Rabu, April 29, 2020

PEDAGANG IKAN KELILING MASA PANDEMI COVID-19:

BAKA BALE DAN MESJID
By: Faisal El Hajj
Migrasi merupakan gerak horizontal untuk berpindah tempat yang melintasi batas administrasi wilayah, misalnya kelurahan, desa, kota bahkan lintas negara dalam agama Islam migrasi disebut dengan istilah hijrah. Alasan individu atau kelompok dalam melakukan migrasi sangatlah beragam, kondisi politik, social, namun secara umum ketika seseorang ditanya mengenai tujuan berpindah/migrasi ujung-ujungnya adalah faktor ekonomi.


Dalam teori sosial dikenal istilah migrasi ulang alik (sirkuler) “gerak penduduk dari daerah asal ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali pada hari itu juga”, para pelaku sirkuler pada umumnya melakukan mobilisasis secara independen dimana waktu yang dimiliki para pelaku migran sirkuler tidaklah terbatas, dalam hal ini seorang migran dapat kembali ke daerah asal sesuai dengan keinginannya dikarenakan pekerjaan nonformal tidaklah terikat pada istansi tertentu yang mengharuskan yang mengharuskan seseorang berada pada kontrak kerja, biasanya ini dilakukan oleh pekerja bangunan atau pedagang keliling. 

Pedangang ikan keliling “paggandeng bale” merupakan pelaku kegiatan migrasi sirkuler, yang berlangsung sudah sejak lama, peggandeng melintasi batas administrasi bukan hanya satu dua desa, bahkan saat ini sudah lintas kecamatan.

Memasuki awal bulan ramdhan tahun ini kegiatan paggandeng tidaklah berhenti bahkan semakin intens, bukan hanya paggandeng bale yang menggunakan baka (sejenis keranjang berbahan dasar bambu) tetapi penjual bahan takjil “dadakan” juga ikut berperan aktif meramaikan migrasi sirkuler dengan system pesan antar (delivery order), segabai jawaban revolusi digital 4.0

Kegiatan paggandeng pada ramadhan tahun ini tidaklah berbeda dengan tahun sebelumnya proses dan transaksi ekonominya normal tanpa perubahan yang berarti berbeda dengan kegiatan keagamaan terutama bagi ummat Islam kegiatan keagamaan yang biasanya dilakukan secara berjamaah mulai ibadah wajib (shalat jum’at) sampai yang sunna (shalat tarwih) pada tahun ini ditiadakan, hal ini dikarenakan adanya wabah pandemic COVID 19 yang meresahkan seluruh penduduk bumi.

Pemerintah sudah mengambil kebijakan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), guna menekan atau memutus persebaran wabah, demikian juga dikalangan ummat islam melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa penghentian kegiatan shalat berjamaah di masjid, dan Alhamdulillah berjalan efektif, artinya ummat sebagai komunitas telah memberikan bukti kepatuhan pada pemimpin dan ulama, meski masih ada beberapa individu yang mempermasalahkan keputusan MUI tersebut tapi secara komulatif fatwa MUI sudah berselaras dengan kemauan pemerintah.

Penetapan PSBB dan Fatwa MUI tentu didasarkan pada kontak social secara langsung physical distancing saya menghindari penggunaan istilah social distancing (kontak social saat ini bisa berlangsung secara during), menjadi menarik kemudian ketika kontak social secara langsung berlangsung tanpa pembatasan maksimal, kegiatan ekonomi misalnya yang berlangsung di mall, pasar dimana terjadi kontak social langsung sacara pisik antara pembeli dan penjual tanpa pembatan yang standar, hal ini beresiko tinggi untuk penularan COVID 19, tapi itulah problem kita sekarang patuh dan taat pada pemerinta dan ulama tapi abai akan kepentingan perut dan bawah perut, dengan berbagai dalih dan pembenaran kontak langsung di pasar tetap berjalan normal.

Mau ki belanja ikan, telur, udang, poko’na megaladde
Bukankah sekarang sudah jaman modern ? belanja cukup dirumah aja, sekali tekan barang pilihan dapat dibeli tanpa harus meninggalkan kamar mandi sekalipun, demikinan juga halnya dengan kebutuhan pokok paggandeng dan pesan antar takjil untuk buka puasa siap, cukup duduk manis di teras rumah anda bisa belanja, “Itu kalau ada uang bos, kalau tidak keluar ki tidak dapat uang” iya juga sih … tapi tidak harus kepasar yang ramai toh …

Apapun itu pilihan tetaplah ada dengan segala resiko dan kemungkinan, jika berniat membantu pemerintah ikuti aturan PSBB taati ulama dengan tidak berjamaah di masjid tapi juga hentikan stigma “ada jamaah yang kena COVID” karena bisa jadi dia terpapar di area pasar, mall, café atau tempat umum lainnya yang sampai hari ini masih ramai gembira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!