Kamis, Maret 07, 2013

SIRAH NABAWIYAH II (PERIODE MAKKAH I):

Materi Sirah Nabawiyah (02)
Untuk Mahasiswa Semester II (2012-2013)
Muhammad SAW Sebelum Menjadi Rasul
Dosen: Med HATTA

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد!


A.   PERIODE MAKKAH
PERTAMA: DARI KELAHIRAN NABI HINGGA KERASULAN
Nabi Muhammad SAW Sebelum Kerasulan

Nama Lengkap:
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab (bertemu silsilah kedua orang tuanya) bin Murra bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin FIHR (Bapak Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzayma bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Udad bin al-Muqawwam bin Nahur ibni Tayrah bin Ya'rub bin Yasyjub bin Nabit ibni ISMAIL as bin IBRAHIM as bin Tarih (Azar) bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Aybir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin SAM bin NUH as bin Lamikh bin Mutusyalikh bin Akhnukh bin Yarda bin Mahlil bin Qinan bin Yanish bin SYIST bin ADAM as.
Tempat dan Tanggal Lahir:
Bayi Muhammad dilahirkan di kota Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 53 SH (sebelum hijrah), atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. Tahun kelahirannya dikenal oleh bangsa Quraisy sebagai tahun gajah, yaitu ketika raja Abrahah datang ingin menyerang Ka’bah dengan tentara gajahnya.
Nama Bapak:
Abdullah bin Abdul Mutthalib adalah satu dari dua tokoh yang pernah divonis potong (sembelih), sebagaimana disebutkan di dalam hadits: (Aku adalah anak dari dua orang (pernah) divonis sembelih); pertama, buyutnya Ismail as ketika Allah SWT memerintahkan bapaknya Ibrahim as menyembelihnya. Kedua, adalah bapak nabi Muhammad sendiri yaitu Abdullah, peristiwanya berawal dari nazar kakeknya Abdul Mutthalib ketika menggali sumur Zamzam dan mengeluarkan harta yang tertimbun bersamanya, lalu digugat oleh bangsa Quraisy dan tidak ada satupun anaknya yang bisa membantu dan menghiburnya, maka ia bernazar jika Allah menganugerahkan kepadanya 10 orang anak laki-laki akan dikorbankannya satu dari mereka.

Ketika Allah menganugerahkannya 10 orang anak laki-laki, ia mengundi di antara mereka yang akan dikorbankan dan keluarlah nama Abdullah, maka Abdul Mutthalib pun membawanya untuk menunaikan nazarnya. Namun, para tokoh Quraisy menentangnya dengan alasan khawatir akan menjadi tradisi Arab di kemudian hari. Maka tidak ada jalan lain kecuali harus pergi ke paranormal dan mengusulkannya mengundi nama Abdullah dengan 10 ekor unta, jika nama Abdullah masih keluar juga maka ditambahkannya 1o ekor unta lagi dan seterusnya hingga mencapai jumlah 100 ekor unta barulah nama 100 ekor unta itu yang keluar, sehingga Abdul Mutthalib menyembelih 100 ekor unta sebagai ganti dari Abdullah.
Nama Ibu:
Aminah binti Wahab, adalah salah seorang putri dari bangsawan Quruisy yang dinikahi oleh Abdullah pada usia keduanya yang masih relatif muda, namun kebahagian kedua pengantin baru ini tidak bertahan lama, dimana sekitar dua bulan dari penikahannya Abdullah berangkat membawa perdagangannya ke negeri Syam dan ternyata kepergiannya itu adalah untuk selamanya serta tidak akan kembali lagi ke istrinya tercinta di Makkah.

Dalam perjalanan pulang dari Syam Abdullah jatuh sakit maka dibawalah ia ke Yatsrib (sekarang Madinah), dan menghembuskan nafas terakhirnya di rumah kerabat dari pihak ibunya dari Bani an-Najjar. Sedangkan usia kandungan istrinya pada saat itu belum melewati dari dua bulan, maka Aminah pun menjadi tanggungan mertuanya Abdul Mutthalib dengan mewarisi beberapa harta peninggalan suaminya berupa 5 ekor unta, satu bidang tanah, peternakan kambing, dan satu orang budak perempuan berbama Ummu Aiman.
Pengasuhan Nabi Muhammad SAW
Adalah tradisi kaum bangsawan Makkah menitipkan bayi-bayi mereka yang baru lahir kepada perempuan-perempuan kampung untuk di asuhnya, karena menurut anggapan mereka iklim perkampungan sangat cocok untuk pertumbuhan fisik anak-anak, dan jauh terhindar dari penyakit-penyakit yang sering menimpa masyarakat perkotaan. Dan lebih penting lagi adalah untuk melatih mereka menguasai bahasa Arab serta membiasakan mempergunakan bahasa fushah (klasik) dari semenjak dini. Oleh karena itu para kaum bangsawan selalu mencari kabilah tertentu yang mempunyai track record dalam pengasuhan bayi, dan paling populer saat itu adalah kabilah Bani sa’ad.

Maka Abdul Mutthalib sangat senang ketika ketika datang Halimah as-Sa’diyah mengambil bayi Muhammad untuk di asuhnya. Nabi sendiri sangat bangga karena masa kecilnya di asuh oleh kabilah Bani Sa’ad, sebagaimana dalam salah satu ungkapan Beliau: (Aku adalah paling fashih berbahasa Arab di antara kalian, Aku ini Quraisy tulen dan saya telah di asuh dalam keluarga Bani Sa’ad bin Bakar).

Muhammad kecil berada dalam pengasuhan Halimah binti Abu Dzaib as-Sa’diyah bersama suaminya Al-Harits bin Abdul Uza selama 4 atau 5 tahun, kemudian terjadi suatu peristiwa yang membuat Halimah as-Sa’diyah mengembalikan Muhammad ke pangkuan ibundanya di Makkah. Yaitu ia mendengar laporan dari putra kandungnya yang sebaya dengan Muhammad bahwa dia melihat dua orang laki-laki datang membawa Muhammad dan membedah dadanya lalu keduanya mengeluarkan hatinya serta mengambil dari hati itu gumpalan hitam, kemudian kedua orang itu mencuci hati Muhammad lalu mengembalikannya ketempatnya semula.
Ibu dan Kakek Nabi Meninggal serta diasu Oleh Pamannya
Ketika pulang dari pengasuhan keluarga Halimah as-Sa’diyah, selanjutnya Muhammad di asuh langsung oleh ibundanya tercinta Aminah binti Wahab dibawah perlindungan kakeknya Abdul Mutthalib. Pada usia 6 tahun ibundanya mengajaknya ke Yatsrib untuk menziarahi makam Ayahandanya Abdullah, namun di dalam perjalanan pulang dari Yatsrib kembali ke Makkah tiba-tiba ibunda Aminah jatuh pingsang dan menghembuskan nafas terakhirnya pada saat itu juga, selanjutnya dimakamkan ditempat itu bernama Abwaa.

Dengan meninggalnya ibunda tercinta maka menjadilah Muhammad sebagai anak yatim-piatu, lalu diasuh dengan penuh kasih sayang oleh eyang Abdul Mutthalib yang sangat menyayanginya. Eyang Abdul Mutthalib senantiasa menyertakan Muhammad kecil duduk bersamanya di bawah Ka’bah, di mana tidak seorang pun dari anak-anaknya bisa duduk di sana kecuali hanya Muhammad, pada kesempatan itulah Abdul Mutthalib melimpahkan semua kasih sayangnya kepada cucunya tercinta, mengusap-usap punggungnya dengan sangat lembut.

Namun, ajal tidak meluangkan kesempatan panjang bagi Abdul Mutthalib untuk melimpahkan semua kasih sayangnya kepada cucunya yang tersayang, dua tahun mengasuh Muhammad kemudian dia pun meninggal. Selanjutnya Muhammad di asuh oleh pamannya Abu Thalib, maka sang paman pun sangat menyayanginnya seperti ketika kakeknya masih hidup. Abu Thalib berjanji untuk senantiasa mengasuh Muhammad dan melindunginya sampai akhir hayatnya, janji itu dilaksanakannya dari semenjak sebelum kerasulan hingga setelahnya, maka dia-lah yang menjadi pelindung bagi da’wah Islam serta menjadi tulang punggung atas pembawa da’wah meskipun hingga akhir hayatnya tidak mengucap syahadat.... (BERSAMBUNG: KLIK DI SINI).
Materi Sebelumnya:
  1. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
  2. Pengantar Sirah Nabawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!