Jumat, Januari 22, 2016

CITA-CITA BESAR DR. RUSDY DIGAPAI 5 HARI MENJELANG WAFAT



MENGENANG ANREGURUTTA DR. KH. MA RUSDY AMBO DALLE
(12/12/1948 - 21/1/2016)
Oleh: Arifin Abdullah
Adalah Anregurutta Ambo Dalle menikah dengan Hj. Andi Marhawah (Puang Hawa) pada tahun 1942, namun perkawinan mereka belum dikaruniai seorang buah hati kecuali setelah sekitar 6 tahun kemudian. Harapan dan doaAnregurutta terkabul dengan lahirnya putra mahkota yang kelak akan menjadi “passelle pasau”, meneruskan perjuangannya. Sang bayi yang dinanti-nantikan tersebut diberi nama Muhammad Ali Rusdy, yang lahir atas berkah Allah di sebuah rumah sederhana di Pesantren DDI Mangkoso pada tanggal 12 Desember 1948.
M. Ali Rusdy tumbuh dan besar dimasa-masa sulit, diberi nama Ali agar memiliki karakter yang tangguh, tulus, sederhana, dan punya jiwa sosial tinggi sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak, “khairun nas anfaahum linnas” seperti Ali Karramallahu Wajhah. Rusdy lahir ditahun yang sama dengan lahirnya wadah pemersatu umat Islam Indonesia pada saat itu, Partai Masyumi, setahun setelah berdirinya wadah pemersatu umat Islam Sulwesi yang diberi nama “Darud Da'wah Wal-Irsyad” (DDI :1947), maka irsyad dari suku kata bahasa Arab adalah satu akar kata dengan nama Rusdy, diharapkan semoga makna kedua nama kembar ini senantiasa dapat mempersatukan warga DDI di seluruh tanah air.




Saat baru berumur 6 atau 7 tahun Rusdy dan puang Hawa menyusul kehutan setelah sebelumnya mereka berdua ditinggal oleh Anregurutta di Pare-Pare, mereka hidup dihutan kurang lebih 8 tahun (1955-1963). Maka praktis masa kecil Rasdy dihabiskan dihutan bersama Kahar Muzakkar, dan disana-lah dia ditempa karakternya bersama anak-anak Kahar. Oleh Puang Andi Haliyah (isteri Kahar), Rusdy dianggapnya seperti anaknya dan tidak membeda-bedakan dengan anak-anak kandungnya sendiri.

Andi Haliyah, isteri Kahar Muzakkar, sangat sayang kepada Rusdy kecil, bahkan tidak jarang menemaninya tidur kalau lagi “BT” atau kangen pulang ke rumah, dan terkadang Rusdy ditunjukinya jenis-jenis senjata dan diajari cara memegang senjata-senjata tersebut. Itulah yang membuat DR Rusdy pemberani dan berjiwa petualang sampai saat ini. Keluar dari hutan Beliau tinggal di Ujung Baru (kediaman Anregurutta) di Pare-Pare. Demikian ungkap Gurutta DR Rusdy yang selalu bersemangat menceritakan petualanganya dengan mandiri tanpa bantuan siapa-siapa.

Pendidikan formalnya dimulai di Madrasah Tsanawiyah DDI Pare-Pare pada tahun 1963, kemudian melanjutkan ke PGA Negeri (4 tahun) Pare-Pare dan selesai pada tahun 1969.

Beliau pernah mengecap bangku perkuliahan di Pare-Pare, kemudian melanjutkan ke IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada jurusan filsafat sekitar tahun 70-an. Mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1972 dari fakultas Perbandingan Agama, fakultas Usuluddin DDI Pare-Pare.

Selanjutnya, hijrah menuntut ilmu ke Arab Saudi dan memilih tinggal di Jeddah dikediaman Gurutta H. Sabir Bugis tahun 1974 sambil mengurus masuk universitas Ummul Quraa di Makkah al-Mukarramah tetapi tidak memenuhi persyaratan administrasi. Gurutta H.Sabir menyarankan ikut pengajian (halaqah) di Masjid al-Haram, namun Rusdy berniat menimba ilmu di Al-Azhar dan lebih memilih berpetualang ke beberapa negara Arab dan Eropa setelah hampir setahun tinggal di Arab Saudi. Rusdy mengunjungi Suria, Palestina, Jordania, Libanon, Turki, Spanyol dan berakhir di Belanda.

Rusdy kemudian hijrah ke Mesir untuk menimba ilmu di negeri seribu menara itu pada tahun 1976, dan berhasil masuk ke Universitas al-Azhar, Fakultas Usuluddin, JurusanAqidah & Filsafat pada bulan Juli 1976 dan mendapat gelar sarjana pada tahun 1980. Pada saat libur musim dingin Beliau berpetualang ke Belanda dan German untuk mencari kerja musiman karena tidak mau bergantung bergantung kepada orang tunya yaitu Anregurutta Ambo Dalle. Bahkan ketika pergi ke Mesir pun Beliau tidak mau memakai jatah beasiswa rutin DDI ke Universitas Al-Azhar, Beliau lebih suka memberikan kesempatan beasiswa DDI itu untuk anak DDI yang lain, dan sifat sosial dan kesederhanaanya ini masih lengket pada dirinya sampai sekarang.

Latar belakang pendidikan dan pengalamannya di al-Azhar membuatnya berpikiran terbuka dan berwawasan luas. Beliau bergaul dengan semua orang Arab khususnya orang Mesir dari semua lapisan, dan melahap semua kitab-kitab pemikir arab khusunya karya pemikir-pemikir Mesir terkenal seperti, Muhammad Abduh (pembaharu Islam), Abbas al-Aqqad (filosof dan sastrawan), Thaha Husain alumni Sorbon (sastrawan tuna netra dan mantan mentri pendidikan Mesir), Abdul Halim Mahmud alumni Sorbon, Perancis (Sufi dan mantan Grand Syeikh al-Azhar), Abdul Bahiy alumni Hamburg Germany, dan Mahmud Hamdiy Zaqazuq alumni German (mantan dekan dan mantan menteri Auqaf Mesir) dan lain-lain.

Suatu ketika penulis mengajak beliau ke Islamic book fair di Istora senayan, setelah keliling kesemua penerbit mata Beliau tertuju pada sebuah buku dipenerbit Lentera, mampir sebentar, kata beliau. Langsung diambil satu buku karangan Hamdiy Zaqzuq yang tidak terlalu tebal tetapi membacanya pasti lama, sip ini dosen idola saya waktu kuliah di al-Azhar, jelas beliau. Ohh ini juga dosen favoritku di Usuluddin al-Azhar, Zaqzuq mengajar saya filsafat kontemporer sampai dia akhirnya menjadi menteri Auqaf, sambung saya.Zaqzuq adalah doktor alumni al-Azhar sekaligus doktor jebolan German, beliau menjelaskan.Menurut saya Zaqzuq adalah salah satu yang menginsipirasi beliau kuliah ke German.Beliua menjawab; tiga ulama yang tersebut diatas yang menginspirasi, Abdul Halim (idola Gurutta juga), Abdul Bahiydan Zaqzuq.Mereka adalah ulama kharismatik yang semuanya menikah dengan orang Barat.

Pada saat Beliau melanjutkan studi ke Berlin, Germany, wawasan dan pemikirannya semakin luas dan tercerahkan karena interaksi dengan semua suku bangsa yang datang dari Timur dan Barat.Pengalamannya di Mesir menjadi modal utama baginya sehingga bisa bergaul dengan orang-orang Arab yang kuliah di German, keluwesan berpikir yang dimilikinya membuat beliau cepat akrab dengan orang-orang Barat yang berlatar belakang agama dan ras yang berbeda-beda. Beliau bukan hanya bersahabat dengan orang-orang muslimGerman tetapi juga berteman dengan orang Kristen, bergaul dengan orang Yahudi dan bahkan ateis sekalipun. Beliau telah mengunjungi hampir semua negara-negara di Eropa. DR Rusdy sangat kental memegang prinsif al-Quran:
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: “dan Kami menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan multi-etnik supaya kamu saling kenal
mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (QS: 49: 13) Suatu saat, Emha Ainun Najib berkunjung ke German dan kebetulan tinggal dirumah Rusdy Ambo Dalle (akhirnya bersahabat sampai sekarang). Beliau memperkenalkan teman-temannya yang berasal dari berbagai negara dengan latar belakang agama dan ideology yang berbeda-beda, Kok bisa akrab dengan orang Yahudi dan sosialis?, Emha terkagum-kagum. Karena sangat jarang orang Asia yang bisa menembus pergaulan orang-orang Yahudi dan sosialis, lanjut Emha. Kalau suasana dan keadaan seperti ini yang terjadi di Indonesia, toleransi dan kerukunan umat beragama yang kita dambakan benar-benar bisa terwujud dan tidak ada lagi perdebatan tentang hal ini. Mengabdi di Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI): Rusdy Ambo Dalle pulang dari German pada tahun 1981, Beliau langsung kembali ke pesantren Manahilil Ulum Addariyah DDI yang baru seumur jagung, yang didirikan Anregurutta pada tahun 1978, untuk mengabdikan ilmu dan menyumbangkan pengalamanya selama berpetualang diberbagai Negara Arab dan Eropa. Beliau mengabdi selama dua tahun kemudian akhirnya kembali lagi ke German pada tahun 1983-1987 untuk melanjutkan pendidikannya.
Sepulang dari German untuk kedua kalinya, beliau langsung ke Kaballangang untuk membantu Anregurutta mengembangkan pesantren yang sudah mulai berkembang pesat. Semangat Beliau untuk memajukan pendidikan di DDI dan memberikan pencerahan kepada umat Islam di Sulawesi selatan, memberinya motivesi yang sangat tinggi. Suatu peradaban akan berkembang dengan cepat jika masyarakatnya menguasai alat komunikasi dan informasi serta bahasa peradaban yang berkembang pada zamannya. Pada saat itu, tahun 1987, bahasa Inggeris – dan bahasa Arab tentunya - sebagai alat interaksi dengan peradaban dan dunia international belum menjadi perhatian yang serius di pesantren, maka beliau berinisiatif mencari guru bahasa Inggris (volunteer) di Kedutaan Australia, Jakarta. Beliau berangkat ke Jakarta dengan memboyong adik bungsunya H. Rasyid Ridha untuk menimbah ilmu dan menambah pengalaman dengan mendatangi beberapa perguruan tinggi di pulau Jawa. Tiba di Jakarta, beliau langsung mendatangi Kedutaan Australia.
Setelah menyampaikan keinginannya pada pemerintah Australia, tiba-tiba H. Halim menghubunginya dari Pare-Pare, sudah datang guru bahasa Inggrisnya yang mau mengajar di pesantren Kaballangang, cerita Beliau.
Saat pulang ke Kaballangang, Beliau langsung menemui Volunteer yang sudah lama diharapkan kedatangannya untuk mewujudkan cita-cita pembagunan pesantren yang berkualitas, inilah awal dimulainya hubungan tali persaudaraan antara Rusdy Ambo Dalle dengan orang Australia: I’m Rusdy son of Gurutta, Nice to meet you, sapa Rusdy. Robert, Nice to meet you too, you are like my brother, jawab Mr. Robert J. Kingham. we are brothers, timpal Rusdy. I’m really very enjoy living here, jawab Mr.Robert lagi yang saat itu belum bisa berbahasa Indonesia. Hubungan persaudraan ini berlanjut hingga kini karena Gurutta memang sudah mengangkat Mr. Robert sebagai “anak” sendiri.Mr. Robert mengabdi di pesantren sampai tahun 1989.Dan meninggalkan Kaballangang setelah berhasil mencetak guru-guru bahasa Inggris yang berkualitas, seperti Ahmad saad.
Pada tahun 1990, Rusdy dihubungi oleh sahabat lamanya yang Beliau anggap melebihi saudaranya sendiri dalam hal keakraban dan chemistry, orang jerman menyebutnya “beste frendeu”. Sahabatnya ini bernama Amris Hasan, putera mantan Mendikbud Fuad Hasan yang dikenalnya sejak tahun 1971 –saat kuliah di jakarta-, persahabatannya semakin akrab saat Fuad Hasan menjadi Dubes di Kairo pada tahun 1976, bahkan Rusdy mengajak Amris ke Belanda pada tahun 1977. Akhirnya keduanya berpisah pada tahun 1981, karena Rusdy kuliah di Jerman dan Amris Kuliah di Inggris.
Bagaimana kalau kita membentuk ‘Islamic cultural centre’? ajak Amris. Rusdy yang punya semangat tinggi untuk memajukan peradaban di Indonesia tidak bisa menolaknya, OK kita ketemu di Bali, Rusdy menyanggupi. Pada saat itulah Beliau mulai meninggalkan Kaballangang, disamping karena semangatnya ingin berbuat lebih besar, beliau juga kecewa dan sedih atas kepergian Mr. Robert yang dianggapnya sebagai saudara dan partner untuk memajukan DDI serta menjadikan pesantren Kaballangang sebagai lembaga pendidikan modern. Beliau tinggal di Bali sampai pada tahun 1998 dengan mengelola hotel milik Amris Hasan. Berkiprah Di Dunia Politik dan Mendirikan Partai: Kiprahnya di DPR RI: Amris Hasan yang lebih dulu masuk ke politik praktis di bawah bendera PDIP menawarkan Rusdy untuk bergabung. Beliau mulai aktif di PDIP 1999, menjadi anggota DPR RI dan duduk di komisi X yang membidangi urusan pendidikan, sosial dan Agama pada tahun 2002 dengan menggantikan posisi Sophan Sofyan. Saat duduk di DPR, daya kritisnya tidak pernah berubah apalagi surut, beliau sering kali mengkritisi menteri-menteri yang kurang bijak mengelola kementeriannya, terutama kementerian Agama yang mengurusi masalah haji.
Pernah suatu waktu ada acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan kementerian agama, Beliau mengusulkan supaya biaya haji diturunkan. Tidak bisa pak, karena komponen biaya haji seperti akomodasi, catering, transportasi dll pada naik, jawab pihak kemenag. Begini pak, biaya pesawat bisa diturunkan, karena jarak antara Jakarta dengan Jeddah lebih dekat daripada jarak antara Jakarta dengan Negara-negara Eropa, kenapa biaya pesawat ke Eropa bisa lebih murah daripada ke Jeddah?, dan pesawat ke Eropa pasti pelayanannya lebih bagus dan makanannya lebih mewah karena ada wine, sedangkan Jemaah kita hanya disuguhi nasi goreng dengan minuman mineral atau teh botol, Tanya Rusdy dengan nada kritik. Pihak kemenag diam lalu saling bisik, akhirnya Kemenag sepakat biaya haji turun $ 1 US pada tahun itu, semua anggota dewan ketawa.
Sosok anggota dewan yang bersahaja dan jujur ini suatu waktu penulis temui di ruangannya di DPR RI, kami diskusi tentang prilaku anggota dewan, terutama masalah korupsi dan kehidupan glamour anggota dewan. kalau ada anggota dewan yang hidupnya mewah tapi bukan latar belakang pengusaha atau bukan keturunan pengusaha terkenal - apalagi kalau baru jadi anggota dewan - punya rumah mewah dan mobil mewah, tidak perlu KPK yang memeriksa, cukup masyarakat biasa yang menelusuri kekayaannya dan menanyakan pajak tahunan yang dia bayar, sudah bisa dipastikan orangnya “bersih” atau tidak. Mungkin ini yang disebut ‘pembuktian terbalik’ dalam istilah hukum, terang beliau dengan membandingkan sistem di negara-negara Barat.
Tiba saatnya pulang, kami dijemput mobil yang paling “antik” dari semua kendaraan yang berjejer disekeliling gedung DPR RI, mereknya Suzuki Carry keluaran tahun 80-an, kontras dengan kendaraan para anggota dewan dari berbagai merek buatan eropa yang diparkir depan gedung DPR bak pameran mobil mewah dan tercanggi yang dipamerkan di Mall yang ditawarkan oleh SPG cantik. Ayo naik, beliau mempersilahkan. Penulis heran - sebaimana semua orang yang melihatnya terheran - kaget becampur rasa bangga serta terharu saat naik. Kaget karena tidak percaya ada anggota DPR RI yang naik mobil seperti itu, bangga karena beliau adalah salah satu sosok anggota dewan yang memegang prinsip “taro ada taro gau” (sinkronisasi perkataan dengan perbuatan), sesuai cerita dan fakta di atas. Terharu saat terbayang wajah Anregurutta yang terpancar pada wajah putranya yang bersih dan bercahaya pertanda orang yang melihatnya sosok ini adalah orang yang jujur, bersih dan sederhana. Harapan kita semua, alumni DDI terutama yang aktif di bidang politik menjadikan Beliau sebagai teladan.
Dalam perjalanan pulang, penulis menanyakan tentang studi banding yang rutin dilakukan anggota DPR. Studi banding perlu asalkan anggota dewannya harus yang kompeten dan persoalan yang dikaji memang sangat dibutuhkan rakyat, jawab beliau. Pernah suatu waktu beliau kunjungan kerja (studi banding) ke negara-negara Muslim yang terkenal pelayanan hajinya bagus dan professional. Setibanya di Iran, dan ketemu anggota parlemen Iran. Beliau yang banyak menanyakan sistem dan managmen haji di Iran, karena yang lain tidak ada yang lancar bahasa Arab, ditengah perbincangan yang serius dengan anggota dewan Iran, para anggota DPR RI dari fraksi Islam meminta Beliau menanyakan harga kambing (dam dan qurban) bagi jema’ah Iran, sangat memalukan masa anggota dewan mau nanya masalah kambing, kenang beliau dengan nada jengkel. Semoga pengalaman ini bisa menjadi introspeksi diri dan teladan bagi pejabat serta calon pemimpin masa depan bangsa.
Mendirikan partai Bersama teman-temannya dari PDIP yang berjiwa pembaharu berkumpul dan sepakat membentuk suatu pergerakan yang kemudian mereka sebut dengan nama“Gerakan Pembaruan”. Gerakan ini bertujuan melakukan regenerasi kepemimpinan di tubuh PDIP. Gerakan ini pada akhirnya bermetamorfosis menjadi partai politik yang dideklarasikan pada sarasehan nasional tahun 2005 dengan nama Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
PDP dengan ideologi pancasila 1 Juni 1995 bertujuan mereformasi partai politik di Indonesia. Berikut pidato pak Laksamana tentang gagasan pembaruan Parpol: Sekarang bandul kekuasaan di negeri ini berada di Parpol di mana sebelumnya pada masa orba DPR hanya tukang stempel, karena melalui pemilu rakyat harus memilih wakilnya untuk duduk di DPR setelah parpol menyeleksi calegnya, setelah anggota dewan terpilih parpol yang mengawasi dan mengaturnya. Kemudian DPR -sebagai perpanjangan tangan parpo- yang berhak memilih dan menentukan semua kepala lembaga tinggi Negara yang akan menentukan nasib rakyat banyak, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hakim Agung, Komnas HAM, Kapolri, kepala TNI, Dubes. Bahkan mayoritas menteri diusulkan oleh ParPol.
Maka satu-satunya jalan untuk mereformasi total negeri ini adalah pembaharuan Parpol. Karena selama parpolnya belum steril dari kepentingan pribadi selama itu pula pemimpin lembaga Negara tidak bisa steril dari kepentingan pribadi, ibarat sungai kalau dihulunya tercemar sudah pasti dihilirnya tercemar pula. H. Abdul Madjid adalah tokoh senior yang dikaguminya di dalam gerakan ini, karena kesederhanaan dan semangat perjuangannnya untuk melakukan pembaruan.
Ir. H. Laksamana diangkat menjadi Koordinator pimpinan partai bersama dengan 30 orang teman seperjuangannya. DR Rusdy termasuk dalam pimpinan partai dan ditunjuk sebagai ketua hubungan antar lembaga Negara dan luar negeri. Pak Laks (panggilan akrab Laksamana) adalah salah satu teman diskusinya di partai ini karena kesamaan ideologi dan jiwa pembaharu yang mereka miliki, bahkan pak Laks dengan suka rela mencetak buku “Anregurutta Ambo Dalle: Maha Guru Dari Bumi Bugis” dengan dana dari koceknya sendiri karena kekagumannya pada Sang Maha Guru Pembaharu.
Kenapa partai ini tidak dipilih oleh rakyat sehingga tidak lolos PT (parlemen threshold)? Tanya penulis. Memang masih sulit parpol seperi ini eksis di Negara yang demokrasinya masih seperti bayi merangkak, demokrasinya masih semu karena suara rakyat bisa dibeli dengan uang secara kasat mata. Rakyatnya rata-rata masih dibawah garis kemiskinan yang belum melek politik, calegnya masih banyak yang belum punya ideologi yang jelas mereka hanya mengandalkan popularitas plus uang sehingga rakyat yang kurang pendidikan politik gampang dibuai. Belum lagi adanya konflik ideologi di dalam partai, ada kelompok pragmatis dan ada kelompok idealis, Pak Rusdy menjelaskan. Tapi kenapa pihak oportunis dan pragmatis yang menang dan diakui pemerintah? Tanyaku penasaran. Ya, mungkin mereka ada transaksi politik dengan parpol penguasa jawabnya santai. Partai ini tidak lolos verifikasi faktual di KPU, sambung penulis. Baguslah… daripada nanti dijadikan alat transaksi politik dengan partai pemenang pemilu yang akan datang, lanjutnya. Inilah potret sebuah bangsa yang belum matang berdemokrasi, kelompok idealis yang punya nurani bisa terkalahkan oleh pihak oprtunis dan pragmatis. Berkiprah di LAPIS: Mr. Robert sudah lama mengajak bergabung di LAPIS yang didirikannya pada tahun 2004, tetapi DR Rusdy baru bergabung pada tahun 2005 karena alasan belum punya waktu. Oleh Lapis beliau dijadikan sebagai Advisory board bersama dengan temannya Prof.Dr. Zamakhsyary Dhofier pakar pesantren dan penulis buku “Tradisi Pesantren”, buku ini menjadi referensi bagi setiap peneliti tentang kepesantrenan.
Beliau sangat senang bisa bekerja sama lagi dengan saudaranya Mr. Robert dalam satu wadah yang mengurusi masalah pendidikan kaum mustad’afin atau kaum dhuafa. Lapis berada dibawah naungan kedutaan Australia yang menangani madrasah diseluruh pelosok tanah air untuk membantu mengembangkan madrasah-madrasah yang bernaung dibawah Depag tapi tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan punya potensi untuk berkembang. Lapis memprioritaskan pembangunan madrasah dari segi pengembangan SDM, Lapis juga membantu melakukan “bedah madrasah” dengan merenovasi toilet dan perpustakaan sekolah.
Beliau seringkali mengunjungi madrasah di daerah terpencil yang sangat kumuh, tidak terurus dan minim fasilitas karena tidak ada perhatian dari pemerintah.Madrasah itu mirip dengan sekolah yang digambarkan oleh Andrea Hirata dalam bukunya “Lascar Pelangi”.
Disela-sela kesibukannya di Lapis, beliau sering diundang oleh pengurus DDI di daerah. Pada tahun 2010 penulis menemani beliau safari ramadhan ke Kalimantan selatan atas undangan pengurus DDI Batu Licin.Pada bulan puasa tahun 2012 Beliau juga ke Papua atas undangan pengurus DDI disana.Uniknya, ada madrasah DDI di papua yang ternyata muridnya mayoritas beragama non Muslim, jelas pengurus dan guru DDI tersebut. Biarkan saja memeluk agamanya sendiri, jangan dipaksa masuk Islam, lebih bagus kalau mereka memeluk Islam dengan suka rela, nasehat DR Rusdy kepada guru dan pengurus DDI disana. Mendirikann Pesantren: Bapak Soekarjo mantan koleganya di DPR RI mengutarakan niatnya kepada DR Rusdy untuk membangun sebuah pesantren yang berkualitas, memiliki sarana prasarana yang baik, serta fasilitas yang lengkap yang diharapkan bisa menghasilkan manusia Indonesia unggul. Rencananya pesantren ini akan menerima santri dari berbagai daerah di Indonesia dengan biaya pendidikan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakt, bahkan pemberian beasiswa bagi santri berprestasi.
Lokasi pesantren ini terletak di Jonggol, sebuah desa yang tak jauh dari puncak Bogor.Jonggol dipersiapkan oleh pemerintah orde baru untuk menjadi pusat pemerintahan, namun soeharto lengser akhirnya rencana itu belum terlaksana. Pensantren yang berada diatas bukit ini diberi nama“Bina Ummah” agar kelak menjadi pusat pembinaan bibit-bibit unggul generasi ummat yang akan datang. DR Rusdy bahkan sudah meminta sahabatnya dari Lapis Prof Zam (panggilan akrab Zamakhsyary) untuk bergabung. Prof Nasruddin (wamenag) juga sudah mengunjungi pesantren ini.
Kini, di tengah pesantren telah berdiri sebuah masjid, ruang belajar dan asrama.Pesantren ini belum menerima pendaftaran santri karena belum disepakati satu model dan system pesantren yang ideal. Sebelumnya pesantren ini akan bekerja sama dengan IPB bogor, namun belum terlaksana karena alasan teknis. Pak Karjo (panggilan Soekarjo) berharap agar Pak Rusdy yang akan membina pondok ini jika sudah diresmikan kelak. 
Mendirikan Yayasan: Lapis Lit-tarbiyah merupakan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, sosial dan budaya yang dibentuk pada tahun 2011 lalu. Rencananya akan bekerja sama pemerintah Australia untuk pembinaan madrasah. Jika ‘Ambo Dalle Centre’ sudah terbentuk, salah satu alternatif menempatkannya dibawah yayasan ini. 
DR Rusdy dan Visi-nya Ke depan: Rusdy Ambo Dalle bak seorang putri. Beliau dilamar oleh beberapa partai untuk bergabung dan menjadi anggota dewan di tahun 2014, hingga kini ada lima partai yang lolos verifikasi faktual yang terpikat padanya. Gurutta Rusdy ibarat putra mahkota yang diharapkan oleh banyak pihak untuk memimpin organisasi dan membina pesantren serta menjadi wakil rakyat.
Apa langkah beliau kedepan? Dinamika dan benih-benih perpecahan yang terjadi dalam tubuh DDI sudah lama dirasakan, namun Gurutta (Allahu Yarhamh) sanggup mempersatukan semua elemen DDI, Gurutta meninggalkan pesan yang tersirat dengan memberi nama sebuah pesantren DDI yang terakhir berdiri diakhir hayatnya; Ma’had Ittihadul Usrah Wal-Jamaah. 
Cita-cita besarnya yang belum terwujud; MEMPERSATUKAN DDI: Prinsip yang selalu diucapkannya; Sekali hidup, harus bermakna. Pesan yang sering diungkapkannya; Kebutuhan manusia (needs) hanya sedikit dan terbatas, yang banyak dan tak terbatas adalah keinginan (wants).Wallahu a’lam.
Sumber : My Buku Kuning: guruttaambodalle.blogspot.co.id 
NOTE: Setelah sukses menggapai cita-cita besarnya MEMPERSATUKAN DDI secara resmi, dan disaksikan oleh: Wakil Presiden RI M. Yusuf Kalla, Gubernur dan Wagub SULSEL, serta seluruh warga DDI dari berbagai daerah penjuru tanah air, di Asrama Haji Sudiang-Makassar pada Hari Sabtu, 16 Januari 2016 (5 hari lalu), Dr. KH. MA Rusdy Ambo Dalle menghembuskan nafas terakhir dengan tenang di rumahnya (Jakarta) pada hari Kamis, 21 Januari 2016, pada dinihari pukul 01.30 WIB. Dan jenazahnya dimakamkan hari itu juga, ba'da Isya di PP. DDI Ujung Lare-Parepare (bersebelahan dengan ibundanya yang tercinta).
INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI'UN; Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa, mengabulkan semua amal kebajikannya, dan menerima baik di sisi Nya bersama para nabi, auliya, dan orang-orang shaleh. Amin.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!