Adzan Pertama & Terakhir Bilal bin Rabah r.a.
By: My Buku Kuning Centre
Sayyidina
Bilal bin Rabah ra menjadi muazin tetap selama Rasulullah SAW hidup. Selama itu
pula baginda rasul sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang
begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahadun,,, Ahad,,,
(Allah Maha Esa)”.
Dikisahkan! Sesaat
setelah Rasulullah SAW wafat, tiba waktu shalat dan Bilalpun bangkit untuk
mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah SAW masih terbaring di kamar
sayyidatina Aisya ra dan belum dikebumikan. Ketika Bilal sampai pada kalimat, “أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah),
tiba-tiba suaranya terhenti…
Bilal tidak
sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa
menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin
mengharu biru.
Sejak
kepergian Rasulullah SAW, Bilal tak sanggup mengumandangkan azan. Setiap sampai
kepada kalimat, “أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ” (Aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia langsung menangis
tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan
pilu.
Karena itu,
Bilal memohon kepada khalifah Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah SAW
sebagai pemimpin umat Islam, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan
lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin
kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah
dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, Abu
Bakar Asshiddiq ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus
mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya
berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka
engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah,
maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar
menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku
memerdekakanmu juga karena Allah.”
Maka Bilal
menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa
pun setelah Rasulullah SAW wafat.”
Abu Bakar
menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Kota Madinah
bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah
Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus.
Lama sekali Bilal
tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Nabi hadir dalam mimpinya,
dan menegurnya, “Ya Bilal, wa maa hadzal jafa’? Hai Bilal, kenapa engkau
tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?”
Bilal pun
bangun terperanjat, airmata rindunya seketika tak terbendung lagi. Segera dia
mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah pada Nabi. Sekian tahun sudah
dia meninggalkan Nabi.
Setiba di
Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Nabi, pada sang
kekasih. Penduduk Madinah yang mengetahui kedatangannya, segera keluar dari rumah
untuk menyambutnya. Ketika masuk waktunya sholat, beberapa Sahabat meminta
Bilal untuk mengumandangkan adzan. Akan tetapi Bilal terus menolak permintaan
itu.
Saat itu, dua
pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucunda Nabi,
Hasan dan Husein. Kali ini mereka berdua yang meminta Bilal untuk
mengumandangkan adzan, dan salah satu dari kedunya berkata:
“Paman! maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan
buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami”
Sembari mata
sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi itu.
“wahai cahaya mataku, wahai dua orang yang sangat dicintai Rasul, sesungguhnya
wajib bagiku untuk memenuhi keinginan kalian. Sesungguhnya apabila semua
penduduk bumi memintaku mengumandangkan adzan, aku tetap tak akan mau
melalukannya. Akan tetapi, setiap permintaan kalian berdua, adalah keharusan
bagiku untuk melaksanakannya.”
Ketika itu,
Umar bin Khattab yang telah menjadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan
mengharukan itu, dan beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan,
meski sekali saja. Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat, dia
naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada era Nabi. Mulailah dia
mengumandangkan adzan.
Saat lafadz “اللَّهُ
أَكْبَرُ” dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Kota Madinah senyap,
segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun
hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu
dirindukan, itu telah kembali.
Ketika Bilal
meneriakkan kata “أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ”,
seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sembari berteriak, bahkan
para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.
Dan saat Bilal
mengumandangkan “أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ”,
Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis,
teringat masa-masa indah bersama Nabi. Umar bin Khattab yang paling keras
tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya. Lidahnya
tercekat oleh air mata yang berderai. Setelah itu ia jatuh pingsan bersama
banyak orang yang lain karena kerinduan mereka akan sosok Rasulullah SAW.
Hari itu,
madinah mengenang masa saat masih ada Nabi. Tak ada pribadi agung yang begitu
dicintai seperti Nabi. Dan tidak pernah disaksikan hari yang lebih banyak
laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu. Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan
pertama Bilal sekaligus adzan terakhirnya semenjak Nabi wafat. Dia tak pernah
bersedia lagi mengumandangkan adzan. Sebab kesedihan yang sangat segera
mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang karenanya dirinya derajatnya
terangkat begitu tinggi.
Dikabarkan seminggu setelah peristiwa adzan
banjir air mata tsersebut Bilal bin Rabbah r.a, Wafat.
….
SUBHANALLAH, kisah
diatas telah mengaduk-aduk cinta dan kerinduan kita kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Kisah yang mampu membuat kita meneteskan air mata tanda cinta dan
rindu kepada Baginda Nabi. Semoga kita bisa mendapatkan syafaat dari Rasulullah
dan bisa bertemu dengan Rasul saat hari berbangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!