Senin, Oktober 19, 2020

PESTA ADAT PERNIKAHAN SUKU BUGIS TEMPO DOELOE :

Aku Kira Bukan Orang Lain

By: Med Hatta


DAHULUKALA, sekitar tahun 60 - 70 an ada sebuah pameo yang cukup populer di beberapa daerah di Sulawesi, khususnya Suku Bugis, mengatakan: "TABE, WASEKKI TANIA TO LAENG ..!" (Maaf, saya kira kita bukan orang lain). Bahasa "sindiran" ini biasanya muncul setiap ada acara adat perkawinan sebagai guyonan/nostalgia keluarga dari pesta-pesta serupa sebelumnya.


Protokoler pesta pernikahan adat Bugis biasanya diisyharkan, paling lambat, 3 bulan sebelum penyelenggaran pesta secara resmi. Dan tentu setelah di dahulu lamaran (mappettu ada) sebelumnya. Mula-mula kedua orang tua calon pengantin mengunjungi dan memberitahu kerabat-kerabat dekat yang lazimnya memanfaatkan moment-moment hari raya sekaligus silaturrahim. Khusus tetangga sekampung umumnya hanya disampaikan dari mulut kemulut saja, insya Allah, mereka pasti turut meramaikan...


Persiapan selanjutnya adalah mengundang secara resmi kepada tokoh-tokoh masyarakat, relasi/sahabat-sahabat kelurga dan umum sebatas yang dapat dijangkau. Dan untuk diketahui bahwa pada masa itu belum-lah dikenal "Surat Undangan" apalagi undangan Online seperti sekarang, tapi mereka memakai budaya "MATTENA' atau PATTENA, yaitu mengutus beberapa orang kerabat/tetangga (anak muda) ketujuan yang telah ditentukan masing-masing untuk menyampaikan kabar bahagia itu...


Setiap utusan lazimnya berangkat berpasang-pasangan (daeng-anri'/ abang-none) dilengkapi dengan pakaian adat. Para grup "PATTENA" tersebut bertindak/mengundang sebagai perwakilan resmi pihak kedua orang tua calon mempelai yang di wakili, mengucapkan: "Kami dari pihak keluarga bpk/ibu H. Makka dan Hj. Mina mengundang kepada Bapak dan Ibu sekelurga untuk menghadiri pernikahan putra/putri-nya, yaitu pada: (sebutkan: Hari, tgl, bln, thn dan jam (mulai & selesei).


LALU, apa hubungannya dengan judul di atas? Adalah pada puncak pesta adat pernikahan Bugis para tamu yang hadir dan partisipan akan disuguhi jamuan makan dengan menu khas "goreng-goreng" (semacam rendang ala Bugis) dan masakan kari (nasu rempah) yang semuanya diolah dari bahan daging sapi atau kerbau. Dan biasanya disiapkan juga menu cadangan dari bahan ayam atau ikan. Maka petugas konsumsi akan dipercayakan kepada seorang anggota keluarga terdekat dari tuan rumah, dan dipilih yang paling gaul di antara mereka, lalu dia kemudian disebut sebagai "Ambo/Indo Botting" (semacam Ketua Panitia), tujuannya agar mudah mengenal sanak keluarga atau kerabat dekat yang hadir dalam pesta.


Ambo Botting ini harus cekatan dan jeli melihat kondisi terutama kemampuan meja makan dan jumlah tamu yang hadir. Jika tamunya membeludak dan diperkirakan bahwa menu utama (goreng-goreng dan nasu rempah) yang disiapkan tidak mencukupi untuk semua tamu, maka Ambo Botting harus melakukan tindakan "seconde option", yaitu mempersilahkan terlebih dahulu tamu-tamu kehormatan; yang datang dari jauh; dan undangan umum lainya yang - nota bene - bukan sanak keluarga (orang lain) untuk menuju ke meja utama...


Adapun sanak keluarga, kerabat dekat, sahabat keluarga yang dianggap memiliki rasa pengertian dan dipercaya mampu menutupi "siri';(aib/kekurangan) keluarga, maka mereka akan digiring ke meja kedua yang letaknya terpisah,,, dan mereka akan berlagak normal seakan-akan mereka juga sedang menikmati menu goreng-goreng dan nasu rempah (menu khas) layaknya tamu lainnya....


Namun, sangat disayangkan, pada saat yang mestinya orang-orang berbahagia semua, tiba-tiba saja ada salah seirang di antara kelompok yang telah dianggap kepercayaan yang terakhir ini berteriak keras: "Hei, Ambo Botting! De ammana gaga siri-mu,,, magi na degaga goreng-goreng & nasu rempah ri mejangnge,,, nasu balemi je'e...! (Hei, Ambo botting,,, apakah kamu sudah tidak mempunyai kehormatan,,, kenapa tidak ada goreng-goreng dan nasu rempah di meja ini, hanya ikan saja ...peuhhh ...!!! 


Maka pada moument yang menegangkan itulah Ambo botting mengatakan: TABE...! WASEKKI JE'TU TANIAKI TO LAENG...! (Maaf, saya kira (tadi) kita bukan orang lain). Maka dari sinilah asal mula pameo masyarakat Bugis yang populer sampai awal tahun 70 an tersebut. 


Pada kasus normal dan kondisi seperti di atas, bisa juga terjadi hal berbeda dan inilah yang lumrah, misalnya ada salah seorang tamu yang bukan dari kerabat tetapi terpaksa harus dimasukan ke dalam seconde option yang terakhir, maka Ambo Botting biasanya datang menghampiri dan membisikinya: "Addampekki dottoro puang aji Ambo na Sakka,,, nasaba cappui goreng-goreng E,,, he he he ...!!! (Mohon maaf nih pak Dr. H. Bapaknya Sakka,,, sudah habis goreng-goreng).


Dan, pasti pada situasi ini Puang aji Ambo na Sakka, sebagai seorang yang berbudaya, mempunyai rasa sopan santun, matanre siri (terhormat) akan menanggapi dengan lembut: "De namarigaga,,, nasaba Tania tokki to laeng". (Tidak apa-apalah,,, sebab kita juga bukan orang lain,,, he he he).


HIKMAH :

1. TAROI SIRI ALEMU ,,, NASABA SIRI-E MITU NA TO RI POPUANG (MyBuku Kuning QUOTE)

Artinya; (Beradab-lah,,, karena hanya dengan adab (sopan) seseorang dijunjung tinggi)

2. Tutupi siri (aib) orang yang telah memberimu kepercayaan hati (MyBuku Kuning QUOTE)

3. Berlaku sopan-lah terhadap orang yang tlah berprasanka baik padamu, (MyBuku Kuning QUOTE)

4. Kamu mungkin hanya niat membentak kasar satu orang tapi satu kampung akan mencelamu tujuh turunan, (MyBuku Kuning QUOTE)


5. WELAI SIRI-NA PUANG-MU NAMO MANI PAKKADANG PASSAMPO PARUKKUSENG MO. (MyBuku Kuning QUOTE)

(Bela-lah kehormatan leluhur/adatmu meski pun engkau hanya akan dikenang sebagai tumbal)


6. DLL...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!