Pengadilan Bersejarah
My Buku Kuning
TEMPO DOELOE, konon pernah terjadi suatu kasus hukum yang fenomenal pada sebuah kerajaan kecil yang terkenal rajanya sangat adil. Dahsyatnya pengadilan tersebut sehingga para praktisi hukum masa setelahnya menyebutnya sebagai "Hukum Bertanduk Emas", dan mungkin kasus serupa tak terulang lagi di meja hijau pengadilan modern hingga saat ini.
Diceritakan bahwa ada seorang bijak yang kaya raya, sebut saja LA MAPPA, memiliki 3 orang putra, masing-masing: (Ambo Upe, Ambo Sakka dan Ambo Tuo). Suatu hari La Mappa jatuh sakit, karena merasa ajalnya semakin dekat maka dia mengumpulkan ketiga putranya tersebut, dan berwasiat: "Ambo mendapatkan warisan, Ambo TIDAK mendapatkan warisan, dan Ambo Mendapat...". Dan meninggal dunia...
Setelah usai prosesi pemakaman (alm) La MAPPA maka menyisakan kasus Wasiat "Tergantung", normalnya tanpa wasiat itupun pusaka peninggalan La MAPPA dengan mudah bisa dibagi rata oleh ketiga anaknya sesuai porsi masing-masing. Namun, karena adanya wasiat tersebut apalagi adanya tersirat bahwa salah satu dari ketiga putra itu tidak mendapatkan warisan membuat keluarga kebingungan...
LA MAPPA, Allahu Yarhamhu, dalam wasiat lisannya menyebutkan secara jelas nama-nama pertama ketiga putranya, yaitu semua dipanggil Ambo, tidak menyebutkan nama belakangnya sehingga bisa dibedakan di antara ketiganya, dan ada satu orang di antara ketiga nama Ambo itu TIDAK mendapatkan warisan. Siapakah dia,,, Ambo yang pertama kah, kedua atau yang ketiga...??
Oleh kerena rumitnya kasus ini maka tetua keluarga menyarankan pada ketiga bersaudara pergi ke ibukota untuk mengadukan kasus mereka di kantor pengadilan kerajaan yang terkenal sangat adil tersebut. Di tengah perjalanan ketiga bersaudara ini berjumpa dengan seseorang yang nampak kebingungan mencari sesuatu yang hilang darinya, dan dari cara memanggilnya ketiga bersaudara langsung mengetahui bahwa orang itu sedang mencari seekor kambing yang kesasar...
Ambo Upe menghampiri dan mengatakan: Hei, kawan,,, apakah engkau mencari seekor kambing yang matanya bagus sebelah (juling)...? Iyya, kok tau dan dimana kambing itu sekarang (kata pemilik kambing)...
Ambo Sakka mengomentari: Apakah benar kambing kamu yang pincang itu....
Ambo Tuo juga menambahkan: Apakah kambingmu yang ekornya buntung itu ...???
Iya, iya, iya (kata pemilik kambing : dengan muka kesenangan), kalian semua betul,,, itu semua adalah ciri-ciri kambing saya,,, tapi mana kambing itu Sekarang,,,??? Kata Ambo Upe, mewakili kedua adiknya, mungkin kambing itu sudah pergi jauh kalau tidak dimangsa serigala,,, dan kami sesungguhnya tidak melihatnya..!!!
Merasa telah dipermainkan,,, dan pemilik kambing itu menyangka bahwa ketiga orang di depannya itu telah melihat kambing yang dicarinya dan mungkin juga mereka telah menangkap dan memakannya dengan lahap,, maka dia marah besar serta bersumpah ingin melaporkan mereka bertiga ke pengadilan kerjaan agar dia mendapatkan keadilan raja...
Maka jadilah mereka berempat (pemilik kambing + 3 bersaudara) berhadap-hadapan dengan hakim kerajaan yang terkenal adil itu. Pertama-tama, pemilik kambing mengadukan kasusnya di depan hakim, mengatakan: Bahwa dia mencari kambingnya yang hilang dan bertemu dengan ketiga orang ini,,, saya yakin ketiga orang ini (pemilik kambing menunjuk mereka) telah melihat kambing saya karena mereka bisa menyebutkan ciri-ciri yang persis sama dengan kambing saya, yaitu juling, pincang dan buntung...
Tetapi mereka bertiga kompak tidak mau memberitahukqn keberadaan kambing saya tersebu,,, jadi, saya mencurigai mereka telah menangkap dan memakannya,,, maka saya mohon keadilanmu yang mulia hakim raja...!!!
Hakim memanggil ketiga bersaudara; sdr. Ambo Upe, sdr. Ambo Sakka, sdr. Ambo Tuo, berdasarkan keterangan pelopor (pemilik kambing) bahwa kalian bertiga mengetahui secara detail ciri-ciri fisik kambing milik pelapor seperti disebutkan oleh pelapor di atas. Berdasarkan keterangan pelapor tersebut maka kalian bertiga di dakwah mengetahui keberadaan kambing pelapor dan menyembunyikannya... Silahkan satu di antara kalian berbicara!
Ambo Upe mewakili kedua adiknya mengatakan: Yang mulia hakim raja, sesungguhnya saya dan kedua adik saya ini sama sekali tidak melihat kambing yang di cari oleh pelapor, kami hanya melihat bekas-bekas jejak binatang sepanjang perjalanan kemari, lalu kami mulai tebak-tebakan sambil hiburan tentang ciri-ciri binatang yang baru melewati jalan yang kami lalui itu...
Kemudian (lanjut Ambo Upe), kami bertemu pelapor dan kemi mengetahui dia sedang mencari binatang (kambing), maka kami pun senang mencoba mencocokkan hasil tebak-tebakan kami kepada pemilik kambing yang telah kami tebak ciri-ciri fisiknya tersebut. Dan ternyata kami semua benar sesuai pernyataan pemilik kambing sendiri...
Hakim menjadi takjub, dan mencoba mengintogasi yang terlaporkan satu persatu; sdr. Ambo Upe, bagaimana anda bisa mengetahui kalau kambing milik pelapor itu adalah juling? Jawab Ambo Upe: saya memperhatikan jejak kambing dari bekas-bekas pohon yang dimakannya sepanjang jalan, ia hanya memakan daun-daun pohon dari satu sisi saja, ini menunjukkan bahwa kambing yang baru memakan daun-daun pohon itu adalah hanya sehat sebelah matanya (juling)...
Sdr. Ambo Sakka (panggil hakim): Bagaimana anda mengetahui kalau kambing yang dicari pelapor adalah kambing pincang? Karena dari bekas jejak kakinya di tanah, yang mulia hakim (kata Ambo Sakka), saya memperhatikan bahwa salah satu sisi dari bekas injakan kaki kambing itu lebih dalam dari bagian sisi lainnya, ini menunjukkan bahwa kambing itu pasti pincang...
Selanjutnya, sdr. Ambo Tuo menjelaskan alasannya: Yang mulia hakim, saya melihat dari jejek tai (kotoran) kambing itu berjejer rapih memanjang di tanah, seandainya kambing itu punya ekor (buntut) pastilah tai-tai itu akan tersibak ke kiri dan ke kanan oleh buntut kambing sebum jatuh ke tanah sehingga tai-tai kambing itu akan bercerai berai tidak beraturan, maka saya pastikan bahwa kambing pelopor adalah buntung....
Yang mulia hakim semakin takjub dan merasa puas dengan keterangan-keterangan dari ketiga yang terlapor,,, lalu akhirnya mengatakan: Atas nama pengadilan tertinggi yang mulia raja yang adil, saya memutuskan bahwa ketiga orang yang terlapor (Ambo Upe, Ambo Sakka, Ambo Tuo), berdasarkan hasil penyidikan dan pemeriksaan, tidak ditemukan bukti-bukti bahwa mereka melihat kambing sdr pelapor secara fisik, serta tidak menyembunyikan kambing tersebut sebagaimana sangkaan pelapor...
Selanjutnya, pengadilan tertinggi yang mulia raja, memutuskan bahwa bertiga orang terlapor dinyatakan tidak bersalah serta bebas dari segala tuntutan. Dan pelapor diharapkan pulang melanjutkan pencarian kambingnya... Tok.. tok.. tok..
PERSIDANGAN KASUS UTAMA (WASIAT TERGANTUNG) :
Setelah usai persidangan kasus kambing pertama yang cukup menguras energi hakim, maka mulailah dibuka kembali persidangan kedua, dengan nama file kasus yang masuk adalah "Wasiat tergantung". Sekretaris hakim memanggil nama-nama: 1. Sdr. Ambo Upe, 2. Sdr. Ambo Sakka, 3. Sdr. Ambo Tua, saudara-saudara yang bersangkutan menuju ke hadapan meja hakim pengadilan tertinggi yang mulia raja yang adil... Tok... Tok... Tok...
Hakim memasuki ruangan persidangan,,, hakim berbicara: saudara-saudara pemilik kasus Wasiat Tergantung, hakim pengadilan tertinggi yang mulia raja yang adil telah memeriksa dan membaca secara seksama isi pengaduan saudara-saudara, dan hakim melihat kasus ini langka dan cukup rumit, oleh karena itu saya sebagai hakim pengadilan yang mulia raja yang adil menunda persidangan ini sampai besok jam 09.30 WITA... TOK.. TOK.. TOK..
Perlu pembaca ketahui, sesungguhnya kasus "Wasiat Tergantung" dari keluarga orang bijak kaya raya (alm) La MAPPA dan ketiga putranya di atas sudah diketahui oleh pihak pengadilan tertinggi yang mulia raja yang adil sebelum laporannya resmi sampai meja ke pengadilan, dan kasus pengadilan kambing buntung yang mendahuluinya adalah bagian dari rekayasa yang telah direncanakan oleh pihak pengadilan untuk mengetahui tingkat kejujuran, kecerdasan, dan spontanitas dari ketiga bersaudara pemilik kasus Wasiat tergantung tersebut...
Oleh sebab itu, pengadilan harus menunda persidangan yang awalnya hanya sehari lalu diperpanjang sampai 3 hari untuk lebih mendalami kasus dan mengumpulkan alat-alat pendukung yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan pengadilan yang seadil-adilnya. Kasus tersebut sebenarnya tidak lah terlalu rumit seperti dibayangkan sebelumnya, tapi mengandung hal-hal yang sangat sensitif masa itu sehingga perlu penanganan yang ekstra hati-hati.
Hakim berasumsi, setelah mempelajari maksud wasiat dari berbagai kemungkinan, bahwa salah satu dari ketiga putra La MAPPA tersebut bukan anak kandung,,, maka perlu diuji dengan cara yang dipilih oleh hakim sendiri. Pada malam pertama di karantina pasca persidangan, hakim memasang mata-mata dari keempat sudut kamar karantina mereka laksana cctv sekarang, tapi ini memakai orang untuk memperhatikan dan mencatat semua tingkah, gerak-gerik, dan ucapan-ucapan mereka....
Lalu, dikirimkan makan malam kepada mereka yang terdiri dari lauk berbahan daging, nasi, sayur, air dan buah. Ketika Ambo Tuo mau mulai makan dengan mengambil daging, Ambo Upe langsung berteriak: jangan dimakan itu daging anjing,,,, dan Ambo Sakka pun turut berkomentar ini juga nasi dimasak oleh ibu yang hamil 9 bulan,,, mendengar dari kedua kakaknya itu Ambo Tuo langsung melemparkan piringnya dan berucap: hakim ini pasti seorang anak pungut...
Alhasil, setelah semua dipersiapkan terutama alat-alat pendukung pengambilan keputusan, maka dimulailah persidangan yang legendaris itu... Hakim memanggil putra yang tertua, sdr. Ambo Upe: Anda mengatakan bahwa daging yang dihidangkan kepada kalian di karantina adalah daging anjing, bisakah anda menjelaskan alasan bagaimana anda mengetahui kalau itu daging anjing..?
Ambo Upe: Saya sudah sering mengikuti perjalanan bapak saya (alm) La MAPPA ke berbagai tempat baik di dalam maupun di luar kerajaan ini, dari pengalaman itu membantu saya mengetahui berbagai jenis dan tata penyajian aneka daging. Kalau daging kerbau, sapi dan kambing itu biasanya dagingnya di bawah baru lemaknya di atas, berbeda dengan anjing yaitu lemaknya di bawah dan dagingnya di atas...
Hakim mengkonfirmasi, sdr. Chef: apakah benar perkataan Ambo Upe..? Benar, jawab chef. Selanjutnya, hakim memutuskan: Ambo Upe mendapatkan warisan dari pusaka bapaknya (alm) La MAPPA.... Tok.. tok...
Selanjutnya, hakim memanggil putra yang kedua , sdr. Ambo Sakka: Anda mengatakan kalau nasi yang dihidangkan waktu itu adalah dimasak oleh perempuan yang hamil 9 bulan,,, apa alasan anda?
Ambo Sakka: karena saya memperhatikan nasi yang disajikan itu hangus bagian bawahnya dan masih agak mentah bagian atasnya, sedangkan untuk peroses penanakan nasi, menurut teori mama saya, adalah ketika airnya sudah mulai kering maka api tungku harus segera dikontrol dan meratakan bara-bara api di bawah panci sehingga nasi matang dengan baik. Adapun nasi kemarin bisa hangus dan mentah itu tidak lain karena terlambat mengontrol api dan penyebaran bara-bara di bawah panci....
Jadi saya berkesimpulan (lanjut Ambo Sakka) bahwa yang memasak nasi tersebut adalah seorang perempuan yang memiliki tingkat kelenturan tubuh melamban (susah berjonkok dan menunduk) dan itu adalah karakter seorang perempuan yang hamil tua (9 bulan)...
Hakim konfirmasi, sdr. Chet , apakah betul anak buahmu yang menanak nasi tersebut hamil 9 bulan? Betul, yang mulia hakim (jawab chef)... Dan, hakim memutuskan: sdr. Ambo Sakka mendapatkan warisan dari pusaka bapaknya (alm) La MAPPA.. tok...tok..
Yang terakhir hakim memanggil, sdr. Ambo Tuo: Mengapa anda berkesimpulan kalau hakim adalah seorang anak pungut (bukan anak kandung), bisakah anda menjelaskan,,??
Ambo Tuo: karena seandainya hakim anak baik-baik pastimi tidak mengintip kami pakai mata-mata, memberikan kami daging anjing dan nasi mentah,,, itu pasti perbuatan anak "bule" (anak pungut)....!!!
Hakim konfirmasi: Mama, mohon jawab dengan jujur, apakah aku yang hakim ini benar anak pungut dan bukan anak kandung mama...?
Ibunda hakim: Benar,,, maafkan mama nak,,, mama terlambat memberitahumu,,, dan ceritanya panjang nak,,, mama sangat mencintaimu... Hik.. hik.. hik...
Hakim memutuskan: kau itu Ambo Tuo,,, tei-co,, TIDAK mendapatkan warisan dari (alm) La MAPPA karena kau anak pungut Jo... kandala,,,, Hanya anak pungut lah yang mengenal sesama anak pungut...
Dan, betul setelah dikonfirmasi, Ambo Tuo ternyata memang anak yang ditemukan oleh (alm) La MAPPA di depan masjid lalu di asuh bersama istrinya seperti anak kandungnya sendiri.
H I K M A H :
#Buat sendiri-sendiri hikmah yang bisa dipetik dari cerita di atas, dan kalo bisa tulis di kolom komentar di bawah sebanyak-banyaknya. Trim's
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!