Dr.
EPW Menggugat Harun Nasution
Oleh: Med HATTA
SEDIKIT sekali ilmuan dan akademisi dari Perguruan Tinggi Islam Indonesia yang secara
terbuka, ilmiah, dan sistematis mengkritisi pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution – sosok
yang oleh banyak orang dianggap sebagai pelopor pembaruan studi Islam di
Indonesia, bahkan sebagian sudah mengkultuskan Prof. Harun dan tidak menyoal
berbagai pemikirannya. Dari sedikit orang yang kritis itulah, nama Dr. Eka
Putra Wirman (EPW) terbilang sangat menonjol. Tidak tanggung-tanggung, jebolan Universitas
Al Karaouiyinne – Maroko dan Dosen Teologi Islam IAIN Imam Bonjol Sumatera
Barat ini telah menulis sejumlah artikel, makalah, dan buku ilmiah yang “mengupas”
dan meluruskan pemikiran Harun Nasution.
EPW menegaskan bahwa usaha Harun
Nasution selama berpuluh tahun dalam mensosialisasikan paham Muktazilah
dan upayanya yang ‘terselubung’ menggusur Ahlussunnah wal-Jamaah telah gagal
bahkan berpengaruh buruk. Mitos Muktazilah – yang diklaimnya – sebagai pembawa kemajuan umat Islam sangatlah keliru. Belum lagi, lanjut EPW, Harun Nasution
telah sengaja mencatut nama besar Muhammad Abduh dalam mempromosikan teologi Muktazilah-nya. Dan Disertasi Harun
Nasution di McGill University, yang menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh adalah
penganut Muktazilah, begitu pula pernyataannya yang populer mengatakan
bahwa Muhammad Abduh lebih Muktazilah daripada penganut tradisional Muktazilah
itu sendiri, dikritik keras oleh Dr. EPW.
Tidak sampai di situ saja, EPW
melakukan kajian khusus terhadap Kitab Hasyiah karya monumental Muhammad
Abduh, kemudian hasilnya ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul Kesaksian Hasyiah
terhadap Teologi Muhammad Abduh (Padang: Puslit Press IAIN Imam Bonjol Padang,
2011). Dalam buku setebal 187 halaman ini, Dr. EPW menyimpulkan: “Buku Hasyiah
menjadi saksi bahwa Muhammad Abduh adalah pengikut setia al-Asyari dan
berusaha menjelaskan secara rasional-filosofis gagasan-gagasan teologis yang
diungkapkan oleh al-Asyari. Pembacaan yang serius terhadap buku ini
dengan mudah mementahkan pendapat beberapa penulis teologi di Indonesia bahwa Muhammad
Abduh adalah pengikut paham Muktazilah, atau lebih dekat kepada
pemikiran Muktazilah, apalagi lebih Muktazilah dari Muktazilah.”
Dalam
berbagai kesempatan Dr. EPW menganalogikan posisi Muhammad Abduh dengan Imam al-Asyari seperti Ibnu Rusyd
dengan Aristoteles di bidang filsafat. Muhammad Abduh dan Ibnu Rusyd berperan
sebagai penyambung lidah yang “jujur” (lisan al-shidq) dari tokoh
yang diikuti dan diidolakannya. Jadi selama ini, karena terlalu dikultuskan,
pendapat Prof. Harun Nasution diikuti saja oleh banyak akademisi secara ‘taqlid
buta’, lanjut EPW. Saat ditanya, mengapa kekeliruan itu seolah-olah dibiarkan
saja selama puluhan tahun, EPW menjawab: “Saya yakin, banyak pengagum Pak
Harun yang tidak membaca Hasyiah. Membaca pun belum tentu paham,
karena tidak mudah memahami kitab-kitab dalam teologi.”
Kitab Hasyiah karya Muhammad
Abduh, menurut jebolan Universitas
tertua di dunia ini, merupakan bukti nyata bahwa Muhammad
Abduh sama sekali bukan penganut Muktazilah. Bahkan Kitab
ini justru mengkritik tajam paham Muktazilah. Maka orang yang mengatakan Muhammad
Abduh Muktazilah adalah golongan yang “al-mahjubun” (terhalang dari
kebenaran), lanjut EPW. Kitab ini mengangkat pemahaman Ahlussunnah
wal-Jamaah yang dikemas dengan rasionalitas yang tinggi, tambahnya. Oleh
karena itu, EPW menerbitkan buku barunya yang lebih serius dan
komprehensif yang ia beri judul “Restorasi Teologi: Meluruskan Pemikiran
Harun Nasution.”
Menurut pengamatan EPW, sekarang banyak akademisi pengikut Prof. Harun yang mengalami keterpecahan antara pemikiran dan perbuatan. Secara pemikiran ia Muktazilah, karena menganggap Allah tidak campur tangan lagi dalam urusan kehidupan manusia. Tetapi, pada sisi lain, dia juga beramal secara Ahlussunnah, seperti berdoa meminta pertolongan Allah. Itu artinya ia mengundang campur tangan Tuhan yang bertentangan dengan kepercayaan Muktazilah. Jadi tampak lucu. Pemikirannya ikut Harun Nasution dengan Muktazilahnya, amalnya ikut Ahlussunnah, kata EPW.
Menurut pengamatan EPW, sekarang banyak akademisi pengikut Prof. Harun yang mengalami keterpecahan antara pemikiran dan perbuatan. Secara pemikiran ia Muktazilah, karena menganggap Allah tidak campur tangan lagi dalam urusan kehidupan manusia. Tetapi, pada sisi lain, dia juga beramal secara Ahlussunnah, seperti berdoa meminta pertolongan Allah. Itu artinya ia mengundang campur tangan Tuhan yang bertentangan dengan kepercayaan Muktazilah. Jadi tampak lucu. Pemikirannya ikut Harun Nasution dengan Muktazilahnya, amalnya ikut Ahlussunnah, kata EPW.
EPW :
Dr. Eka Putra Wirman, alumnus Pesantren Gontor, lulus strata 1 (s1) dari Al Azhar University Cairo - Egypt, menyelesaikan program doktornya di Al Karaouiyinne University Morocco (2003). Dan kini EPW menjabat sebagai Rektor terpilih IAIN Imam Bonjol, Sumatera Barat 2015-2019.
Dr. Eka Putra Wirman, alumnus Pesantren Gontor, lulus strata 1 (s1) dari Al Azhar University Cairo - Egypt, menyelesaikan program doktornya di Al Karaouiyinne University Morocco (2003). Dan kini EPW menjabat sebagai Rektor terpilih IAIN Imam Bonjol, Sumatera Barat 2015-2019.
********
Harun Nasution :
Prof. Dr. Harun Nasution (lahir di Pematangsiantar,
Sumatera Utara tahun 1919 - wafat di Jakarta tanggal 18 September 1998) adalah
seorang filsuf Muslim Indonesia.
Masa mudanya bersekolah di HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus
pada tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne Islamietische
Kweekschool. Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al-Azhar pada
tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American
University of Cairo.
Harun Nasution menjadi pegawai
Deplu Brussels dan Kairo pada tahun 1953-1960. Dia meraih gelar doktor di Universitas
McGill di Kanada pada tahun 1968. Selanjutnya, pada 1969 menjadi rektor di IAIN
Syarif Hidayatullah dan Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun 1973, menjabat
sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah.
Harun Nasution wafat pada tanggal 18
September 1998 di Jakarta.
Pemikiran Harun Nasution, ia dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis), yang
berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam ceramahnya, Harun
selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional. Harun Nasution
juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai dibicarakan
tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai
tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar
agama, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga.
Disamping sebagai seorang pengajar,
Harun Nasution juga dikenal sebagai penulis. Beberapa buku yang pernah ditulis
oleh Harun Nasution antara lain :
- Akal dan Wahyu dalam Islam (1981)
- Filsafat Agama (1973)
- Islam Rasional (1995)
- Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975)
- islam ditinjau dari berbagai aspeknya
- teologi islam.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!