Senin, Mei 09, 2016

BAHASA ARAB BAHASA RESMI PPMI SHOID:

PRINSIF DASAR PENGAJARAN BAHASA ARAB SEBAGAI BAHASA RESMI
Di Pondok Pesantren Modern Islam Shohwatul Is’ad – Pangkep(*)
Oleh: Med HATTA
A.  MUKADDIMAH
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa besar dunia dari segi penggunanya, dan disebut sebagai bahasa yang luas penyebarannya, yaitu dipergunakan aktif oleh sekitar 300 – 500 juta penduduk di 22 negara Arab. Ia adalah bahasa Alquran dan bahasa resmi bagi sumber syariat utama dalam Islam dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW. Tidak sempurna shalat bagi seorang muslim kecuali menguasai beberapa kalimat bahasa ini, maka bahasa Arab menjadi bahasa ibadah di negara-negara Islam. Selain itu bahasa Arab juga merupakan satu dari 6 bahasa resmi yang dipergunakan pada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga-lembaga internasional lainnya. Ini menunjukkan betapa pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa utama dalam peradaban, budaya, diplomasi dan interpreneurship dalam dunia internasional.


Menyadari hal tersebut di atas, maka pendiri sekaligus ketua yayasan Shohwatul Is’ad, Drs. H. Masrur Makmur Latanro, M.Pd. – dalam sebuah apel besar bulan Maret lalu – me-lounching program bilingual (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris), sebagai bahasa resmi di lingkungan Pondok Pesantren Modern Islam Shohwatul Is’ad (PPMI Shoid). Semenjak hari itu para Pembina dan guru-guru telah bekerja keras menciptakan iklim berbahasa Arab dan Inggris dilingkungan pondok terutama kepada para santri, meski hasilnya belum maksimal sesuai yang diharapkan tetapi program tersebut telah meperoleh kemajuan yang patut di puji. Memang disadari bahwa belajar Bahasa Arab berbeda dengan bahasa ibu, maka untuk mempelajari apalagi ingin menerapkannya sebagai bahasa resmi PPMI Shoid memerlukan waktu, kesabaran dan strategi yang efektif dan efisien, seperti metode (model pengajaran), materi dan proses pelaksanaan pengajaran yang tepat sesuai dengan target yang diharapkan.


Selain itu, harus mengasah sisi keterampilan santri pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (مهارة الاستماع); kemampuan berbicara (مهارة الكلام); kemampuan membaca (مهارة القراءة); dan kemampuan menulis (مهارة الكتابة). Maka ini semua dan hal-hal lain yang berhubungan dengan metodelogi pengajaran Bahasa Arab sebagai bahasa resmi PPMI Shoid yang akan penulis uraikan dalam makalah ini untuk dijadikan rujukan dalam penyusunan kurikulum mata pelajaran Bahasa Arab pada tingkat SMPIT dan SMAIT Pondok Pesantren Modern Islam Shohwatul Is’ad – Pangkep, TP. 2016-2017


A.      PRINSIP DASAR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB:
Untuk mempercepat proses pembelajaran Bahasa Arab sehingga menjadi bahasa sehari-hari (komunikasi informal) maupun bahasa resmi (komunikasi formal) di PPMI Shoid, ada prinsif-prinsif utama/prioritas dalam penyampaian materi pengajaran, seperti: Pertama, mengajarkan santri mendengarkan dan bercakap sebelum menulis; kedua, mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan kata; ketiga, prinsif berjenjang dalam pengajaran bahasa Arab sesuai dengan level-levelnya.
v  PERTAMA: Mengajarkan Mendengarkan dan Bercakap Sebelum Menulis:
Dari ketiga prinsif tersebut di atas, maka mendengar dan bercakaplah – menurut penulis – harus terlebih dahulu diprioritaskan dalam pengajaran Bahasa Arab sebelum yang lainnya. Kesimpulan ini berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa yang baik adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami/natural pada manusia, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya dari mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan mendengar/menyimak harus lebih dulu dibina, kemudian kemampuan menirukan ucapan, lalu aspek lainnya seperti membaca dan menulis.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mendengar merupakan pintu natural untuk mempelajari bahasa dan menjadi media yang paling tepat untuk memahami bahasa lalu kemudian dapat bercakap dengannya. Kata Ibn Khaldun: “Mendengar adalah soko guru dari segala kemampuan” (Lihat: Mukaddimah Ibn Khaldun: 1987: 129), ungkapan sederhana ini menunjukkan pentingnya kemampuan mendengar dalam menuntun lidah bercakap secara umum. Oleh karena itu para pemuka Arab terdahulu berkomentar: “Belajarlah baik-baik mendengar sebelum belajar baik-baik berbicara, karena jika anda dapat mendengar dan menyimak sudah pasti anda lebih mudah berbicara”.
Umumnya para praktisi Bahasa Arab terdahulu telah menegaskan pentingnya mendengar, bahkan di antara mereka ada yang berpendapat bahwa indra pendengaran lebih utama dari pada indra penglihatan dengan dalil firman Allah yang senantiasa mendahulukan pendengaran atas penglihatan di dalam Alquran (Lihat: QS. 16: 78). Pada ayat lain seperti firman Allah: (tuli, bisu, buta), jelas Allah mendahulukan yang berhubungan dengan pendengaran dari pada yang berhubungan dengan penglihatan, karena kemampuan mendengar adalah faktor utama untuk berbicara. Oleh karena itu kita tidak menemukan orang tuli kecuali ia pasti bisu, dikatakan sebab ia bisu karena tidak dapat mendengar, berbeda dengan indra penglihatan tidak akan mempengaruhi kemampuan berbicara.
Fakta ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari bagi setiap bayi yang baru lahir, ia hanya memakai indra pendengaran saja selama lebih satu tahun baru ia akan mampu mengucapkan satu kata dalam proses berbicara, bahkan setelah dewasa pun dimana aktifitas membaca dan menulis sudah menjadi bagian dari kehidupannya maka tetap saja kemampuan mendengarnya lebih banyak digunakan dari kemampuan-kemampuan yang lainnya. Sebuah survei telah membuktikan bahwa “umumnya setiap orang dewasa mempergunakan waktunya untuk mendengar setara dengan durasi satu buku dalam sehari, berbicara setara dengan durasi satu buku dalam sepekan, membaca setara dengan durasi satu buku dalam sebulan, dan menulis setara dengan satu buku dalam setahun”.
Survei lain menegaskan bahwa umumnya setiap orang mempergunakan waktu sadarnya sekitar (50%-80%) untuk berkomunikasi, dan di antaranya dihabiskan sekitar (45%) untuk mendengar, sekitar (30%) untuk berbicara, membaca (16%), dan menulis (9%). Dan digaskan pula bahwa faktor utama unggulnya beberapa pelajar Bahasa dari yang lainnya disebabkan karena kemampuan mereka mendengar untuk mengerti Bahasa yang dipelajari. Secara garis besar penulis ingin menegaskan prioritas kemampuan ‘mendengar’ dalam pengajaran Bahasa Arab di PPMI Shohwatul Is’ad dengan pertimbangan, sbb:
1.      Kemampuan mendengar merupakan pintu utama untuk belajar Bahasa Arab sebagai Bahasa Asing, santri tidak dapat mempelajarinya kecuali setelah mendengarkan pada penuturnya yang akan mengucapkan baginya kalimat-kalimat secara benar, dan melafazkannya setiap suara pada waktu yang sama, serta menjelaskan cara pengucapannya. Oleh karena itu, tanpa kemampuan mendengar maka tidak akan dapat belajar Bahasa dengan benar. Sebuah studi menjelaskan bahwa “keunggulan dalam kemampuan mendengar membawa pada keunggulan dalam kemampuan membaca, karena kemampuan mendengar dan membaca bersandar pada kemampuan-kemampuan mengenal, memahami, intraktifitas, korektifitas, dan kemampuan mendaya gunakan talenta-talenta positif di dalam kehidupan.
2.      Mendengar merupakan media yang dapat meningkatkan daya cerna santri dalam mempelajari Bahasa Arab (Asing), studi menunjukkan bahwa kemampuan mendengar mengambil porsi dalam sehari KBM sebanyak dua kali lipat dibanding dengan kemampuan berbicara, dan porsi ini bisa mencapai 4-5 kali lipat lebih banyak jika dibandingkan dengan kemampuan membaca dan menulis.
3.      Mendengar adalah sasaran utama santri untuk dapat kontak dengan pengampuh materi Bahasa Arab, oleh karena itu harus diberikan prioritas yang lebih dari kemampuan yang lain.
a.      Teknik Melatih Pendengaran: Ada beberapa teknik melatih pendengaran/telinga, seperti:
Ø  Ustadz hendaknya mengucapkan kata-kata yang beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara santri menirukannya di dalam hati secara kolektif.
Ø  Ustadz kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Contoh: (ذ – ز – ش – س، ع – أ، ح – هـ), dan seterusnya.
Ø  Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (Bahasa Indonesia) seperti: (خ – ذ – ث – ص - ض) dan seterusnya.
Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut:
ü  Santri dilatih untuk melafazkan huruf-huruf tunggal yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf menggunakan tanda panjang, dilatih dengan lebih cepat, dan seterusnya dilatih dengan melafazkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Contoh: (با – بي – بو - ب) dan seterusnya.
ü  Mendorong santri ketika proses pengajaran menyimak dan melafazkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
b.      Tujuan kemampuan mendengar bagi santri pemula: Ada beberapa tujuan/sasaran yang akan dicapai dalam melatih kemampuan pendengaran khusus bagi santri pemula sebagaimana dalam table berikut:
I.     Dari Segi Suara
II.   Memahami Yang didengarkan
III.    Meresapi Sesuatu Yang Terdengar
Dapat membedakan di antara vokal Arab dari berbagai macam suara
Dapat menjawab sebagaian pertanyaan dengan jawaban yang rinci
Dapat menikmati jika mendengarkan Nasyid dan kisah-kisah Arab
Dapat membedakan antara baris-baris pendek dan baris-baris panjang
Dapat melaksanakan perintah-perintah dengan tepat saat mendengarnya
Dapat memprediksi alur cerita sebuah hikayat dan endingnya
Dapat membedakan suara yang bertasydid dan bertanwin
Dapat memprediksi nama-nama beberapa sesuatu yang ada disekitarnya
Menampakkan kekagumannya dengan aksi-aksi kepahlawanan
Dapat membedakan antara lam syamsiyah dan lam qamariyah
Dapat memprediksi lawan kalimat-kalimat yang didengar

Dapat mereka suara sebagian kalimat dengan maksudnya
Mengerti kandungan percakapan-percakapan pendek yang berkisar pada obrolan penghormatan, perkenalan, basa-basi, dan perpisahan

Dapat menebak suara mufrad (tunggal) yang didengarkan dengan bentuknya
Mengerti kandungan percakapan-percakapan seputar keluarga mudai dari makan, bermain, dan pertemanan...


Memprediksi arti sederhana bagi sebagian do’a-do’a dan ayat-ayat pendek


Dapat membedakan kalimat-kalimat yang menunjukkan pada waktu dan tempat


Dapat membedakan kalimat-kalimat yang menunjukkan atas pembicara, lawan bicara, dan yang dibicarakan


Dapat membedakan antara bentuk-bentuk waktu dan fi’il-fi’il di dalam konteks yang didengar


Dapat membedakan bentuk-bentuk muzakkar, muannats, dan bilangan-bilangan di dalam teks suara


Menyusan konsep-konsep dan peristiwa-peristiwa yang ada di dalam teks suara

v  KEDUA: Mengajarkan Kalimat Sebelum Mengajarkan Kata:
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang ustaz memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar. Oleh karena itu ustaz Bahasa Arab dapat memilih kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh santri dan mengandung kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang hendaknya dipenggal-penggal). Misalnya: (اشتريت خذاء رياضيا بيضاء جديدا مصنوع في اليابان), kemudian dipenggal-penggal menjadi: (اشتريت خذاء رياضيا - اشتريت خذاء رياضيا بيضاء). Dan seterusnya...
v  KETIGA: Prinsif Berjenjang (التدرج):
Prinsif terakhir ini jika dilihat dari sifatnya, setidaknya ada tiga kategori prinsif berjenjang, yaitu: Pertama, pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dan dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui; Kedua, selalu ada kesinambungan antara apa yang telah disampaikan sebelumnya dengan apa yang akan diajarkan selanjutnya; Ketiga, selalu ada peningkatan bobot pengajaran dari hari ke hari, baik jumlah jam maupun materinya. Aplikasinya, seperti:
a.      Jenjang pengajaran kosa kata (المفردات), hendaknya mempertimbang dari aspek penggunaannya bagi santri, yaitu diawali dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam keseharian dan berupa kata-kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata sambung. Hal ini dilakukan agar santri dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus bertambah dan berkembang kemampuannya.
b.      Jenjang Pengajaran Qawaid (Tata Bahasa Arab/ Nahwu dan Sharaf): Dalam pengajaran Qawaid, baik Nahwu maupun ilmu Sharaf juga harus mempeertimbangkan kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Pada pengajaran Nahwu Misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (الحملة المفيدة), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
c.       Jenjang Pengajaran Makna (دلالة المعاني): Dalam mengajarkan makna kalimat atau kata-kata, ustadz Bahasa Arab hendaknya memulainya dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling digunakan/ditemui dalam keseharian mereka. Selanjutnya makna kalimat lugas sebelum makna kalimat yang mengandung arti banyak (idiomatic). Dilihat dari teknik materi pengajaran Bahasa Arab, jenjang-jenjangnya dapat dibedakan sebagai berikut: Pertama, pelatihan melalui pendengaran sebelum penglihatan; Kedua, pelatihan lisan/pengucapan sebelum membaca; Ketiga, penugasan kolektif sebelum individu. Aplikasinya dapat dilihat dari langkah-langkah berikut:
ü  Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika, karena contoh yang tepat akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada hanya gramatika saja.
ü  Hindari memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh kalimat dengan perbedaan - persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi santri.
ü  Mulailah membuat contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
ü  Susunlah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
ü  Pada saat mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misal: Hitam – Putih; Panjang – Pendek; dan seterusnya.
ü  Begitu juga jika mengajarkan huruf jar (حروف الجر) dan maknanya, sebaiknya dipilih dari huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh pada jumlah ismiyah: (الطلاب في الفصل), pada jumlah fi’liyah: (ذهب الطلاب إلى المسجد).
ü  Hindari memberikan contoh-contoh yang membuat santri meraba-raba maknanya karena tidak sesuai dengan alam pikiran mereka. Santri diberikan ransangan yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan, dan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar mereka merasa terlibat langsung dengan pengajaran yang berlangsung.
B.      ASPEK BUDAYA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB:
Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya adalah merupakan media Bahasa, yaitu mencakup semua apa yang telah dihasilkan oleh manusia atau dibebankan padanya seperti agama, budaya, tradisi, pakaian, tempat, sarana-sarana informatika dan komunikasi, dan lain sebagainya. Apa dari aspek budaya yang dapat diterapkan dengannya dalam mengajarkan Bahasa Arab bagi santri SHOID?
Ada berbagai studi yang telah merumuskan beberapa aspek budaya yang bisa diterapkan dalam pengajaran Bahasa Arab sebagai bahasa asing, penulis akan memilih dua saja di antaranya yang relevan untuk lingkungan ma’had kita dan sekaligus – kedepan – bisa dijadikan acuan dalam menyusun Buku Percakapan Sehari-hari Santri sesuai kebutuhan, sebagai berikut:
A.   Studi dari Prof. Dr. Rusydi Tha’ima (الأسس الثقافية والمعجمية), ia merumuskan 20 aspek budaya/medan komunikasi, yaitu: (Identitas diri/perkenalan; tempat; pekerjaan/profesi; waktu luang; bepergian/touring; berhubungan/komunikasi; perayaan-perayaan/pesta; kesehatan dan hospital; pendidikan/sekolah; pasar; di restoran; pelayanan/servis; negara dan tempat-tempat di dunia; bahasa asing; iklim dan temperatur; situs dan tempat-tempat bersejarah; ekonomi dan bisnis; agama dan kehidupan spritual; politik dan hubungan internasional; dan yang berhubungan dengan waktu dan tempat)
B.      Studi dari Prof. Dr. Fathi Younes: Ia menetapkan sembilan aspek budaya dengan turunannya, seperti:
1)  Perkenalan: (sapaan, penghormatan, memperkenalkan diri (menyebut nama – usia – alamat – dll...)
2)   Ruang Kelas: (nama tempat dan perabot-prabot ruang belajar – nama materi pelajaran – menyebut aktifitas dan kegiatan-kegiatan – dll...)
3)      Sekolah: (lokasi-lokasi kelas – nama-nama pegawai dan jabatan di sekolah – peraturan dan tatatertib-tatatertib di sekolah – sarana dan prasarana sekolah – dll...)
4)  Keluarga: (anggota-anggota keluarga – hubungan kekerabatan dan usia – rumah dan ruangan-ruangannya – dll...)
5)    Lingkungan sosial yang meliputi sekolah: (perumahan – pelayanan pos – listrik – televisi – dll...)
6) Sosial Kemasyarakatan: (pelayanan kesehatan – transportasi dan telekomunikasi – pemerintahan daerah – peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung – dll...)
7)    Informasi Budaya: (perayaan-perayaan keagamaan – kebudayaan – lagu-lagu – kesenian – dll...)
8)  Informasi Kontemporer: (Sosial – pendidikan – profesi – waktu senggang – kehidupan spritual – dll...)
9)   Hal-hal Lain: (mengenal waktu – membaca jam – hari-hari sepekan – penanggalan dan bulan-bulan setahun – musim dalam setahun – cuaca dan temperatur – dll...)

C.     RECOMENDASI DAN TIPS MUDAH BERBAHASA ARAB
1.      Tayankan Film-film Berbahasa Arab: Ini salah satu cara terbaik mengajarkan santri Bahasa Arab pergaulan untuk melatih kemampuan mereka mendengar. Santri tidak harus mengerti setiap kata untuk memahami kejadian di film, dan akan lebih bagus lagi jika film yang ditayangkan menggunakan teks bahasa arab yang bisa membantu mereka mengerti cerita film, ini juga sekaligus melatih kemampuan membaca. Pilih film yang mudah dimengerti. Film-film dengan dialog singkat, diikuti dengan jeda tanpa dialog adalah pilihan yang paling ideal, karena memberikan waktu bagi santri untuk menyerap bahasa tersebut. Dan film romantis termasuk dalam kategori ini.
2.   Putarkan lagu Bahasa Arab: Musik bisa menjadi cara yang menyenangkan santri untuk belajar bahasa Arab. Ajaklah mereka ikut bernyanyi layaknya di rumah karaoke. Ini juga cara yang baik untuk melatih santri mengekspresikan dirinya dalam berbahasa Arab dan meningkatkan pengertian santri lain terhadap apa yang mereka katakan pada mereka dalam bahasa Arab.
3.     Membaca: Membaca adalah cara terbaik untuk belajar kosa kata baru. Biasakanlah santri membaca cerita-cerita pendek yang menarik. Biasanya cerita ini terbagi dalam beberapa bab pendek yang dapat dibaca dan dianalisa bahasanya. Santri tidak harus mengerti setiap kata yang dibaca, mereka cukup memahami artinya secara umum. Suruh garis bawahi kata-kata yang tidak dimengerti, paksa mereka mencoba menerka sendiri artinya berdasarkan hubungan kalimat. Lalu suruh mereka gunakan kamus mereka untuk mencocokkan terkaan mereka. Anjurkan santri membaca (Buku Belajar Membaca). Biasanya tersedia sejumlah pertanyaan untuk menguji pemahaman santri terhadap apa yang baru mereka baca.
4.   Berpikir Dalam Bahasa Arab: Latih santri untuk melakukan percakapan imajinasi dalam bahasa Arab, suruh pikirkan apa yang akan mereka katakana. Paksakan santri berbicara dalam bahasa Arab kepada teman-teman mereka, tidak perlu mereka khawatir dengan pengucapan yang kurang bagus, berbicara secara teratur akan meningkatkan rasa percaya diri mereka dan mereka akan maju lebih pesat.
5.   Jadikan kawasan SHOID sebagai kamus terbuka bahasa dunia (Arab dan Inggris). Buat segala sesuatu yang dapat dilihat, dirasa, dan disentuh (lokasi, jalan, tempat, pohon-pohon, dll…) berbunyi dengan bahasa Arab dan Inggris.
6.    Buat Club Bahasa (النادي اللغوي): Ciptakan satu komunitas khusus atau Club Bahasa Arab (CBA) di dalam SHOID yang isinya adalah santri-santri yang sudah jauh berkembang bahasa Arabnya. Ransang mereka untuk selalu berbahasa Arab di antara sesama anggota club. Jadikan anggota CBA sebagai biang-biang bahasa Arab yang dapat menularkan kemampuan bahasanya kepada teman-temannya yang lain. Kondisikan CBA layaknya taman-taman surgawi atau ciptakan semacam sebuah Club VVIP yang diidam-idamkan oleh setiap santri untuk bergabung di dalamnya.
Daftar Pustaka
1)      حسن عبد الرحمن الحسن، دراسات في المناهج وتأصيلها، دار جامعة أم درمان للطباعة والنشر.
2)      راتب قاسم عاشور، فنون العربية وتدريسها. 
3)      رحاب الزناتي، برنامج لتنمية مهارات الاستماع للمبتدئين.
4)      رشدي أحمد طعيمة، تعليم اللغة العربية لغير الناطقين بها: مناهجه وأساليبه، منشورات المنظمة الإسلامية للتربية والعلوم والثقافة-إسيسكو، الرباط، 1989م
5)      رشدي أحد طعيمة، الأسس المعجمية والثقافية لتعليم اللغة العربية للناطقين بغيرها (مكة المكرمة: معهد اللغة العربية جامعة أم القرى،1402هـ/1982م)
6)      رشدي أحمد طعيمة، المدخل الاتصالي في تعليم اللغة (سلطانة عمان: بدوم مطبعة، 1997م)
7)      عبد الحميد عبد الله وناصر عبد الله الغالي، أسس إعداد الكتب التعليمية لغير الناطقين بالعربية (الرياض: دار الغالي،1991م)
8)      كمال بشر، اللغة العربية بين العوربة والعولمة، مقالة مقدمة في مؤتمر مجمع اللغة في دورته الثامنة والستين يوم الاثنين 18 من المحرم سنة 1423هـ الموافق 1 من أبريل (نيسان) سنة 2002م.
9)      محمد بو نجمة، مناهج تدريس الاستماع.
10)  محمد على الخولي، الحياة مع لغتين: الثنائية اللغوية (الأردن: دار الفلاح للنشر والتوزيع، 2002م)
11)  محمد على الخولي، أساليب تدريس اللغة العربية، ط3، الرياض، 1410هـ/1989م
12)  محمود إسماعيل صيني، دراسة في طرائق تعليم اللغات الأجنبية، وقائع تعليم اللغة العربية لغير الناطقين بها، ج2، مكتبة التربية لدول الخليج، 1406هـ/1985م
13)  مختار الطاهر حسين، تعليم اللغة العربية للناطقين بغيرها في ضوء المناهج الحديثة، رسالة دكتوراه غير منشورة، جامعة أفريقيا العالمية، 2002م
14)  نبيه إبراهيم إسماعيل، الأسس النفسية لتعليم اللغة العربية للناطقين بغيرها (القاهرة: مكتبة الأنجلو المصرية، بدون سنة).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!