KHUTBAH IDUL FITRI 1435 H/ 2014 M
TAKBIR SYUKUR ATAS KEMENANGAN DI HARI RAYA FITRI
(Masjid Daarul Falah: Jln. Kramat Raya, Senen - Jakarta Pusat)
Oleh: Med HATTA
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر،
الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا،
لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وحزم الأحزاب وحده،
لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد
الحمد لله الذي وفقنا لإتمام العدة، وأمرنا بتكبيره وتمجيده في نهاية عدة هذا الصيام، فقال:
"وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ"،
فالله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
الحمد لله الذي جعل التقوى غاية الصوم، فقال:
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ"،
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ
والصلاة والسلام على صفوة خلقه، وخاتم أنبيائه، نبي الهدى، ومصباح الدجى، محمد بن عبد الله، وآله وصحبه أجمعين، أما بعد:
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Rahimakumullah
Hari ini 01 Syawal 1435 Hijriyah, tidak terasa bulan suci Ramadhan - tamu yang agung itu - telah pergi di saat-saat kita belum puas bersamanya. Sebagaimana bulan Ramadhan diawal dengan perintah berpuasa agar umat mu'min meraih hidaya taqwa dari Allah SWT. Allah berfirman:
يَاا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Terjemah Arti: "Wahai orang-orang mu'min! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". QS. 02: 183
Maka diakhir bulan suci Ramadhan ini Allah kembali memerintahkan kepada orang-orang mu'min agar bertakbir mengagungkan Allah atas kemenangan meraih hidayah taqwa itu dan bersyukur. Allah berfirman:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemah Arti: "dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan) Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." QS. 02: 185
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
Takbir yang dikumandangkan oleh orang-orang mu'min diseluruh pelosok dunia pada hari besar ini adalah syi’ar agung yang merefleksikan ke-Maha sucian Allah SWT dan mengagungkan-Nya, kita bertakbir mengagungkan Allah karena kita telah sukses besar meraih penghargaan mulia, dan kita telah mendapatkan rahmat, pengampunan Allah serta pembebasan dari api neraka, setidaknya Itulah harapan kita semua dari ibadah kita selama bulan suci Ramadhan kemarin. Dan tentu saja pemberian Allah jauh lebih agung dan utama dari yang kita harapkan itu.
Takbir adalah slogan hari raya, takbir menunjukkan atas keagungan Allah yang maha pencipta, kalimat ini senantiasa dikumandankan oleh orang-orang mu'min setiap melihat sesuatu yang menyenangkan hatinya, atau mendapatkan berita gembira yang diharapkannya. Maka masih adakah yang lebih dahsyat dari meraih kemuliaan Lailatul Qadr dan Ramadhan, mendapatkan keridhaan oleh Allah yang maha pengasih, dan memperoleh ampunan dari Yang Maha Pengampun:
Takbir adalah slogan hari raya, takbir menunjukkan atas keagungan Allah yang maha pencipta, kalimat ini senantiasa dikumandankan oleh orang-orang mu'min setiap melihat sesuatu yang menyenangkan hatinya, atau mendapatkan berita gembira yang diharapkannya. Maka masih adakah yang lebih dahsyat dari meraih kemuliaan Lailatul Qadr dan Ramadhan, mendapatkan keridhaan oleh Allah yang maha pengasih, dan memperoleh ampunan dari Yang Maha Pengampun:
Oleh karena itu, seorang mu'min yang cerdas pastilah dapat menakar berapa banyak keutamaan yang ia peroleh pada hari ini, berapa banyak kemuliaan yang ia telah dapatkan, dan berapa pula kebaikan yang telah ia kumpulkan, maka pantaslah jika ia bertakbir mengagungkan Allah pada hari ini, karena besarnya hadiah yang telah ia peroleh.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Rahimakumullah
Sesungguhnya takbir yang diperintahkan kepada kita pada ayat tema di atas, sebagai penutup dari hari-hari puasa yang telah ditentukan bilangannya itu, dan untuk melaksanakan hari raya kemenangan, ia mempunyai rahasia yang harus kita cermati. Bahwasanya seorang mu'min apabila ia telah meyakini keagungan Tuhannya, dan mampu merenungkan ciptaan-Nya secara cermat, niscaya ia tidak akan pernah merasa terlepas dari kewajiban dan tidak akan pernah sengaja melakukan dosa. Sebaliknya kesalahan itu bisa terjadi jika ia tidak mampu merenungkan Sang Maha Pecipta dengan sebenar-benarnya.
Oleh sebab itu, takbir di sini menjadi salah satu media mengingatkan seorang mu'min kepada Sang Pencipta yang maha besar itu, mereka mengumandankan takbir pada hari raya untuk mengakui bahwa sesungguhnya Allah Maha Besar dari segala yang besar, Maha Tinggi dari segala yang tinggi. Pada saat itulah ia akan menganggap enteng kehidupan dunia dan segala fasilitasnya, maka mereka akan berusaha keras mencapai keridhaan Allah dengan berbagai amal shaleh, menghindari segala jenis kemungkaran, pemaaf dan toleran, berbuat kebajikan dan segala perbuatan yang dapat mendekatkannya kepada Allah, karena Allah menyukai hal yang demikian itu dan Dia memberikan pahala besar bagi pelakunya.
Sebaliknya jika prinsif ini tidak dimiliki oleh seseorang, niscaya kamu akan melihat segala jenis dosa menari-nari di atas kepalanya bermula dari awal hari raya, maka apa yang telah diharamkan pada bulan Ramadhan, akan menjadi halal baginya pada hari raya. Dan hari raya yang semestinya menjadi wahana meluangkan rasa syukur, mengagungkan, dan bertakbir kepada Allah, berubah drastis menjadi musim melakukan dosa dan pelanggaran. Ini adalah kekeliruan yang harus menjadi perhatian besar untuk diantisipasi oleh seorang mu'min pada hari raya ini.
Seorang mu'min tidak dilarang untuk bersenang-senang, kamu boleh melampiaskan segala kebahagianmu, akan tetapi hendaklah kamu sadar bahwa tidak ada kebahagian untuk berbuat durhaka kepada Sang maha pencipta, sebaliknya kesenangan itu semuanya untuk mencapai ridha Allah, dan jika kamu ingin merasakan itu selamanya maka hendaklah kamu senantiasa mengingat Allah dan mengagungkan-Nya.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Rahimakumullah
Selain meraih kemenangan hidayah taqwa dari bulan suci Ramadhan yang harus disyukuri dan dirayakan dengan mengucapkan takbir meagungkan Allah seperti dijelaskan di atas, tentu masih banyak lagi kemenangan-kemenangan yang tak kalah besar lainnya yang patut direfleksi dan direnungkan dari hasil perjuangan kita di bulan Ramadhan yang, insya Allah, sanggup kita pertahankan dalam keseharian hidup sebagai ciri ketaqwaan kita. Dan di antara kemenangan besar itu yang bisa khatib jadikan sample sederhana di sini, sebagai berikut:
Kemenangan Pertama: Kemurahan Hati dan Berjiwa Sosial:
Murah hati dan berjiwa sosial adalah puncak rahmat bagi seorang mu'min, sangat baik untuk dirinya dan bermanfaat luas bagi lingkungan sekitarnya. Kebalikannya, sifat tamak dan kikir adalah sisi terburuk dari perilaku manusia yang senantiasa mendatangkan malapetaka dipermukaan bumi dan mengancam ketenteraman masyarakat. Lihatlah contoh kemiskinan dan keterpurukan yang melanda negara-negara terkebelakang termasuk negeri ini, disebabkan oleh ketamakan dan kerakusan para koruptor penyelenggara negara dari berbagai level dan tingkatannya.
Oleh karena itu, Ramadhan telah mengantarkan orang-orang mu'min lebih dekat kepada nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan membangun kecintaan kepada sesama manusia, menebarkan kasih sayang, silaturrahim, serta menebar kemurahan hati akan menciptakan tatanan sosial yang sejahtera karena akan terjadi harmoni yang indah antara semua elemen dalam masyarakat; antara kaya dan miskin, konglomerat dan kaum melarat, pejabat dan rakyat, pemimpin dan karyawan, ulama dan umat serta seterusnya. Di bulan Ramadhan kepekaan sosial kita ditempa. Dengan puasa, kita terlatih untuk melakukan segala bentuk pengorbanan dan bermurah hati.
Pemenang-pemenang Ramadhan telah dicontohkan oleh para salaf saleh kita, sehingga Al-Quran mengillustrasikan sahabat-sahabat nabi sebagai orang-orang yang mampu memberi lebih dari kapasitas dirinya. Allah berfirmann:
ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة
Terjemah Arti: "dan mereka mengutamakan orang lain meskipun mereka lebih membutuhkannya".
Dari contoh pengorbanan yang super tinggi inilah maka orang-orang bijak menyimpulkan bahwa: "Untuk mencapai peningkatan yang simultan dan menyeluruh haruslah diikuti dengan pengorbanan dan ketulusan. Kemurnian jiwa hanya dapat dicapai dengan mengorbankan materi dan popularitas. Pengorbanan diri adalah kebiasaan orang-orang yang memahami keadilan dan kebenaran iman kepada Allah. Orang yang mengorbankan jiwa mereka untuk keadilan, cinta dan keharmonisan telah mampu mengawinkan antara akal, cinta serta kasih sayang. Pada keadaan inilah manusia akan mencapai puncak mega keindahan, cahaya kebenaran dan keadilan".
Mungkin inilah yang sering kita anggap dengan kepuasan batin yang tak dapat dinilai dengan harta.
Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang murah hati dan berakhlak baik selalu berada di bawah lindungan Allah. Allah selalu dekat dengan mereka dan akan membimbing mereka menuju kebahagiaan. Tidak ada seorang yang adil yang tidak memiliki sifat pemurah dan kasih sayang".
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Rahimakumullah
Sebuah kisah inspiratif yang bisa mendekatkan kita kepada pemahaman ini adalah potret live rumah tangga bersahaja dari pasangan orang yang paling dekat kepada Rasulullah SAW. Yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dan istrinya Fatimatuz Zahra putri kesayangan baginda Rasulullah SAW. Ketika mereka mengajarkan contoh kemurahan hati yang sempurna kepada kita, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:
Diceritakan pada suatu ketika kedua putra Ali bin Abi Thalib dan Fitimah binti Rasulullah SAW, Hasan dan Husain sedang sakit parah, maka Ali dan istrinya Fathimah binti Rasulullah bernazar apabila kedua putra mereka sembuh maka mereka akan berpuasa tiga hari sebagai tanda syukur. Atas karunia Allah SWT kedua anak mereka sembuh. Keduanya pun mulai berpuasa nazar. Akan tetapi mereka tidak memiliki sesuatu walau sekedar untuk makan sahur dan berbuka. Mereka berpuasa dalam keadaan sangat lapar.
Maka pada pagi harinya, Ali pergi kepada seorang pengusaha Yahudi bernama Syam’un. Ali langsung mengutarakan maksud kedatangannya kepada Yahudi itu: "Jika engkau ingin menyuruh seseorang untuk memintal wol dengan imbalan, maka istriku bersedia melakukannya". Orang Yahudi itu menyetujui dengan kesepakatan 1 gulung wol dihargai 3 shak gandum. Pada hari pertama, Fathimah memintal sepertiga bagian wol, kemudian ditukarkan dengan 1 shak gandum, lalu ditumbuk dan dimasaknya menjadi 5 potong roti kering, yakni untuk Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan seorang pembantu rumah tangganya bernama Fidhdhah.
Ketika waktu berbuka puasa tiba, Ali baru saja kembali dari shalat maghrib berjamaah dengan Rasulullah, Fathimah pun dalam keadaan letih setelah bekerja seharian penuh kemudian menyiapkan hidangan untuk keluarganya, tikar alas makan telah dibentangkan, di atasnya telah disiapkan roti dan air.
Lalu Ali mengambil roti bagiannya, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara seorang fakir dari balik pintu rumah sederhana mereka yang mengharap belas kasih agar diberi makanan; "Wahai keluarga Muhammad, aku seorang fakir, berilah makanan kepadaku, semoga Allah SWT memberimu makan dari makanan surga".
Ali kemudian mendatangi pengemis itu dan memberikan roti keringnya, seluruh keluarganya juga tak tinggal diam, mereka juga memberikan roti mereka. Karena ingin memperoleh kehormatan di sisi Allah seperti Ali yang telah memberikan roti bagiannya terlebih dahulu. Akhirnya merekapun hanya berbuka dengan segelas air pada hari itu. Allah menguji mereka dengan keadaan itu selama tiga hari, dengan berturut-turut didatangi oleh anak yatim dan seorang tawanan dan merekapun melakukan hal yang sama.
Pada hari keempat mereka memang tidak berpuasa, tetapi apa jugalah yang mau dimakan. Hari itu tak ada makanan apapun di rumah mereka, Ali ra kemudian membawa kedua anaknya Hasan dan Husain sambil berjalan tertatih-tatih karena menahan lapar mengunjungi Rasulullah SAW sekedar untuk menghibur hati. Melihat mereka, Rasulullah SAW menegur dan bersabda: "Sungguh memprihatinkan sekali keadaan kalian, demi Allah, hatiku tidak sanggup melihat kedua cucu Rasul Allah menderita kekurangan dan sengsara seperti ini.
Mari ikut aku ke rumah kalian aku ingin melihat putriku Fatima. Rasulullah SAW menyaksikan putri kesayangannya Fatima sedang mengerjakan shalat sunnah. Mata Fatima nampak cekung, perutnya tertarik sampai menempel ke punggung karena sangat lapar. Rasulullah SAW tidak sanggup menahan perasaan dan langsung memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang serta mendoakan rahmat Allah baginya dan keluarganya. Pada saat itulah malaikat Jibril as turun kepada Rasulullah SAW untuk menyampaikan kabar dan wahyu.
Kejadian itu telah menggetarkan ‘Arsy Allah karena para Malaikat bertasbih memuji perilaku keluarga yang mulia itu. Kisah inilah yang menjadi sebab turunnya Surat al-Insan, di mana pada ayat ke-8 dan 9 Allah SWT berfirman:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلا شُكُورً
Terjemah Arti: "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." QS. Al-Insan: 8–9
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Rahimakumullah
Kemenangan Kedua: Kesabaran dan Keikhlasan kepada Allah SWT:
Orang-orang yang ikhlas (mukhlisin), adalah mereka orang-orang yang yang paling dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. Namun seikhlas-ikhlasnya seseorang dalam setiap amal tidak boleh sedikitpun merasa aman dari penyakit riya. Di sinilah peran kesabaran dalam ketaatan menjalankan perintah Allah SWT. Kesabaran adalah proses puncak menuju maqam mukhlisin.
Oleh sebab itu, puasa pun mengajarkan kita tentang bagaimana mengerjakan sebuah amal yang kita hanya diketahui oleh Allah SWT saja. Keadaan kita berpuasa atau keadaan tidak berpuasa menjadi rahasia antara kita dengan Allah semata. Inilah hikmah penting ibadah puasa kita. Melalui puasa sebulan penuh Allah menggembleng kita untuk belajar meluruskan niat beramal agar tidak tersusupi oleh sifat riya, ujub dan sum’ah. Riya menjadi penyebab rusaknya amal seseorang hingga tidak bernilai sama sekali di sisi Allah SWT.
Bahkan Rasulullah SAW menyampaikan kekhawatirannya di depan para sahabat utamanya, bersabda: "Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya: "apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?". Beliaupun bersabda: "Syirik kecil itu adalah riya". Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya maka Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya: "pergilah kalian kepada apa-apa yang kalian berbuat riya", maka lihatlah apakah kalian mendapat balasan dari mereka". (HR. Ahmad).
Penyakit riya amatlah berbahaya karena ia menjangkiti seseorang bukan dalam keadaan seseorang bermaksiat tetapi justru ketika seseorang beramal shalih. Selain itu bila seorang yang beriman dalam amal shalehnya ternodai oleh sifat riya, berarti terdapat dalam dirinya satu bagian dari sifat-sifat kaum munafiqun. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Terjemah Arti: "Dan apabila mereka (kaum munafiq) berdiri mengerjakan shalat, maka mereka berdiri dalam keadaan malas dan riya di hadapan manusia dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali". QS. An-Nisaa: 142.
Puasa adalah ibadah sirriyyah (tersembunyi), hanya antara hamba dengan Khaliqnya saja yang mengetahuinya. Maka di sinilah kita dilatih untuk mengalahkan sifat riya. Berbeda dengan shalat yang dapat terlihat dari gerakannya, zakat yang nampak dari pemberiannya, dan haji yang nampak dari manasiknya. Banyak dari kalangan pelaku ibadah ketika amal-amal kebajikannya ditimbang justru sama sekali tidak membuat mizan itu bergerak. Hal ini dikarenakan amalnya tersebut ternodai oleh sifat riya.
Perbaikilah selalu niat kita dalam beramal, landasilah dengan keikhlasan. Bila terbersit riya di dalam hati maka lawanlah dan jangan menunda amal, karena yakinlah itu adalah godaan syaithan yang meniupkan was-was di dalam hati kita. Pandanglah kecil amal kita dan jangan terjerumus pada kebanggaan terhadap amal. Allah SWT berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Terjemah Arti: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…" QS. Al-Bayyinah: 5
Kemenangan Ketiga: Pengendalian Diri Terhadap Hawa Nafsu:
Bulan suci Ramadhan yang baru saja berlalu telah memberikan pelatihan berharga terhadap seluruh komponen dalam diri kita; fikrah, jasad, ruh, hati dan harta telah kita arahkan menuju kemaslahatan bagi diri kita dan orang lain. Ramadhan telah memberikan banyak ajaran berupa batasan dan rambu-rambu bagi orang yang menjalankan ibadah puasa. Dan di sinilah peran kesabaran kita dalam menahan diri dari perbuatan melanggar larangan Allah.
Bagi orang mu'min yang berpuasa maka tantangan terberat yang dihadapi adalah dorongan untuk memenuhi keinginan hawa nafsunya. Namun, karena ketabahan dan kesungguhan dalam menjalankan ibadah puasa maka mu'min dapat mengendalikan keinginan-keinginan hawa nafsu itu. Kegigihan mu'min dalam menahan pandangan dari perkara-perkara yang diharamkan, keseriusan mu'min dalam mengontrol lidah dari perkataan-perkataan buruk, kedisiplinan mu'min dalam menghindarkan perut dari masuknya makanan-makanan syubhat dan haram, kesungguhan mu'min membersihkan pikiran dan hati dari prasangka buruk, sifat iri, dengki, dendam, amarah dan kesombongan.
Ketaatan mu'min dalam menjaga kemaluan dari hal-hal yang diharamkan, tidak mengumpulkan dan membelanjakan harta pada perkara-perkara yang dilarang oleh agama, mengendalikan tangan dan kakinya agar tidak menyentuh atau melangkah ketempat-tempat yang mengandung maksiat, serta menutup pendengaran dari ghibah dan perkataan-perkataan jelek dan mengandung cela.
Maka ketika semua itu dapat kita kendalikan, barulah kita bisa merasakan manisnya iman. Inilah yang menjadi sebab datangnya hidayah dan taufik Allah SWT kepada kita. Amalan ibadah puasa kita telah membuat hawa nafsu kita lebih stabil dan terkendali. Kita berharap semoga semua anggota tubuh yang telah kita kendalikan itu akan menjadi saksi yang akan membela kita di hadapan pengadilan Qadhi Rabbul Jalil. Camkanlah firman Allah:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Terjemah Arti: "Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. An Nur: 24)
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
Terjemah Arti: "Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan." (QS. Fushshilat Ayat: 22)
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Idul Fitri Rahimakumullah
Inilah beberapa hal di antara sekian banyak kemenangan yang telah kita capai di bulan Ramadhan dengan sebuah harapan semoga Allah memberi kemudahan untuk kita mempertahankannya di hari-hari selanjutnya. Kemenangan-kemenangan yang akan senantiasa menyuplai energi amal bagi hadirnya cinta dan harmoni antara miskin dan kaya, atasan dan bawahan, orang tua dan anak, suami dan istri dan di antara seluruh komponen bangsa dan umat ini. Kini kita telah kembali fithrah, jangan nodai ke-fithrah-an ini hingga membuat kemenangan idul fithri ini menjadi sia-sia. Kita senantiasa berlindung kepada Allah dan memohon ampun kepadanya atas segala dosa dan kekhilafan yang kita lakukan.
Demikianlah khutbah ini khatib sampaikan, semoga semua ini menjadi bahan renungan bagi kita semuanya dan menjadikan kita semakin yakin dan percaya diri untuk menjadi manusia paripurna atau insan kamil dengan kemenangan ini.
Marilah kita sama-sama berdo'a kepada Allah; semoga menerima segala amal kebajikan kita, menerima segala do'a dan munajat kita, mempersatukan hati kita. Amin.
عباد الله، أقول ما سمعتم، وأستغفر الله العظيم لي ولكم، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم.
.**** Baca: Khutbah Kedua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!