Jumat, Desember 20, 2013

REVITALISASI BUDAYA PANRE DI KABUPATEN SIDRAP :

BUDAYA PANRE DI KABUPATEN SIDRAP
(Daerah Panre: Pangkajenne – Allekkuag – Amparita – Teteaji – Massepe – Lise – dan Bilokka)
By: My Buku Kuning Center
MUKADDIMAH
Addatuang Sidenreng – Ajatappareng yang didirikan oleh La Mallibureng dan ketujuh orang saudaranya yang awalnya datang “sidenreng-denreng” (berjalan beriringan) membuka wanua toa ri Ajatappareng (Teteaji: sekarang), telah mengalami pasang surut dalam mengarungi sejarahnya  sekitar 4 (empat) abad lalu (1600 M) hingga sekarang. Sepanjang perjalanan itu, addatuang Sidenreng – Ajatappareng yang dikenal heroic dan memiliki budaya tinggi telah mewariskan berbagai keterampilan dan kerajinan seni diberbagai bidang, seperti seni memahat batu, menempa besi, desain terracotta, dan produk-produk seni tinggi lainnya.
 



Keterampilan-keterampilan itu telah membentuk budaya masyarakat secara turun-temurun dikenal dengan budaya panre, oleh karena itu Kabupaten Sidrap juga dikenal secara luas sebagai masyarakat panre (ahli diberbagai seni).

LATAR BELAKANG
Budaya Panre: Panre dalam Bahasa Bugis adalah ahli (tukang), atau ahli di dalam seni pembuatan produk-produk pertukangan tertentu. Misalnya seni pahat-memahat dalam produk batu dan kayu, seni menempa besi, perak dan emas, seni desain produk-produk tanah liat (terracotta), dan lain-lain. Seni-seni ini sudah menjadi keterampilan yang diwariskan turun-temurun pada komunitas-komunitas tertentu di beberapa tempat di daerah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) semenjak ratusan tahun lalu, sehingga warisan seni itu membentuk budaya masyarakat pada komunitas-komunitasnya, yang kemudian dikenal dengan budaya panre.

Kabupaten Sidrap masyhur setidaknya ada 7 (tujuh) jenis kerajinan masyarakat yang fenomenal di tujuh daerah yang berbeda, yaitu panre ulaweng (seni kerajinan emas) di Pangkajenne, panre batu (seni kerajinan batu) di Allekkuang, penre aju (seni kerajinan kayu) di Amparita, panre bessi (seni kerajinan besi) di Massepe, panre tana (seni kerajinan dari terracotta) di Bilokka, panre ada (ahli tutur kata) di Lise, dan panre guru (ahli dalam bidang agama dan sosial) di Teteaji. Di mana keahlian-keahlian tersebut telah menjadi budaya dan ciri khas masyarakat secara turun-temurun yang membuat masyarakat Kabupaten Sidrap istimewa dan membedakannya dengan Kabupaten-Kabupaten lain khususnya di Sulawsi Selatan dan di Indonesia pada umumnya.

Tujuh Budaya Panre Fenomenal
Jika di Provensi Bali dikenal daerah-daerah seperti Ubud sebagai komunitas pengrajin seni ukir kayu, Celuk daerah pengrajin perak dan emas, Kute, sanur, tabanan,,,,,,,, (tanya: Dr Rusdy), sehingga daerah-daerah tersebut masyhur dan banyak dikunjungi oleh pencinta-pencita seni, touris, dan investor-investor local dan mancanegara, serta menjadi tujuan wisata terbesar di nusantara. Maka daerah-daerah di Kabupaten Sidrap pun tidak kalah dari kekayaan seni lokal seperti yang dimiliki Bali tersebut, hanya saja daerah-daerah di Kabupaten Sidrap ini kurang tersentuh baik oleh pemerintah daerah maupun investor yang serius sehingga daerah-daerah ini tidak tereksplor dan tidak dikenal oleh masyarakat luas.

Oleh karena itu, budaya panre di Kabupaten Sidrap harus dilestarikan dan direvitalisasi agar menjadi industri-industri seni alternatif baru di negeri ini, yang mampu mengembangkan keterampilan masyarakat lokal, menarik pengunjung dan investor, dan meningkatkat kesejahteraan serta income (pendapatan) masyarakat dan daerah. Adapun daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap tersebut, sebagai berikut:

1.    Pangkajenne Panre Ulaweng (Seni Kerajinan Emas):
Pangkajene adalah ibukota Kabupaten Sidrap, terletak sekitar 270 Km di sebelah utara kota Makassar ibukota Sulawesi Selatan, poros menuju salah satu kota tujuan wisata di Sulawesi yaitu Tanah Toraja (Tator). Kota ini masyhur semenjak dahulu kala sebagai kota panre ulaweng (ahli kerajinan emas) hingga saat sekarang ini. Maka tidak heran jika di mana-mana di daerah Sulawesi kita menjumpai pengrajin emas atau perak, mayoritas mereka jika ditanya mengaku berasal dari daerah Pangkajenne di Kabupaten Sidrap.
2.    Allekkuang Panre Batu (Seni Kerajinan Batu):
Allekkuang adalah sebuah desa berada sekitar 5 Km dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng. Desa ini masyhur dengan seni kerajinan batu seperti produk-produk batu nisan, ulekan, alat penggiling tepung beras dan rempah-rempah, penyanggah pilar-pilar bagi rumah tradisional bugis, dan lain-lain. 

Tidak diketahui pasti semenjak kapan masyarakat Allekkuang menekuni kerajinan batu tersebut, tetapi melihat dari fakta sejarah yang ada nampaknya seni batu (panre batu) itu telah dilakoni oleh masyarakat setempat secara turun-temurun dalam kurun waktu yang lama, yaitu semenjak nenek moyang mereka mendiami lokasi di kaki gunung Allekkuang. Karena dari gunung itulah masyarakat Allekkuang pertama menggantungkan hidupnya dari membuat produk-produk kerajinan batu untuk berbagai keperluan masyarakat sebagai alat-alat industri potensial masa itu.

Melihat fungsi strategis yang dihasilkan dari produk-produk batu itu, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat Allekkuan – dahulu kala – memainkan peranan penting dalam memajukan perekonomian di kawasan sekitarnya, bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan sebagai raksasa ekonomi kawasan Ajangtappareng. Karena satu-satunya daerah yang memproduksi kerajinan batu di kawasan itu, di mana produk batu kala itu merupakan primadona pasar yang dibutuhkan oleh seluruh kalangan dari berbagai kegunaan, sebagai alat-alat industri utama terutama masa-masa sebelum dikenal besi sebagai alat/ sarana alternatif. 

Oleh karena itu masyarakat Allekkuang terkenal dengan semboyannya: “Matemoa to Allekkuang-E cappupi Buluq Allekkuang” (Orang Allekkuang hanya bisa mati apabila sudah habis gunung Allekkuang).  

Namun, fungsi strategis dan semboyan yang optimistis masyarakat Allekkuang itu nampaknya kini sudah mulai bergeser. Masyarakat sekarang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada industri batu sebagaimana sedia kala, bahkan sejalan dengan perkembangan jaman kerajinan batu Allekkuang semakin merosot dan mengalami kemunduran drastis. Penyebabnya sederhana, produk-produk andalan dari kerajinan batu Allekkuang tidak lagi banyak diminati konsumen tradisionalnya karena sudah menjamur produk alternatif yang jauh lebih canggih dan praktis, seperti misalnya produk ulekan sudah digantikan oleh produk canggih multi-fungsi bernama blender atau mixer.

Selain persaingan pasar yang semakin tidak seimbang di satu pihak, dan di pihak lain produk-produk kerajinan batu Allekkuang tidak mengalami perkembangan berarti, tidak kreatif dan tidak menciptakan inovasi-inovasi baru. Sehingga bukan saja budaya panre batu di Allekkuang ini hanya mengalami kemerosotan saja, bahkan sangat mungkin akan punah tergilas oleh kemajuan teknologi modern saat sekarang ini. Dengan demikian, sebelum menyesal dan terjadi hal yang tidak diinginkan tersebut, maka perlu segera diantisipasi dengan merevitalisasi budaya panre di Kabupaten Sidrap, tidak saja terbatas pada kerajinan batu di Allekkuag tapi juga pada kerajinan-kerajinanan langka lainnya di daerah ini. 

3.    Amparita Panre Aju (Seni Kerajinan Kayu):
Amparita adalah kota kecamatan yang berada sekitar 7 Km dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng. Amparita dengan memiliki hutan yang luas dengan berbagai jenis kayu terutama jenis Jati, Cendana, Miranti dan lain-lain, maka tidak heran kalau masyarakat di sana memusatkan perhatiannya dalam mendukung hidupnya pada bidang seni kerajinan kayu, selain bertani dan berkebun tentunya. Dan seni kerajinan kayulah yang menjadi penopang utama kehidupa masyarakat Amparita semenjak dahulu kala, sehingga masyarakat ini juga di kenal dengan “Panre Aju” (ahli seni kerajinan kayu).  

Kerajinan-kerajinan kayu yang di produksi di Amparita cukup bervariasi seperti kursi, meja, lemari, consul, bed set, dan lain-lain. 

4.    Teteaji Panre Guru (Ahli Bidang Agama dan Sosial):
Teteaji adalah desa kecil berada sekitar 8 Km dari kota Pangkajene sebelah selatan danau Sidenreng. Berdasarkan sejarah dan letak geografisnya yang berada dipesisir Barat-Selatan Danau Sidenreng maka Teteaji pernah memiliki peran sangat vital di kawasan pada masanya, selain sebagai kota pelabuhan yang disandari oleh berbagai jenis perahu kecil dan besar dari berbagai arah di Sulawesi, bahkan perahu-perahu besar Portugis pun tidak jarang berlabuh di dermaga Teteaji saat itu, yang membuatnya menjadi kota bisnis terbesar di kawasan.

Di samping itu Teteaji juga dikenal pusat penyebaran dakwah Islam, maka tidak heran jika jauh-jauh sebelum diberangkatkan jamaah haji di kawasan itu mereka terlebih dahulu akan diberkumpulkan di Teteaji untuk diberikan berbagai pelayanan dan perbekalan, seperti bimbingan manasik haji dan para saudagar yang datang dari daerah jauh akan menjual perdagangannya di pasar-pasar raksasa Teteaji untuk mencukupkan biaya kebutuhan perjalanannya menuju ke Tanah Suci. Maka dari sinilah nama “TETEAJI” di populerkan, yaitu dari dua suku kata: (TETE = TETTENG/ melayani) dan (AJI = HAJI), maka Teteaji adalah tempat melayani calon jamaah haji.

Maka dari fungsi besar itulah sehingga Teteaji dikenal luas sebagai masyarakat “Panre Guru” (ahli dalam bidang agama dan sosial). Tapi sebenarnya selain sebagai panre guru itu, di Teteaji juga masyhur dengan berbagai panre (kerajinan) seperti seni memintal benang dan tali, menenun sarung, merajut jaring ikan, dan lain-lain. Serta sangat disayangkan jika seni-seni utama masyarakat ini sudah tidak dikembangkan lagi oleh generasi belakangan, atau punah ditelan masa maka perlu direvitalisasi.

5.    Massepe Panre Bessi (Seni Kerajinan Besi):
Massepe adalah kota kecil berada sekitar 11 Km dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng, Massepe terkenal dengan panre bessi (seni menempa kerajinan dari besi). Tidak diketahui secara pasti sejak kapan masyarakat ini menekuni kerajinan besi, yang pasti Massepe – dahulu kala – merupakan tempat membuat dan memproduksi alat-alat peperangan yang dibutuhkan oleh tentara addatuang Sidenreng dan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti senjata, tombak, badik, parang, anak panah, dan lain-lain. 

Namun, setelah era peperangan itu berlalu maka masyarakat setempat pun mengembangkan usahanya yaitu tidak lagi terfokus memproduksi alat-alat peperangan yang semakin tidak diminati lagi tetapi menciptakan inovasi-inovasi baru multi-fungsi yang dibutuhkan dalam keperluan rumah tangga dan alat-alat pertanian serta perkebunan seperti alat bajak tanah, cangkul, linggis, parang, pisau, sabit, alat ketam, dan lain-lain.

Ada hal yang menarik di daerah panre satu ini yaitu terdapat sebuah miniatur pesat terbang unik ukuran sedang di halaman depan rumah seorang warga, penulis tidak mengetahui pasti sejak kapan miniatur pesawat langka itu di pajang di sana, yang penulis sering dengar candaan orang-orang dewasa saat itu bahwa di Massepe akan di bangun sebuah industri pembuatan pesawat terbang atau komponen-komponen tertentu dari pesawat terbang yang akan di produksi langsung oleh Habibi (Menristek: kala itu).

Arti dari cerita canda di atas adalah bahwa masyarakat Massepe pernah mempunyai obsesi besar ingin mengembangkan kreasi panre bessi (seni besi) warisan nenek moyang mereka. Tetapi kini, sejalan dengan perkembangan teknologi maka banyak dari produl-produk besi dari Massepe tersebut tidak dapat diproduksi lagi karena sudah ditinggal oleh konsumen tradisionalnya yang beralih ke produk lain yang lebih maju dan menguntungkan dari berbagai hal. Contoh kecil adalah alat bajak sawah sekarang tidak dapat di produksi lagi karena jelaslah dari mana-mana oleh produk teknologi modern sekelas traktor dan sejenisnya.

Dan masih banyak produk-produk tradisional Masseppe yang sulit untuk dikembangkan lagi karena persaingan dengan produk sejenis yang sangat ketat. Oleh karena itu, jika kita menginginkan budaya panre bessi di Massepe tetap eksis maka harus segera dibenahi  menejemennya dan wajib direvitalisasi.

6.    Lise Panre Ada (Seni Bersilat Lidah):
Lise adalah desa kecil berada sekitar 13 Km dari kota Pangkajene, dulu transportasi darat masuk ke Lise hanya bisa melewati Bilokka saja tapi kini orang sudah bisa menembusnya melalui Amparita melewati Teteaji, atau masuk dari Massepe tembus ke Lise langsung. Desa Lise dikenal masyarakat luas khususnya di Sulawesi Selatan karena keahliannya membuat kata-kata spontanitas yang cerdas dan tepat, atau “panre ada” (ahli bersilat lidah) misalnya ketika ditanya: Kenapa kamu menebang pisang kami? Orang Lise spontan menjawab: Karena saya tidak sanggup mencabutnya. 

Kata “Lise” berasal dari Bahasa Bugis yang berarti isi/ berisi, mungkin karena kata-kata spontanitas yang keluar dari mulut masyarakatnya dianggap selalu berisi sehingga mereka disebut “To Lise/ To Malise”. Tetapi sesungguhnya masyarakat Lise bukan saja ahli bersilat lidah, mereka juga terkenal masyarakat pekerja keras hanya saja mereka tidak mempunyai kreasi massal sehingga tidak disebut panre seni tertentu seperti Massepe, namun hampir semua seni orang Lise bisa mengerjakannya.

7.    Bilokka Panre Tana (Seni Terracotta):
Bilokka adalah kota kecil berada sekitar 15 Km dari kota Pangkajene arah menuju ke Kabupaten Soppeng, Bilokka masyhur dengan panre tana (seni kerajinan terracotta). Industri kerajinan terracotta dari daerah ini – sangat disayangkan – tidak lagi menjdia primadona yang dapat menopang  kehidupan masyarakat pengerajin, bahkan seni kerajinan terracotta di Bilokka nyaris sudah ditinggalkan oleh generasi sekarang kalau tidak dikatakan punah. 

Bagaimana tidak, produk-produk unggulan yang diwarisi dari nenek moyang mereka turun-temurun, seperti tempayan, kendi, panci tanah, penggorengan tanah, tungku, dan alat-alat rumah tangga tradisional lainnya, kini tidak dicari pasar lagi karena sudah digantikan oleh alat-alat rumah tangga yang lebih canggih, simpel, praktis, aman yang terbuat dari bahan-bahan ramah lingkungan, dan relatif lebih murah/ ekonomis. Jadi praktis produk-produk utama dari Bilokka ditinggalkan oleh konsumen tradisionalnya dan tentu tidak bisa di produksi lagi.

Oleh kerena itu, perlu segera ditolong industri kerajinan panre dari Bilokka ini jika kita tidak ingin bernasib tragis dan mengalami kepunahan. Hendaknya  benahi menejemennya dan dikembangkan produksi-produksinya yang lebih kreatif, inovatif, multi-fungsi dan dibutuhkan oleh konsumen/ masyarakat modern. Wajib direvitalisasi.

TUJUAN dan SASARAN
Tujuan rekavitalisasi budaya panre di Kabupaten Sidrap selain melestarikan kreatifitas seni masyarakat yang sudah berlangsung turun-menurun, juga dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh, kreatif, produktif dan mampu memajukan industri-industri seni yang berwawasan kerakyatan, membuat lapangan kerja baru, menciptakan inovasi-inovasi mutakhir dalam bidang kerajinan yang ditekuni, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Tujuan rekavitalisasi ini juga dimaksudkan untuk menggenjot daya saing industri-industri kerajinan masyarakat dan menarik banyak pengunjung, wisatawan dan investor sehingga dapat menambah pendapatan daerah serta menciptakan daerah-daerah tujuan wisata baru. 

Jika ingin diinventarisir secara seksama maka setidaknya ada 7 (tujuh) tujuan dan sasaran utama revitalisasi budaya panre di Kabupaten Sidrap, yaitu sebagai berikut:

·         Pertama: Melestarikan Budaya Panre dan Menghidupkan Kembali Daerah Panre yang Tidak Produktif Lagi/ Mati; Budaya Panre di Kabupaten Sidrap merupakan warisan masa lalu yang harus diselamatkan dari berbagai ancaman kepunahan, terutama dengan kemajuan sains dan teknologi dewasa ini. Produk-produk lama yang tidak berinovasi sudap pasti akan tergusur oleh produk-produk baru sejenis yang lebih kreatif, praktis, simpel dan multi-fungsi.
Contoh simpel pada kasus ini adalah produk-produk kerajinan batu dari Allekkuang, misalnya: Ulekang dan alat penggiling tepung bersa serta rempah-rempah sudah digatikan funsinya oleh produk blender atau mixer dan produk sejenis yang lebih canggih; Batu nisan sudah bisa digantikan dengan produk baru yang lebih praktis dan juga mempunyai nilai seni yang sama bahkan lebih indah seperti dari bahan semen, kayu, perak dan logam lain yang mudah di desain. Maka jika para panre batu di Allekkuang tidak mengembangkan kreatifitas dan menciptakan inovasi-inovasi baru yang lebih berorientasi pasar selain batu nisan dan ulekan seperti di atas maka dipastikan hanya menunggu waktu saja untuk punah dari peredaran.
Bahkan lebih parah lagi yang di alami oleh para panre (pengrajin) produk tanah liat di Bilokka, mayoritas produk dari tanah liat yang dahulu di hasilkan dari masyarakat Bilokka kini tidak/ langka diketemukan lagi di pasar-pasar tradisional apalagi pasar modern, seperti: Tempayan, kendi, panci tanah, penggorengan tanah, pot bunga, tungku, dan lain-lain. Semuanya sudah digantikan oleh produk-produk sejenis dari bahan-bahan seperti plastik, fiber, alumunium, stainless dan lain-lain yang lebih simpel, praktis, tahan lama, aman, dan ekonomis.
Oleh Karena itu, dan demi mempertahankan serta melestarikan budaya panre yang semakin menurun kualitas, kuantitas dan minim inovasi serta item-itemnya maka perlu segera revitalisasi budaya panre di kabupaten Sidrap.

·         Kedua: Mengembangkan Kreatifitas Pengrajin Seni Lokal untuk Lebih Inovatif Multi-kreasi; Seperti penulis jelaskan sebelumnya bahwa sektor pengembangan kreatifitasi lokal dan upaya menciptakan inovasi-inovasi baru di kalangan panre (pengrajin) yang paling mendesak untuk segera dibenahi, jika kita tidak ingin budaya panre yang unik di Kabupaten Sidrap ini mengalami kepunahan tragis sebagaimana nasib yang menimpa jutaan jenis budaya dunia lainnya.
Di Allekkuang misalnya, budaya panre batu tidak lagi menjadi profesi yang membanggakan ditempatnya, bahkan telah banyak ditinggalkan pengrajin beralih ke profesi lain yang lebih menjanjikan secara finansial seperti beternak ayam potong dan petelur yang sekarang diminati masyarakat Allekuang dan sekitarnya. Karena produk-produk andalan yang dihasilkan oleh para panre batu daerah ini, yang merupakan karya warisan turun-temurun dari nenek moyang mereka seperti batu nisan dan ulekan tidak lagi banyak diminati konsumen.
Belum lagi beberapa produk andalan dari para panre (pengrajin) tanah liat di Bilokka seperi tempayan, kendi, panci tanah, tungku tanah dan lain-lain terpaksa harus berhenti produk karena tidak laku lagi di pasar. Begitu juga beberapa produk yang tadinya primadona dari para panre (pengrajin) besi di Massepe mengalami nasib serupa, seperti produk alat bajak sawah yang digantikan oleh traktor; pisau dan parang potong daging atau sayuran kini telah digantikan oleh alat sejenis dari bahan stainles yang lebih bagus dan ramah lingkungan serta harga yang relatif lebih murah dari pada produk pisau dari Massepe. Dan panre aju (pengrajin kayu) dari Amparita sekarang sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan kerajinan dari Jepara. Serta budaya-budaya panre yang lain di Kabupaten Sidrap yang juga telah mengalami kemunduran parah.
Sasaran, untuk menjaga budaya-budaya panre yang unik di kabupaten Sidrap ini dari ancaman kepunahan, maka tidak ada pilihan kecuali harus mengembangkannya agar dapat bersaing dengan produk-produk mutakhir hasil teknologi modern. Salah satu usaha itu adalah membuat inovasi-inovasi baru yang lebih indah, kreatif dan multifungsi. Panre batu di Allekkuang misalnya bisa menciptakan beberapa inovasi baru selain item-item batu nisan dan ulekan yang sudah ada sebelumnya,  yaitu dengan mencitakan item-item baru yang multi-fungsi, lebih cenderung kecorak seni dan keindahan, antara lain seperti:
1.    Table kaligrafi dan dekorasi dari batu Allekkuang
2.    Patung Nene Mallomo dan Filsafat “Taro Ada Taro Gau”-nya
3.    Asbak, vas bunga dan aksesori lain dari batu Allekkuang
4.    Patung-patung binatang, burung, dan jenis satwa atau ikan langka yang ada di Sidrap dari materi batu Allekkuang
5.    Fontain (Air mancur) dan Waterfall (air terjun)
6.    Dan lain-lain....

·         Ketiga: Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Pewaris budaya; Dengan pengembangan yang intensif yang dilakukan pada ketujuh budaya panre yang ada secara berkala, maka otomatis dibutuhkan skill-skill baru yang terampil dan produktif dibidangnya. Oleh karena itu perlu melakukan pembinaan secara massal pada tujuh wilayah panre tersebut, khusus panre batu harus membina skill baru dari putra-putra daerah yang berbakat dan mengirim mereka ke daerah-daerah pengrajin batu di Bali untuk menimba ilmu dan pengalaman, dan kemudian mengembangkannya di Allekkuang jika sudah pulang.
Panre (pengrajin) kayu dari Amparita harus dikembangkan pula dengan membuat binaan-binaan baru dan mengirimnya untuk mengambil pengalaman ke daerah Jepara dan Bali atau daerah-daerah terkenal pengraji seni kreasi kayu di nusantara bahkan ke luar negeri. Sehingga produk-produk kerajinan kayu dari Amparita semakin berinovasi, dan bisa bersaing dengan produk-produk sejenis dari daerah-daerah lain serta bisa menembus pasar-pasar nasional dan mancanegara.
Begitu juga panre (pengrajin) tanah dari Bilokka harus berkembang pula seperti Allekkuang dan Amparita. Bilokka harus menjadi pusat kerajinan seni Terracotta terbesar di kawasan, oleh karena itu perlu berkembang dan berinovasi serta memotifasi skill baru dari generasi-genarasi daerah yang ada untuk dibina dan disekolahkan.
Demikian halnya Massepe dan daerah-daerah panre lainnya di kabupaten Sidrap ini, semuanya harus mempersiapkan SDM yang handal, kreatif dan inovatif untuk memajukan budaya-budaya panre di wilayah masing-masing. Dan dengan demikian juga kita telah berkontribusi menciptakan lapangan-lapagan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat serta membantu meningkatkan penghasilan masyarakat.

·         Keempat: Mencari peluang pasar lebih luas; yaitu bisa melalui promosi, membuka beberapa showroom kerajinan seni tinggi, dan mengadakan pameran-pameran seni tunggal, serta mengikuti event-event pameran seni skala besar nasional dan internasional. Hal ini bisa diaplikasikan melalui program rumah budaya  yang akan didirikan oleh Tim Peduli Budaya panre Kabupaten Sidrap ini.

·         Kelima: Menggali potensi seni kerajinan masyarakat Sidrap lainnya yang bisa dikembangkan bersaing dengan kerajinan panre yang sudah ada. Termasuk dalam kategori ini adalah menghidupkan kembali seni menenun sarung sutara, merajut jaring ikan dengan berbagai inovasinya seperti yang pernah dikembangkan masyarakat Ajatappareng masa lalu khususnya di Teteaji.
Begitu pula menangkap ikan dan mengelola hasil danau seperti kegiatan masyarakat pesisir danau Sidenreng terutama di Wette-E. Dan usaha-usaha budidaya jenis-jenis ikan yang sudah langka dan terancam punah di danau Sidenreng, serta potensi-potensi seni kerajinan yang ada di daerah Sidrap.

·         Keenam: Menjadikan Kabupaten Sidrap sebagai tujuan wisata baru nasional sekelas Bali; Mengeksploritasi potensi-potensi wisata yang dapat menarik banyak pengunjung wisata lokal dan mancanegara.
Secara geografis Kabupaten Sidrap terletak di poros menuju ke Kabupaten Tanah Toraja (Tator), yaitu daerah tujuan wisata terbesar di Sulawesi bahkan di Indonesia bagian timur pada umumnya, hal ini sangat memungkinkan daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap mendapatkan kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara yang lewat menuju tujuan Totar dan daerah-daerah lain yang harus melewati Sidrap.
Disamping itu, di daerah Kabupaten Sidrap juga cukup memenuhi standard untuk menjadi tujuan wisata pavorit bagi wisatawan lokal dan mancanegara; dari segi wisata alamnya maka Kabupaten Sidrap mempunyai daerah-daerah yang sangat indah dan eksotis seperti pegunungannya yang indah, danau nan jernih, areal persawahan nan luas.
Wisata pantai yang juga menjadi impian para wisatawan terutama dari mancanegara maka ada pantai Lumpu-E sangat dekat dari Kabupaten Sidrap yang bisa dikunjungi para wisatawan tersebut; wisata seni kerajinan sangat menjanjikan di daerah ini; dan wisata budaya serta tradisi yang dimiliki daerah Ajangtappareng sangat kaya. Semua potensi itu sangat diminati oleh wisatawan dan para pencari keindahan dari berbagai penjuru.
Kemudian masih banyak lagi potensi wisata yang harus dikembangkan di daerah ini sebut saja antara lain misalnya:
ü  Wisata Danau:
ü  Wisata Lomba Perahu Panjang di Teteaji:
ü  Wisata Kuliner Hasil Danau di Tanrutedong dan Wette-E:
ü  Wisata Gunung Allekkuang:
ü  Wisata Gunung Lowa:
ü  Wisata Budaya Parriyamang:
ü  Wisata Air Panas/ Belerang di Massepe:
ü  Wisata Kapal Terbang di Massepe: 
ü  DLL,,,,

·         Ketujuh: Menjadikan Kabupaten Sidrap sebagai tujuan investor potensial nasional dan internasional. Tentu saja program itu tidak bisa terlaksana begitu saja tanpa usaha keras dan didukung oleh tim yang solid. Oleh karena itu, Tim wajib bekerja maksimal, komitmen melaksanakan semua program yang telah dicanangkan tahap demi tahap dengan rapih, teliti dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, segala program prioritas tim mencapai hasil yang menakjubkan sehingga daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap mengalami kemajuan yang menggembirakan dan digemari oleh para konsumen dan wisatawan berbagai kalangan, lalu jika semua itu tercapai dengan memuaskan maka investor pun akan masuk dengan sendirinya menanamkan modalnya di daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap.

Dari ketujuh tujuan dan sasaran utama diatas, maka kami menyusun suatu Rencana Aksi sebagai bagian dari Kerangka Acuan dan pedoman yang harus diikuti oleh Tim dalam menjalankan tugas dan misinya yang meliputi Program Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang  yang dianggap akan mampu memajukan budaya panre ke depan dan kemajuan seni dan wisata Kabupaten Sidrap. 

RENCANA AKSI
Rencana Aksi merupakan implementasi dan realisasi dari tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh Tim dalam rangka memajukan budaya panre di Kabupaten Sidrap  yang terdiri dari program-program sebagai berikut:

PROGRAM JANGKA PENDEK/ MENENGAH:
Program Jangka Pendek/ menengah meliputi: 

IMPLEMENTASI PROGRAM KERJA TIM REVITALISASI BUDAYA PANRE:
Berdasarkan Hasil Pertemuan Perdana Tim Revitalisasi Budaya Panre (TRBP) yang diselenggarakan di Makassar pada tanggal 1 - 2 Desember 2013 di Makassar  telah disepakati Program Kerja TIM yang dibagi ke dalam 3 (tiga) Tim itu, yaitu: Tim Survey Lokasi, Tim Perencanaan dan Pengembangan, dan Tim Promosi dan Pemasaran. Masing-masing Tim memiliki tugas yang harus dijalankan sesuai dengan jadwal waktu sebagaimana tertuang dalam matrix lampiran. Adapun program tersebut sebagai berikut:

A.   TIM SURVEY LOKASI PANRE:
Mensurvey 4 (empat) daerah panre (kerajinan) unggulan masyarakat Kabupaten Sidrap, yaitu sebagai berikut:
1.    Allekkuang:
·         Menciptakan Komunitas Panre Batu Binaan
·         Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Batu Unggulan
·         Mendesain Kerajinan-Kerajinan Batu yang inovatif sesuai kebutuhan pasar
·         Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·         Membina pengrajin potensial dan mengirim ke Bali untuk belajar
·         Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk baru
2.    Amparita:
·         Membuat Komunitas Panre Kayu Binaan
·         Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Kayu Unggulan
·         Mendesain Kerajinan Kayu yang inovatif sesuai kebutuhan pasar
·         Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·         Membina pengrajin potensial dan mengirim ke Jepara untuk belajar
·         Membuat alat oven kayu
·         Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk baru
3.    Massepe:
·         Membuat Komunitas Panre Bessi Binaan
·         Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Bessi Unggulan
·         Mendesain Kerajinan Bessi yang inovatif sesuai kebutuhan pasar
·         Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·         Membina pengrajin potensial dan mengirim ke Bali untuk belajar
·         Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk baru
4.    Bilokka:
·         Membuat Komunitas Panre Tanah (Pengrajin Terra Cotta) Binaan
·         Membuat Katalog Untuk Desain Kerajinan Terra Cotta Unggulan
·         Mendesain Kerajinan Terracotta yang inovatif sesuai kebutuhan pasar
·         Mendirikan Showroom untuk memajang desain baru
·         Membina pengrajin potensial dan mengirim ke Bali untuk belajar
·         Mendirikan workshop untuk mengembangkan produk baru

B.   TIM PROMOSI dan PEMASARAN:
·         Mendirikan Rumah Budaya Multi-Panre
·         Membuat Show-Room
·         Membuat Katalog Master
·         Mengadakan Pameran Seni Budaya
·         Mebuat Web Site
·         Menggalang jaringan luas

C.   TIM PERENCANAAN dan PENGEMBANGAN:
·         Mengadakan Seminar Nasional dan Internasional Tentang Pemeliharaan Seni dan Budaya Rakyat
·         Mengadakan Kajian dan Studi Komperatif Tentang Pengembangan Seni Budaya Rakyat
·         Mendirikan Sekolah Seni dan budaya Panre
·         Membuka Tempat wisata baru di daerah panre (kerajinan) di Kaki Gunung Allekkuang dan lokasi miniatur pesawat terbang di massepe, dll,,,
·         Merekayasa wisata alam dan kuliner di sekitar danau Sidenreng
·         Menjadikan daerah-daerah panre di Sidrap sebagai pasar seni yang unik di kelasnya

PROGRAM JANGKA PANJANG:
Program jangka panjang yang ingin dicapai Tim Revitalisasi Budaya Panre di Kabupaten Sidrap mencakup proyek-proyek besar ambisius untuk memacu laju perkembangan daerah, mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat, serta yang paling penting adalah melestarikan dan memajukan budaya panre yang nyaris punah termakan masa di daerah ini, proyek-proyek ambisius itu meliputi hal-hal, sebagai berikut:

A.   RUMAH BUDAYA UNIK:
Salah satu tujuan ambisius program ini adalah menjadikan daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap sebagai rumah budaya yang unik, di mana setiap anggota komunitas di daerah panre tertentu menggantungkan hidupnya pada seni kerajinan yang digelutinya, berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya, berlomba menciptakan kreasi dan inovasi-inovasi unggulan dibidang kerajinannya sehingga setiap daerah panre mampu menarik minat konsumen sebanyak mungkin setiap hari. Dan giat mencari pasar seluas-luasnya untuk menawarkan hasil karyanya.

Dengan demikian, maka setiap pengunjung yang datang ke salah satu daerah panre tersebut akan tercengang menyaksikan pemandangan yang eksotis di mana satu komunitas menjelma jadi satu rumah budaya yang paripurna dan unik, berjejer di dalamnya showroom-showroom mungil milik anggota komunitas sepanjang jalan menawarkan berbagai macam produk seni panre yang cantik-cantik meransang kocek para pengunjung untuk membelinya. Dan di pusat kota setiap daerah panre berdiri kokoh sebuah rumah budaya besar, unik dan etnik mencirikan tradisi panre yang dimiliki komunitas masing-masing. 

B.   WORK SHOP PERMANEN:
Program ini juga bertujuan merangsang animo para panre (pengrajin) setiap daerah untuk bersaing mendirikan workshop-workshop permanen canggih yang dilengkapi dengan tenaga-tenaga ahli dan pengrajin yang terampil, kreatif dan inovatif. Memiliki segala fasilitas sarana, prasarana dan alat-alat panre (kerajinan) yang canggih, aman serta menjamin kenyamanan panre dan pengunjung sehingga setiap workshop tersebut menjadi media demo para panre mengekspresikan keterampilannya dan mengundang perhatian para pengunjung. 

Hingga tidak saja menarik untuk dibeli karya seninya tetapi juga asyik menontonnya. Dengan demikian, jika suasana-suasana workshop yang ada di setiap daerah panre sudah tercipta sedemikian itu maka dipastikan pamor daerah-daerah panre akan cepat tersebar keberbagai pelosok sehingga mengundang pengunjung para pencinta seni akan berdatangan dengan sendirinya. 

Tentunya pasar panre di seluruh daerah di Kabupaten Sidrap semakin ramai dibanjiri pengunjung setiap hari, bahkan para investor pun – diundang atau tidak – pasti akan masuk menanamkan modalnya keberbagai bidang seni panre tertentu yang diminati, maka dunia bisnis wisata budaya panre di Sidrap ini memasuki pintu kesohorannya dengan sangat lebar secara nasional dan internasional.

C.   SHOWROOM MODERN:
Showroom modern merupakan gerbang pertama memasuki dunia promosi bisnis live yang akan merangsang minat konsumen untuk mengetahui dan membeli produk seni tertentu. Oleh karena itu, di antara proyek ambisius dari program Tim ini adalah mendirikan showroom-showroom modern di pusat-pusat bisnis kawasan dan nasional, khususnya di kota-kota besar Sulawesi dan bandara-bandara nasional/ internasional sehingga pengunjung/ konsumen dapat dengan mudah melihatnya di mana saja mereka berada.

D.   PASAR SENI INTERNATIONAL:
Selain menyemarakkan showroom-showroom modern five star sebagaimana dijelaskan di atas, proyek lain Tim Revitalisasi Budaya Panre ini adalah sebuah pasar seni budaya bertaraf internasional di tengah pusat bisnis dan wisata potensial di daerah Ajatappareng (Sidrap) sehingga mampu meraup banyak pengunjung dari para pecinta seni dan wisatawan lokal serta mancanegara.

Disamping itu, Tim juga bertujuan mengadakan pameran tunggal dan pertunjukan-pertunjukan seni budaya panre khas dari Sidrap diberbagai kota penting nasional khususnya pameran INACRAFT yang setiap tahun diselenggerakan oleh Jakarta Expo Center (JEC) di Kemayoran – Jakarta Pusat. Dan mengikuti berbagai pameran di kota-kota penting mancanegara seperti Dubai Expo, La Foire Internationale de Casablanca – Morocco, dan lain-lain.   

E.   DAERAH TUJUAN WISATA DAN SENI BUDAYA:
Program yang paling besar dan ambisius yang ingin dicapai Tim Revitalisasi Budaya Panre ini adalah menjadikan kawasan Ajatappareng khususnya Kabupaten Sidrap sebagai tujuan wisata favorit lokal dan mancanegara, kampung industri yang produktif dan kreatif, serta pasar seni budaya yang tersohor nasional dan internasional.

Oleh karena itu, proyek yang menjadi tujuan Tim ini juga adalah menciptakan situasi kawasan Ajatappareng menjadi kondusif, aman, damai, makmur, sejahtera dan tenteram.  Begitu juga mengeksploritas tempat-tempat wisata yang ideal khususnya di daerah-daerah panre di Kabupaten Sidrap sehingga potensi sebagai kawasan wisata dan budaya semakin kokoh. 

Dan yang paling penting juga adalah merekayasa berbagai fasilitas kenyamanan kepada para wisatawan dan pecinta seni yang memadai di kawasan seperti Hotel berbagai taraf, resort, cafe/ restoran yang nyaman kepada semua pengunjung. Maka disinilah peran para investor diperlukan.

F.    PANRE GRUP CENTER:
Untuk merealisasikan semua tujuan di atas maka Tim Revitalisasi Budaya Panre perlu membuat suatu tim pendukung yang solid dan multi talent diberi nama PANRE GRUP CENTER (PGC), sehingga bisa menjadi control yang baik guna terlaksananya semua proyek besar tersebut, sekaligus TIM PGC ini menjadi pusat informasi dan consultasi bagi Tim pelaksana proyek.

PENUTUP:
Program Revitalisasi Budaya Panre di Kabupaten Sidrap ini sungguh merupakan sebuah proyek super raksasa dan terkesan sangat ambisius, tetapi bukan berarti juga hanya pepesan kosong belaka melainkan karena memang ada potensi dan harapan yang ingin dikembangkan. Dan tentu saja program ini tidak akan terealisasi maksimal jika tidak didukung oleh komitmen tinggi dan kerja keras dari tim yang solid, profesional, penuh perhitungan dan bertanggung jawab. 

Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua anggota tim dan semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam mensukseskan proyek ini, dan hanya kepada Allah SWT kami memohonkan balasan yang setimpal. Amin.

Makassar, Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!