*Serial: 99 Inspirasi Dahsyat Dari Perumpamaan-Live AlQuran (38) :
Prinsip Relatifitas Gerakan Dalam Alquran
By: Med Hatta
"Pada ayat kajian ini terdapat fakta sains yang sangat tinggi, manusia tidak akan mampu mengurainya hanya dengan kekuatan indranya saja, tetapi harus melalui pembuktian secara tidak langsung dengan metodelogi riset ilmiah yang intens. Sesungguhnya fakta ilmiah terbesar yang tersirat di dalam ayat ke-88 dari surah An Namal di atas adalah yang dikenal saat ini dengan "Relatifitas Gerakan", yang intinya bahwa sesuatu yang nampak tenang (statis) namun sesungguhnya bergerak, dan sesuatu yang nampaknya berjalan lambat padahal kenyataannya ia berjalan sangat cepat..."
Allah berfirman :
وَتَرَى ٱلْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِىَ تَمُرُّ مَرَّ ٱلسَّحَابِ ۚ صُنْعَ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ أَتْقَنَ كُلَّ شَىْءٍ ۚ إِنَّهُۥ خَبِيرٌۢ بِمَا تَفْعَلُونَ
Terjemah Arti: "dan kamu Lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. An-Naml: 88).
Relatifitas Gerakan:
Pada ayat kajian ini terdapat fakta sains yang sangat tinggi, manusia tidak akan mampu mengurainya hanya dengan kekuatan indranya saja, tetapi harus melalui pembuktian secara tidak langsung dengan metodelogi riset ilmiah yang intens. Sesungguhnya fakta ilmiah terbesar yang tersirat di dalam ayat ke-88 dari surah An Namal di atas adalah yang dikenal saat ini dengan "Relatifitas Gerakan", yang intinya bahwa sesuatu yang nampak tenang (statis) namun sesungguhnya bergerak, dan sesuatu yang nampaknya berjalan lambat padahal kenyataannya ia berjalan sangat cepat.
Terlepas dari perpedaan para pakar tafsir dunia tentang apakah ayat kajian bercerita pada fenomena yang dialami manusia di dunia ini ataukah bagian dari fenomena hari kiamat, namun ayat di atas telah menjadi gebrakan baru bagi geoscience modern dalam menjelaskan fakta relatifitas gerakan. Alquran sangat jelas bercerita suatu fenomena ajaib, seperti gunung yang nampak di depan mata berdiri tegak statis dan tidak bergerak tetapi pada kenyataannya adalah bergerak melata.
Ketika ayat kajian ini turun maka semakin menjadi-jadilah kafir Quraisy menuduh nabi Muhammad SAW sebagai orang gila, mereka merasa mendapatkan pembuktian bahwa nabi SAW benar-benar telah gila dan merasut kepada orang-orang dengan mengatakan bagaimana kalian mau mengikuti orang gila seperti Muhammad yang mengatakan bahwa gunung yang tinggi tegap dan tenang itu berjalan seperti awan di langit? Nabi Muhammad SAW sambil tengah mengagumi kesempurnaan ciptaan Allah, sementara orang-orang kafir Quraisy mengolok-olok dan mentertawakannya, maka Allah menurunkan ayat dan berfirman:
فَاسْتَفْتِهِمْ أَهُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمْ مَنْ خَلَقْنَا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِنْ طِينٍ لَازِبٍ (11) بَلْ عَجِبْتَ وَيَسْخَرُونَ (12) وَإِذَا ذُكِّرُوا لَا يَذْكُرُونَ (13) وَإِذَا رَأَوْا آيَةً يَسْتَسْخِرُونَ (14). (الصافات).
Terjemah Arti: "Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Makkah), "Apakah penciptaan mereka yang lebih sulit ataukah yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat: Bahkan engkau (Muhammad) menjadi heran (terhadap keingkaran mereka) dan mereka menghinakan engkau; Dan apabila mereka diberi peringatan, mereka tidak mengindahkannya: Dan apabila mereka melihat suatu tanda (kebesaran) Allah, mereka mengolok-olokkan" (QS. As-Shafat: 11-14).
Tentu tidaklah mengherankan pandangan bangsa Arab pada saat itu, bahkan Gereja Katholik saja setelah lewat 1000 tahun dari turunnya Alquran mereka menpidana para ilmuan besar mereka seperti Copernicous, Bruno, Kepler dan Galileo Galilei, maka sebagian dipenjarakan dan sebagian lainnya dibakarnya hidup-hidup karena pendapatnya mengatakan bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta, melainkan hanyalah sebuah planet dari planet-planet yang ada, beredar mengelilingi matahari selama sekali setahun, dan berputar pada porosnya sekali selama 24 jam.
Bagi seorang intelek jika membaca ayat ini pastilah akan membayangkan tentang apa gerangan yang akan dihadapi nabi Muhammad seandainya dia sendiri yang menyusun Alquran ini, dari pernyataan 'kontraversi' seperti ini, yaitu hal yang tidak mungkin akan diterima akal manusia saat itu, maka pastilah mereka tidak akan menerima Alquran itu bahkan akan menentangnya dengan penolakan, pendustaan dan olok-olok.
Bahkan para pakar tafsir terdahulu pun ketika meenafsirkan ayat ini mereka sangat kelimpungan, mereka tidak dapat menselerasikan antara penampakan gunung yang statis di depan mata padahal sesungguhnya ia berjalan seperti awan di langit. Sehingga mereka berkesimpulan bahwa fenomena seperti itu terjadi pada hari kiamat. Kita masih dapat menjajaki pendapat-pendapat mereka tentang hal ini di dalam kitab-kitab tafsir, dan mestinya mereka ditanya balik bagaimana mungkin gunung nampak tenang di hari kiamat padahal sesungguhnya ia bergerak?
Prinsip Relatifitas Galileo:
Sebelum membahas lebih lanjut kandungan ayat kajian terlebih dahulu harus mengetahui prinsip relatifitas gerakan yang ditemukan oleh Galileo dan diperkenalkannya pada tahun 1632.
Prinsip relatifitas gerakan menerangkan bahwa untuk menggambarkan suatu kejadian fisis, kita harus menentukan sebuah kerangka acuan inersia, yaitu kerangka dimana benda yang diamati tidak memiliki percepatan ketika tidak ada gaya yang diberikan pada benda tersebut. Selanjutnya, system yang bergerak dengan kelajuan konstan terhadap suatu kerangka inersia juga harus berada di dalam kerangka inersia.
Tidak ada kerangka inersia yang mutlak. Hal ini berarti bahwa hasial sebuah eksprimen yang dilakukan di dalam sebuah kendaraan yang kelajuaannya seragam akan identik dengan hasil eksprimen pada kendaraan yang diam. Pernyataan formal dari hasil ini disebut dengan "prinsif relatifitas Galileo": Hukum-hukum mekanika harus sama di dalam semua kerangka acuan inersia. (Lihat: Fisika Universitas, Minggu, 14 Agustus 2011).
Galileo meletakkan prinsip relatifitas gerakannya setelah melakukan sebuah eksprimen pada sebuah kapal yang berlayar dengan kecepatan tetap di tengah lautan, namun penulis akan menjelaskan di sini dengan mengambil sampel pada peristiwa di dalam pesawat terbang yang mengudara dengan kecepatan tetap mencapai 1000 Km/ jam.
Bahwa para pasenger bagaimana pun laju pesawat yang membawanya mereka tetap merasa seperti berada di atas permukaan bumi, mereka tidak pernah memerasa bahwa pesawat yang ditumpanginya telah melaju begitu cepat, sebagaimana mereka saksikan bahwa benda-benda yang ada di dalam muatan pesawat itu tidak ada yang berubah sesuai hukum fisika yang berlaku pada benda-benda yang berada di atas permukaan bumi. Jika terjatuh sesuatu dari tangan pramugari maka ia akan jatuh pada tempat di bawah tangannya langsung.
Begitu pula jika ada seseorang melemparkan sesuatu di dalam pesawat maka kecepatannya kearah manapun ia tidak berbeda dengan kecepatan jika ia melempar di atas permukaan bumi. Jika seseorang berjalan dari ekor pesawat menuju kebagian depannya dengan kecepatan tetap misalnya 5 Km/ jam, maka kecepatannya sama seperti jika berjalan di atas permukaan bumi kalau dia berjalan kearah berbalik. Namun, berbeda jika orang yang berada di bumi yang mengukur kecepatan orang yang berjalan di atas pesawat tadi, maka kecepatannya akan mencapai 1005 Km/ jam jika ia berjalan dari ekor pesawat ke arah depannya, dan menjadi 995 Km/ jam jika berjalan dari arah terbalik berdasarkan posisi orang yang melihat.
Jika penumpang pesawat saja, bagaimana pun ukuran kecil dan jarak kedekatannya dengan bumi, seakan tidak merasakan gerakannya maka sesungguhnya penduduk bumi lebih merasakan seperti perasaan itu, karena mereka melihat bumi diam statis dan tidak ada gejala-gejala yang menunjukkan bahwa ia bergerak sedikitpun.
Oleh sebab itu, manusia hingga abad ke-16 meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta, semua yang ada di langit dari bintang-bintang bergerak mengelilinginya, dan bumi sendiri tetap ditempatnya tidak bergerak sedikit pun sebagaimana yang mereka rasakan melalui indra mereka. Maka dari keyakinan inilah seorang ahli astronomi Yunani Ptolomeus pada abad ke-2 meletakkan satu rumusan yang menjelaskan pergerakan bintang-bintang di langit seperti matahari, mengatakan: Bahwa bumi berbentu bulat dan tetap berada di pusat alam semesta, serta sumua benda-benda langit beredar mengelilinginya.
Teori Ptolomeus tersebut menjadi acuan para astronomi setelahnya hingga datang pakar astronomi terkenal Copernicous abad ke-16, yang terakhir ini menjelaskan fakta yang berbeda dan mengatakan bahwa sesungguhnya matahari-lah merupakan pusat Tata Surya, dan planet-planet termasuk bumi yang mengelilinginya. Teori Copernicous tersebut tidak datang begitu saja tetapi ia mendasarinya dari studi-studi ilmu astronomi yang dilakukan oleh ilmuan-ilmuan pendahulunya, terutama dari ilmuan-ilmuan muslim yang mengambil alih kendali studi ilmiah pada abad pertengahan.
Ibn Haitam pada abad ke-11 telah mengemukakan penolokannya secara terbuka terhadap teori Plotomeus dalam sebuah makalahnya "Keraguan terhadap Ptolomeus", mengatakan: Bahwa rumusannya tidak kuat untuk menguraikan seluruh gerakan benda-benda langit, harus dikembangkan lagi. Bahkan sebelum Copernicous, pada abad ke-11 Al Bairuni telah lebih dulu menjelaskan bahwa: Bumi berputar pada porosnya dan berputar bersama planet-planet lain mengelilingi matahari.
Bahkan ia menegaskan dalam sebuah bukunya "Al Atsarul Baqiah fil Qarni Al Khaliah", mengatakan: "Bukanlah matahari yang menyebabkan pergantian malam dan siang tetapi sesungguhnya bumi-lah yang berputar pada sumbunya dan beredar bersama planet-planet lain mengelilingi matahari. Para ilmuan muslim seperti Nashiruddin Atthusi, Muayyiduddin Alurdi dan lain-lain telah mengambil peran masing-masing dalam mengembangkan teori-teori astronomi lebih maju dari teori Ptolomeus.
Adalah ilmuan muslim gemilang Ibn Assyather Addamasyqi pada abad ke-14 telah meletakkan acuan sementara menempatkan matahari sebagai pusat pergerakan planet-planet berputar mengelilinginya, dan acuan ini berhasil menguraikan mayoritas gerakan benda-benda langit yang tidak dapat diuraikan oleh teori Ptolomeus. Teori ini lebih mendekati gagasan Copernicous yang datang setelahnya dan Ibn Assyather menerangkan teorinya itu dalam kitabnya "Tahriru Nihayati Assuali fi Nihayati Alushuli".
Pada tahun 1543 Copernicous memperkenalkan teori barunya yang menjelaskan bahwa matahari adalah pusat tata surya dan planet-planet termasuk bumi beredar mengelilingi matahari, dan teori ini juga menjelaskan bahwa bumi berputar pada porosnya sekali putaran selama 24 jam, sehingga terjadi pergantian malam dan siang pada bagian bumi, serta bumi beredar mengelilingi matahari sekali putaran selama satu tahun yang mengakibatkan terjadinya perubahan musim.
Gagasan baru Copernicous ini ditentang keras oleh khalayak umum, bahkan Gereja Katholik mengecam dan menpidanakannya dengan tuduhan zindik dan kafir, mereka menyita semua hasil-hasil risetnya dan membakarnya, maka Copernicous pun lari meninggalkan Roma sehingga lalos dari penangkapan, jika tidak kabur saat itu pastilah sudah dipidana mati atau dibakar sebagaimana nasib ilmuan-ilmuan lain pada saat itu.
Adapun laju kecepatan benda-benda langit yang sangat padat tersebut, sebagai sampel misalnya: Bumi beredar mengelilingi matahari dengan kecepatan 108 ribu Km/ jam; Matahari berputar mengelilingi galaksi dengan kecepatan 800 ribu Km/ jam; Sedangkan galaksi berjalan lurus dengan kecepatan lebih dari 2 juta Km/ jam. Meskipun lajunya yang super cepat tersebut, kita tetap aman-aman saja bahkan hidup amat tenang di atas permukaan bumi ini yang kita menganggapnya tidak bergerak sedikit pun.
Hakikat Gunung Berjalan Seperti Awan:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ
Terjemah Arti: "dan kamu Lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan".
Dari ayat ini kita dapat mengambil dua hakikat yang berbeda tetapi sama di dalam kenyataan:
Pertama: Bahwa orang melihat gunung menyangka bahwa dia diam tidak bergerak sedikitpun, hal ini tentu tidak bisa dipungkiri karena tidak ada orang yang merasakan adanya pergerakan bumi, sebagaimana tidak dapat diprediksi laju kecepatannya dengan alat apapun.
Kedua: Bahwa gunung tidaklah diam tapi bergerak karena berita dari firman Allah "ia berjalan sebagai jalannya awan", dan hakikat ini yang tidak ketahui oleh manusia kecuai setelah mencapai sekitar 1000 tahun setelah diturunkannya Al Quran.
Sesungguhnya pemilihan gunung sebagai objek perumpamaan atas adanya gerakan bumi adalah pilihan yang mempunyai hikmah sangat tinggi, Jika orang menyaksikan gerakan bumi dari atas permukaan bulan atau dari atas pesawat luar angkasa, maka gununglah paling jelas nampak di atas permukaan bumi dan satu-satunya yang dapat menyingkap adanya gerakan bumi pada porosnya. Tanpa penampakan gunung yang lebih menonjol tersebut maka sangat sulit menyingkap adanya gerakan bumi tersebut.
Agar Allah SWT dapat menjelaskan kepada manusia tentang bagaimana mungkin bagi sesuatu yang nampak diam di depan mata, tetapi pada hakikatnya adalah senantiasa bergerak itu, maka Allah memberikan perumpamaan pada gejala yang serupa, yaitu gerakan awan di langit.
Bahwa awan apabila berkumpul dalam satu kesatuan besar, tidak terpotong-potong dan menutupi bagian langit yang luas, maka sangat susah sekali bagi orang yang melihatnya akan merasakan dengan gerakannya sedikit pun meski didorong oleh angin sekencang apapun. Sehingga meskipun terdapat bagian awan yang lebih tepis dan dapat ditembus oleh sinar matahari, maka orang yang melihat menganggap bahwa matahari dibalik awan tersebet melaju sangat cepat, sedangkan awan sendiri nampak tidak bergerak sama sekali.
Sebagaimana ayat ini juga menjelaskan bahwa fenomena gunung berjalan seperti awan ini adalah terjadi pada kehidupan kita di dunia, dan bukan fenomena akhirat sebagaimana dijelaskan oleh pakar-pakar tafsir terdahulu. Dan lebih tegas Allah menjelaskan pada sambungan ayat :
صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ
Terjemah Arti: "(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu".
Bahwa Allah tidak perlu menjelaskan kekokohan ciptaan Nya pada hari dimana gunung kelak akan beterbangan seperti anai-anai, bumi bukan bumi kita lagi dan langit berganti dengan langit yang lain dan seterusnya dari peristiwa-peristiwa hari kiamat yang bermacam-macam. Namun, yang pasti bahwa ayat ini telah meletakkan prinsip relatifitas gerakan yang sesuai persis dengan fenomena gunung yang kita saksikan di dunia sebagaimana telah dibuktikan oleh para ilmuan. Wallahua'lam!
<<<===[37]•TERKAIT•[39]===>>> KAJIAN SELANJUTNYA: KAJIAN SEBELUMNYA : |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!