Selasa, November 10, 2015

7 MENARA WIRAUSAHA YANG KOKOH DALAM ALQURAN:

KEWIRAUSAHAAN DALAM ISLAM

Oleh: Med HATTA[1]

PPMI Shohwatul Is'ad

MUKADDIMAH : 

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah berasal dari istilah Prancis Enterpreneur kemudian diterjemahkan ke Inggris menjadi Enterpreneurship. Secara etimologi tersusun dari kata wira dan usaha. 


Wira berarti pejuang, manusia unggul, berbudi luhur, berkarakter agung, dan teladan; usaha adalah perbuatan amal, bekerja keras, dan berbuat sesuatu. Beberapa pengertian kewirausahaan dan wirausaha: Menurut Richard Cantillon (1755), wirausaha adalah seorang penemu dan individu yang membangun sesuatu yang unik dan baru; menurut Schumpeter (dalam Bygrave, 1996), wirausaha adalah seorang yang memperoleh peluang  dan menciptakan organisasi untuk mengejar peluang tersebut; menurut Peter F.Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dan menurut Stephen Robins, kewirausahaan adalah proses mengejar berbagai peluang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui inovasi.




[1] Dewan Kiai PPMI Shohwatul Is'ad | Khusus untuk Majalah Master SHOHID, Edisi perdana, Minggu I Bulan November 2015

Dunia modern baru mengenal kewirausahaan/enterpreneurship pada abad ke-20 lalu, dan berkembang serta mulai diajarkan di kampus-kampus terkemuka Amerika, Eropa, dan Jepang di akhir tahun 70-an. Sedangkan di dalam ajaran Islam, demi meraih sukses dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat, Islam tidak semata mengajarkan pemeluknya untuk beribadah, tetapi ia sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras sesuai norma-norma mulia keislaman, maka salah satu kerja keras yang didorong Islam - sebagaimana dalam bahasa Alquran - adalah albai’ wattijarah (berwirausaha). Dan nabi Muhammad SAW sendiri merupakan pelopor wirausahawan muslim sejati yang diacungi jempol oleh kawan dan lawan.
Namun, disayangkan bahwa kepeloporan dan ketokohan Nabi Muhammad SAW di dunia kewirausahaan, kreatifitasnya di dunia bisnis serta suksesnya sebagai trader dalam usia 40 tahun selalu luput dari kajian dan sentuhan yang memadai dalam literature keislaman. Meski sosok Beliau sebagai pribadi yang seluruh dimensi kehidupannya telah dikupas, dikaji secara intensif dan mendalam baik oleh sejarawan Islam maupun oleh pemikir-pemikir non-muslim. Ini disebabkan karena dunia Islam (Timur-Tengah dan termasuk Indonesia) terlalu disibukkan oleh urusan politik, dan focus/bergelut dalam kajian-kajian fiqih dan tasauf sehingga sisi penting dari ketokohan Nabi SAW dibidang kewirausahaan lepas dari pengamatan mereka.
Alquran yang dibawa Nabi Muhammad SAW, semenjak 14 abad lalu telah mendemostrasikan secara tuntas tentang dunia kewirausahaan dengan sempurna, banyak sekali ayat-ayat pentunjuk yang menganjurkan aktifitas kewirausahaan tersebut di antaranya penulis cukup menunjukkan satu contoh saja pada ayat ke-10 dari surah Aljum’ah, Allah berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah serta ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
MUHAMMAD ENTERPRENEURSHIP MUSLIM SEJATI
Berbicara tentang kewirausahaan dalam Islam tentu tidak terlepas dari sosok nabi Muhammad SAW sebagai teladan dan pelopornya. Dalam kaitan ini, ada hal yang menarik perlu dicermati dari kajian David Moors tentang kewirausahaan dalam bukunya The Enterprising, mengungkapkan bahwa ciri-ciri wirausaha adalah mengenai personality dan pelaku wirausaha itu sendiri, disamping lingkungan yang mendukungnya, juga tugas-tugas yang diemban oleh seorang wirausaha dan karir yang bisa dicapainya. Lebih lanjut, Personality atau kepribadian wirausahawan adalah sikap yang didapatkannya sejak masa kecil yaitu sikap merdeka, bebas dan percaya diri. Hampir senada dengan Viktor Kiam, berkomentar bahwa jiwa enterpreneur perlu diberikan kepada anak sejak dibangku sekolah, karena filosofi kewirausahaan dapat melatih anak lebih mandiri, jeli melihat peluang, sehingga punya daya cipta yang lebih kreatif.
Maka dalam konteks Islam, nabi Muhammad SAW adalah wirausahawan sejati yang memiliki kemerdekaan, kebebasan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri melalui pengalaman yang menyenangkan ketika hidup di pedalaman Bani Sa’ad dalam asuhan ibu susuannya-Halimah, dan masa pahit serta penuh kepedihan karena terlahir sebagai seorang yatim-piatu. Muhammad kecil dibesarkan oleh kakeknya yang juga tidak begitu lama bersamanya. Abu Thalib, paman kandungnyalah kemudian mengambil alih pengasuhan atas Muhammad yang masih berusia kurang dari 9 tahun. Dan inilah modal psikologis yang paling kokoh sebagai landasan sikap, dan prilaku krwirausahaan Muhammad dikemudian hari dan menjadi referensi penelitian para ahli kewirausahaan.
Sebuah riwat menceritakan bahwa Muhammad berusia 12 tahun ketika pergi ke Syria berdagang bersama pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal, beliau tumbuh dan berkembang sebagai wirausahawan yang mandiri dengan melakukan perdagangan keliling di pasar-pasar rakyat kota Makkah dengan rajin, penuh dedikasi pada usahanya. Serta diceritakan pula bahwa Muhammad-lah yang pertama kali memperkenalkan sistem pasar duduk - tidak berkeliling menggotong dagangan – di pasar Ukaza, salah satu pasar raya di kota Makkah pada saat itu.
Kecerdasan, kejujuran, dan kesetiaan Muhammad memegang janji atau amanah adalah sebagai dasar etika wirausaha yang sangat modern. Dari sifat-sifat yang dimilikinya itulah maka berbagai pihak pemilik wirausaha besar Makkah yang silih berganti mengincar jasa Muhammad untuk memenage wirausaha mereka. Salah seorang wirausahawan besar yang beruntung ketika itu adalah sang janda kaya Khadijah, yang memberikan tawaran menarik, yaitu suatu kemitraan yang popular saat ini dikenal dengan profit sharing/mudharabah atau sistem bagi hasil. Kecerdasan Muhammad sebagai seorang wirausahawan telah mendatangkan keuntungan besar bagi Khadijah, karena tidak satupun jenis bisnis yang ditangani Muhammad mengalami kerugian. Bahkan menjadikannya tiga kali untung dalam sekali perjalanan bisnis luar negeri didampingi oleh asisten Khadijah bernama Maisarah:
Pertama, Muhammad untung waktu dua kali lipat lebih cepat dari waktu normal, karena Muhammad tidak seperti pebisnis Arab pada umumnya yang menjajankan produknya dari pasar ke pasar sampai habis sehingga memakan waktu yang lama, tetapi Muhammad cukup mendatangi satu agen besar di negeri itu dan meminta keuntungan 20 % saja dari nilai real-invoice plus cost perjalanan; kedua, mendapatkan keuntungan dari penjualan transaksional yang praktis dan minim cost; serta keuntungan ketiga, adalah lagi-lagi Muhammad menciptakan inovasi baru yang tidak lazim dilakukan oleh pebisnis Arab sebelumnya, yaitu pergi penuh muatan dan pulang kosong, tetapi Muhammad membelanjakan sebagian dari keuntungannya dengan produk-produk baru di Syam yang tidak ada di Makkah untuk dijualnya lagi jika pulang.
Tidak kurang dari 20 tahun Muhammad berkiprah sebagai seorang wirausahawan sehingga beliau sangat dikenal di Syria, Yaman, Irak, Yordania dan kota-kota perdagangan di jazirah Arabia. Dalam berbagai telaah sejarah diriwayatkan bahwa, Muhammad memulai kewirausahaanya pada usia 17 tahun di saat Abu Thalib menganjurkan untuk berdagang sebagai cara melepaskan beban hidup. Bagi seorang pemuda yang jujur dan penuh idealisme untuk melakukan kerja keras dan menjalankan perdagangan secara adil, setia dan profesional, maka orang akan mempercayainya. Inilah dasar kepribadian dan etika berwirausaha yang diletakkan Muhammad kepada umatnya dan seluruh umat manusia. Dasar-dasar etika kewirausahaan yang demikian itu pula kemudian yang menyebabkan pengaruh Islam berkembang pesat sampai kepelosok bumi.
TUJUH (7) MENARA WIRAUSAHA YANG KOKOH DALAM ALQURAN
Kewirausaahaan sesuai definisi yang penulis pahami dari uraian singkat di atas, adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk kesuksesan yang lebih luas melalui inovasi, serta mencapai puncak predikat wirausahawan yaitu Sa’yan masykura wa Tijaratan lan tabura. Maka Alquran menunjukkan kepada manusia teori sukses merintis kewirausahaan yang lebih inovatif dan kokoh dalam sebuah ayat perumpamaan di dalam Alquran, Allah berfirman:
Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginvestasikan hartanya dengan cara yang benar (dijalan Allah) ibarat seperti satu modal menumbuhkan tujuh (menara) usaha, pada setiap menara usaha menghasilkan seratus produk dan Allah akan melipat gandakannya (tanpa batas) sesuai kehendak-Nya” (QS: 009: 103).
Ayat di atas penulis sengaja menterjemahkannya dengan terjemah ta’wil/tafsir untuk mendekatkannya pada kajian kita (masih butuh pendalaman), maka penulis berkesimpulan bahwa kewirausahaan yang parmanen, kokoh dan senantiasa berkembang (tidak menyentuh grafik turun) adalah memiliki tujuh menara kewirausahaan/industri yang stabil, dan menyarankan untuk merintis ketujuh menara kewirausahaan tersebut, misalnya:
*       Pertama: Menara kewirausahaan untuk industri agrobisnis dan turunannya (pangan)
*       Kedua, Menara kewirausahaan untuk industri realstate/perumahan dan turunannya (papan)
*       Ketiga: Menara kewirausahaan untuk industri model/gaya atau pakaian dan turunannya (sandang)
*       Keempat: Menara kewirausahaan untuk industri transportasi dan turunannya (otomotif/traveling)
*       Kelima: Menara kewirausahaan untuk industri keuangan dan turunannya (perbankan)
*       Keenam, Menara kewirausahaan untuk industri kesehatan massal dan kemanusiaan serta turunannya (helty dan humanora)
*       Ketujuh, Menara kewirausahaan untuk industri pendidikan tinggi, teknologi dan riset ilmiah serta turunannya (penguatan SDM).
Dua terakhir dari ketujuh poin di atas merupakan media zakat dari menaramenara lainnya, yaitu helty/humanora dan penguatan SDM. Tentu saja kesimpulan ini masih sangat dini, membutuhkan kajian yang lebih serius dan tidak mengkin dituangkan di dalam lema majalah kita yang terbatas ini. Dan, insya Allah, penulis berjanji akan mengkajinya lebih luas dalam satu karya ilmiah melengkapi karya-karya penulis yang sudah terbit lainnya.
PENUTUP
Dari mana saja memulai merintis satu persatu dari ketujuh menara kewirausahan versi Alquran di atas dan meneladani jejak sang entrepreneurship muslim sejati Muhammad SAW, maka penulis yakin bahwan seorang wirausahawan akan meraih sukses dengan Sa’yan masykura wa Tijaratan lan tabura. Keterangan penulis ini didukung oleh sebuah hadits nabi bersabda: “Perhatikan olehmu sekalian kewirausahaan, sesungguhnya di dunia kewirausahaan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rizki (HR: Imam Ahmad).
Minallahil Musta’an wa Ilaihit Tiklan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!