seni yang unik di kelasnya
PROGRAM JANGKA PANJANG:
Program jangka panjang yang ingin dicapai Tim
Revitalisasi Budaya Panre di Kabupaten Sidrap mencakup proyek-proyek besar
ambisius untuk memacu laju perkembangan daerah, mensejahterakan dan memakmurkan
masyarakat, serta yang paling penting adalah melestarikan dan memajukan budaya
panre yang nyaris punah termakan masa di daerah ini, proyek-proyek ambisius itu
meliputi hal-hal, sebagai berikut:
A.
RUMAH BUDAYA UNIK:
Salah satu tujuan ambisius program ini adalah
menjadikan daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap sebagai rumah budaya yang
unik, di mana setiap anggota komunitas di daerah panre tertentu menggantungkan
hidupnya pada seni kerajinan yang digelutinya, berusaha meningkatkan kualitas
dan kuantitas produknya, berlomba menciptakan kreasi dan inovasi-inovasi
unggulan dibidang kerajinannya sehingga setiap daerah panre mampu menarik minat
konsumen sebanyak mungkin setiap hari. Dan giat mencari pasar seluas-luasnya untuk
menawarkan hasil karyanya.
Dengan demikian, maka setiap pengunjung yang
datang ke salah satu daerah panre tersebut akan tercengang menyaksikan
pemandangan yang eksotis di mana satu komunitas menjelma jadi satu rumah budaya
yang paripurna dan unik, berjejer di dalamnya showroom-showroom mungil milik
anggota komunitas sepanjang jalan menawarkan berbagai macam produk seni panre
yang cantik-cantik meransang kocek para pengunjung untuk membelinya. Dan di
pusat kota setiap daerah panre berdiri kokoh sebuah rumah budaya besar, unik
dan etnik mencirikan tradisi panre yang dimiliki komunitas masing-masing.
B.
WORK SHOP PERMANEN:
Program ini juga bertujuan merangsang animo
para panre (pengrajin) setiap daerah untuk bersaing mendirikan
workshop-workshop permanen canggih yang dilengkapi dengan tenaga-tenaga ahli dan
pengrajin yang terampil, kreatif dan inovatif. Memiliki segala fasilitas
sarana, prasarana dan alat-alat panre (kerajinan) yang canggih, aman serta
menjamin kenyamanan panre dan pengunjung sehingga setiap workshop tersebut
menjadi media demo para panre mengekspresikan keterampilannya dan mengundang
perhatian para pengunjung.
Hingga tidak saja menarik untuk dibeli karya
seninya tetapi juga asyik menontonnya. Dengan demikian, jika suasana-suasana workshop
yang ada di setiap daerah panre sudah tercipta sedemikian itu maka dipastikan
pamor daerah-daerah panre akan cepat tersebar keberbagai pelosok sehingga
mengundang pengunjung para pencinta seni akan berdatangan dengan sendirinya.
Tentunya pasar panre di seluruh daerah di
Kabupaten Sidrap semakin ramai dibanjiri pengunjung setiap hari, bahkan para
investor pun – diundang atau tidak – pasti akan masuk menanamkan modalnya keberbagai
bidang seni panre tertentu yang diminati, maka dunia bisnis wisata budaya panre
di Sidrap ini memasuki pintu kesohorannya dengan sangat lebar secara nasional
dan internasional.
C.
SHOWROOM MODERN:
Showroom modern merupakan gerbang pertama
memasuki dunia promosi bisnis live yang akan merangsang minat konsumen untuk
mengetahui dan membeli produk seni tertentu. Oleh karena itu, di antara proyek
ambisius dari program Tim ini adalah mendirikan showroom-showroom modern di
pusat-pusat bisnis kawasan dan nasional, khususnya di kota-kota besar Sulawesi
dan bandara-bandara nasional/ internasional sehingga pengunjung/ konsumen dapat
dengan mudah melihatnya di mana saja mereka berada.
D.
PASAR SENI INTERNATIONAL:
Selain menyemarakkan showroom-showroom modern five
star sebagaimana dijelaskan di atas, proyek lain Tim Revitalisasi Budaya
Panre ini adalah sebuah pasar seni budaya bertaraf internasional di tengah
pusat bisnis dan wisata potensial di daerah Ajatappareng (Sidrap) sehingga
mampu meraup banyak pengunjung dari para pecinta seni dan wisatawan lokal serta
mancanegara.
Disamping itu, Tim juga bertujuan mengadakan
pameran tunggal dan pertunjukan-pertunjukan seni budaya panre khas dari Sidrap
diberbagai kota penting nasional khususnya pameran INACRAFT yang setiap tahun
diselenggerakan oleh Jakarta Expo Center (JEC) di Kemayoran – Jakarta Pusat.
Dan mengikuti berbagai pameran di kota-kota penting mancanegara seperti Dubai
Expo, La Foire Internationale de Casablanca – Morocco, dan lain-lain.
E.
DAERAH TUJUAN WISATA DAN SENI BUDAYA:
Program yang paling besar dan ambisius yang
ingin dicapai Tim Revitalisasi Budaya Panre ini adalah menjadikan kawasan
Ajatappareng khususnya Kabupaten Sidrap sebagai tujuan wisata favorit lokal dan
mancanegara, kampung industri yang produktif dan kreatif, serta pasar seni
budaya yang tersohor nasional dan internasional.
Oleh karena itu, proyek yang menjadi tujuan
Tim ini juga adalah menciptakan situasi kawasan Ajatappareng menjadi kondusif,
aman, damai, makmur, sejahtera dan tenteram.
Begitu juga mengeksploritas tempat-tempat wisata yang ideal khususnya di
daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap sehingga potensi sebagai kawasan wisata
dan budaya semakin kokoh.
Dan yang paling penting juga adalah merekayasa
berbagai fasilitas kenyamanan kepada para wisatawan dan pecinta seni yang memadai
di kawasan seperti Hotel berbagai taraf, resort, cafe/ restoran yang nyaman
kepada semua pengunjung. Maka disinilah peran para investor diperlukan.
F.
PANRE GRUP CENTER:
Untuk merealisasikan semua tujuan di atas maka
Tim Revitalisasi Budaya Panre perlu membuat suatu tim pendukung yang solid dan multi
talent diberi nama PANRE GRUP CENTER (PGC), sehingga bisa menjadi control
yang baik guna terlaksananya semua proyek besar tersebut, sekaligus TIM PGC ini
menjadi pusat informasi dan consultasi bagi Tim pelaksana proyek.
PENUTUP:
Program Revitalisasi Budaya Panre di Kabupaten
Sidrap ini sungguh merupakan sebuah proyek super raksasa dan terkesan sangat
ambisius, tetapi bukan berarti juga hanya pepesan kosong belaka melainkan
karena memang ada potensi dan harapan yang ingin dikembangkan. Dan tentu saja
program ini tidak akan terealisasi maksimal jika tidak didukung oleh komitmen
tinggi dan kerja keras dari tim yang solid, profesional, penuh perhitungan dan
bertanggung jawab.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada semua anggota tim dan semua pihak yang telah ikut
berpartisipasi dalam mensukseskan proyek ini, dan hanya kepada Allah SWT kami
memohonkan balasan yang setimpal. Amin.
Makassar, Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!