Rabu, Agustus 01, 2018

UAS: CAWAPRES KOALISI UMAT


Ustadz Abdul Somad: Corong Umat, Pandai Memikat, dan Dicintai Rakyat
Oleh Hanif Kristianto
(Analis Politik dan Media)

Ustadz Abdul Somad (UAS) menjadi salah satu anak bangsa yang dicintai umat. Latar belakang dari Nahdhatul Ulama dan bermadzhab Syafii. Keilmuannya tidak diragukan lagi, dari Al-Azhar Syarif dan Darul Hadits (Maroko – red). Asalnya dari Melayu Sumatera, namun dicintai umat seluruh Indonesia. Fenomena baru. Kalaulah ada yang mengaitkan UAS sebagai corong Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), radikal, penyebar kebencian, dan anti NKRI, sungguh itu pernyataan sumir. Manusia memang pandai mengaitkan dan berasumsi, tapi lupa melihat fakta dan jati dirinya. 


Kecintaan umat pada UAS bukan karena fisik tubuhnya dan asal organisasinya. Umat kini mulai sadar bahwa kecintaan pada seseorang haruslah dilandasi pada aspek ruhiah dan standar hukum Islam. UAS dicinta sebab keilmuannya dan mampu berdiri di atas semua jamaah dan organisasi. Keberadaanya ditunggu di tengah kondisi ta’ashub sebagian orang yang fanatik hanya kepada kelompok dan ustadznya.

Meski demikian, yang namanya manusia tak pernah sepi dari para pembenci dan perusuh. Sunatullah dalam suatu kebaikan, banyak musuh Islam yang tak menginginkan. Fenomena ini bukan barang baru, bahkan sudah ada semenjak dahulu. Tatkala dakwah kembali kepada Islam dan tauhid diserukan, semenjak detik itu halang rintang sudah terbentang.

UAS memanglah corong umat. Gayanya pandai memikat. Dia dai sejuta umat di jagat maya dan nyata. Tak mengherankan, UAS dinominasikan menjadi cawapres koalisi umat. Apa daya, UAS memilih menjadi suluh dalam kegelapan. Kefahamnnya terhadap belantika politik dan kefaqihan dalam fiqh siyasah tampak nyata. Sikap penolakannya memang mengecewakan umat, tapi UAS tahu bahwa politik demokrasi seperti rimba yang dihuni binatang buas sebagai predatornya. Politik kenegaraan Indonesia dipenuhi pemburu kuasa. Halal dan haram tidak jadi standarnya. Main sikut dan sok jago lagaknya sikap penguasa.

Mengambil sikap dari UAS sebagai cendekiawan dan ulama, maka rakyat Indonesia yang mayoritas umat Islam, dan ulama yang menjadi corong umat harus menentukan sikap.

Pertama, umat Islam kini harus memiliki kesadaran politik sejati. Kesadaran yang dibangun berdasarkan mengikuti setiap fakta dan manuver politik penguasa. Jangan sampai, rakyat, umat, dan ulama menjadi santapan empuk di setiap kebijakan yang menyakitkan. Pemahaman politik akan menggejala jika semua paham mana musuh dan mana lawan. Jangan sesama umat Islam berpecah-belah dan saling bermusuhan. Sikap adu domba harus dihindarkan. Sebab, kemunduran umat Islam ketika tidak lagi berpegang teguh pada tali agama Allah.

Kedua, ulama harus waspada. Perlakuan demokrasi terhadap ulama sering mengabaikan petuahnya. Ulama hanya dijadikan pengeruk ‘suara tuhan’, setelah itu ditinggalkan dan dihinakan. Ulama harus memahami bawah Islam memiliki keagungan politik yang berlandas pada quran dan sunnah. Politik yang dibalut dengan sikap ri’ayah, mengurusi urusan umat dengan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Ulama harus kembali membuka fiqh siyasah. Setiap kebijakan yang merugikan, harus diluruskan lantang tanpa basa-basi dan mengharap imbalan dari kekuasaan. Fiqh siyasah haruslah berbasis keumatan untuk mewujudkan Islam rahmat bagi seluruh alam.

Ketiga, menjadi ulama yang dicinta. Umat kini bisa memilih ulama yang dicinta karena sikap rabbaninya. Pun bisa tak suka pada ulama yang menghamba pada kepentingan kekuasaan dan sikap tak membela kepentingan Islam. Kecintaan umat pada ulama memang tak bisa dibeli. Kecintaan itu muncul dari hati yang terdalam dan pemikiran yang berkesesuaian dengan akal. Pada masa akhir zaman yang penuh fitnah, umat harus tahu mana ulama yang khos (kharismatik) dan mana ulama cash (berbayar tunai).

Oleh karena itu, UAS bersama ulama khos lainnya, kini benar menjadi tumpuan umat. Umat Islam di Indonesia, kini benar-benar rindu pada kondisi Indonesia yang ramah. Bukan Indonesia marah yang mudah mengkriminalisasi ajaran Islam dan ulamanya. Umat pun menanti seruan ulama dalam penentuan tahun politik 2019. Harapannya umat akan mampu menuntut perubahan, yang tidak sekadar ganti baju dan orang. Lebih dari itu, mengganti sistem yang saat ini bobrok, menuju pada cahaya Islam. Medan juang kini menanti. Pucuk dicinta, UAS dan ulama’ lainnya tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!