SEBUAH Pasangan suami istri (pasutri) yang tidak tergolong harmonis,
memulai paginya dengan adu mulut sebagaimana kebiasaannya hampir setiap hari,
sekedar ribut-ribut kecil, sedang, dan terkadang pertengkaran besar. Tetapi
pagi itu nampak permasalahannya cukup rumit, suami terbawa emosi sehingga
berujung pada "kalimat" halal yang dibenci agama, THALAQ. (Lihat: Sambungan)
Suami
menceraikan isterinya dengan sumpah: "Tidak akan ruju' pada isterinya
kecuali bila terjadi hari sial, kelabu dan tidak bersinar". Dan istri
hanya menangis saja dan berkemas pulang ke rumah orang tuanya.
Setelah
peristiwa yang berlalu sangat cepat itu, dan setelah istri pulang ke rumah
orang tuanya, suami baru sadar apa yang telah dilakukannya pada istrinya dan
kini ia sangat menyesal. Tetapi kata thalaq apabila telah keluar dari bibir
maka hukum pun berlaku. Ia harus mencari alasan syar'i untuk membawa pulang
kembali istrinya ke rumahnya.
Ia lalu
mendatangi kantor urusan agama (KUA) untuk meminta fatwa agar ia bisa ruju'
kembali dengan istrinya. Namun, setelah pak kua mendengarkan kronologis
kejadiannya secara lengkap, pak kua menyimpulkan:
Sungguh, saya
tidak bisa memberikan fatwa yang dapat mengembalikan istri kamu dengan kasus
sumpahmu itu, karena saya tidak bisa memastikan kapan hari sial, kelabu, dan
tidak ada sinar itu bisa terjadi. Pergilah ke MUI di kota besok siapa tau ada
jalan keluar yang terbaik untukmu.
Maka keesokan
harinya ia terburu-buru pergi ke kota, karena sedianya berangkat pagi-pagi hari
itu tapi karena malam susah tidur, stres, dan banyak pikiran sehingga ia
kesiangan berangkatnya. Sesampai di kota ia langsung menemui pak MUI usai
shalat dhuhur di masjid.
Suami segera
menceritakan kasusnya pada MUI kota, dan ternyata pak mui terakhir ini pun
tidak dapat memberikan fatwa karena alasan seperti pak kua sebelumnya, yaitu
susah memastikan kapan terjadi hari sial, kelabu dan tidak ada sinar seperti
sumpahnya itu.
Pada hari itu,
suami keluar dari kantor mui dalam keadaan lunglai seperti tidak bertulang,
berjalan tanpa arah tujuan yang pasti, bingung dan sangat putus asa. Hingga
tiba di sebuah pasar di suatu pojok kota, ia mampir duduk-duduk di depan sebuah
kios di pojok pasar untuk melepaskan lelah.
Kira-kira sudah
1 jam duduk di kios, ia tidak makan dan minum apa-apa, termenung, pikiran
melayang entah kemana-mana, muka lesu tidak tampak gairah hidup di matanya...
Memperhatikan itu, pemilik kios lalu bertanya: Tabe! Sepertinya bapak lagi
kesulitan, ada yang bisa saya bantu?
Lalu suami
menceritakan permasalahannya dan kebingungan mencari alasan syar'i untuk ruju'
kembali dengan istri, yang meskipun kata orang sering bertengkar, tapi jujur ia
sangat mencintainya.
Kata pemilik
kios, saya sarankan pergilah temui orang yang duduk di pinggir jalan di sebelah
sana itu (sambil menunjuk ke arah yang dituju)... Orang yang dekil, baju
compang-camping, rambut acak-acakan, pakai sandal sebelah itu,,, bukankah itu
orang gila yang setiap hari duduk di situ ??? (kata suami ragu).
Pemilik kios
menimpali: Bapak boleh percaya boleh tidak, tapi pengalaman saya selama 3 tahun
di pasar ini, hampir tiap hari saya menyaksikan banyak orang datang meminta
petunjuk/nasehat dari dia dari berbagai permasalahan hidup, dan dari berbagai
kalangan, bahkan tidak jarang orang-orang kren bermobil mewah pun sering mampir
ke dia.
Karena
penasaran dan menganggap harapan terakhir untuk bisa mengembalikan istrinya ke
rumah, suami mendatangi orang tersebut. Ia duduk bersila di tanah persis
dihadapan orang "gila" itu. Lalu, memulai membuka obrolan:
Tabe', puang!
Bolehkah saya menceritakan permasalahan pribadi saya,,,? Cerita lah sesukamu,
la beleng,,, jangan buang-buang waktu saya! (kata orang gila). Maka, tanpa
buang waktu, suami langsung menceritakan kasusnya lengkap dengan kalimat
sumpahnya secara tuntas.
Ø DAN,
ORANG GILA bertanya kepadanya: Jam berapa kamu shalat subuh tadi?
Ø SUAMI:
Saya tidak sempat shalat shubuh hari ini karena kesiangan bangun dan
terburu-buru berangkat kemari.
Ø ORANG
GILA: Bagaimana keadaan ibu sebelum kamu tinggalkan tadi?
Ø SUAMI:
karena terburu-buru saya tidak sempat melihat dan pamitan sama ibuku sebelum
berangkat.
Ø ORANG
GILA: Berapa ayat Alquran kamu baca hari ini?
Ø SUAMI:
saya juga tidak sempat membuka Alquran hari ini.
Ø ORANG
GILA: Dasar sial kamu,,!
Atas dasar
tanya-jawab singkat di atas, Orang gila memberikan FATWA: Pergilah jemput
istrimu sekarang, la beleng,,, karena tidak ada lagi hari yang paling sial,
kelabu dan tidak bersinar lebih dari harimu hari ini; kamu tidak shalat shubuh,
tidak pamitan sama ibumu, dan kamu tidak membaca Alquran.
MAKA sambil
tersipu malu, puas, legah, suami langsung berterima kasih dan mencium kepala
orang gila itu. Serta berlalu secepat kilat ingin segera menjemput isterinya.
H I K M A H :
* Shalat
fajar/shubuh adalah simbol keberkahan dan keberuntungan; Ibu (orang tua) simbol
surga dan kebahagian; dan Alquran simbol cahaya.
** Ambilah
hikmah/nasehat bijak dari orang gila, lapar, dan orang-orang yang memiliki
kemampuan terbatas.
*** Terkadang
kita melihat seseorang tertentu seperti orang gila, memiliki kemampuan
terbatas,,,, padahal sesungguhnya dia adalah wali Allah yang diberikan karamah
dan hikmah yang melebihi orang lain yang nampak perlente.
**** APA HIKMAH
KAMU?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!