Jumat, April 24, 2020

HUKUM BERCINTA (MAKING LOVE) PADA BULAN RAMADHAN:

Syariat Islam Rahmatan lil-‘Alamin
By: Med Hatta
Allah berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ....
Artinya: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka …” (QS: Al Baqarah: 187). 

Islam Sempurna
Jika kita mempelajari sejarah syariat Islam, kita pasti akan menemukan suatu sistem yang sangat padu dan kokoh, terprogram dengan sangat rapih dan teliti. Tidak ada satupun yang terlewatkan di dalam Alquran kecuali semuanya sudah dikemas dengan jelas dan sangat rinci. Allah berfirman: “Tiadalah Kami tinggalkan sesuatupun dalam al-Kitab...” (Lihat: QS. Al An’am: 38).



Mencengangkan, semua hukum syariat Islam di dalam Alquran, umumnya diturunkan secara bertahap, pelan tetapi pasti dan sangat efektif, yaitu merupakan ciri khas syariat ini sebagai rahmatan lil-‘alamin. Tidak ada satu hukum pun di dalam Islam yang diturunkan secara ekstrim terutama yang berhubungan dengan ibadah fisik dan merubah tradisi umat, pasti semuanya melalui fase-fase penerapan yang logik, kondisif sesuai dengan situasi masyarakat yang menerimanya.

Termasuk di dalam kategori ini adalah hukum perintah puasa yang juga melalui tahapan-tahapan yang runtun dan indah, sehingga sampai sekarang tidak ada seorang muslim pun di dunia ini yang tidak meresa bersuka cita dengan datangnya bulan puasa, bahkan mereka antusias menantikannya setiap tahun. Selain itu, mereka juga masih berlomba melaksanakan puasa Syawal, puasa senin-kamis, puasa nazar dan puasa-puasa sunnah lainnya di luar Ramadhan. 

Contoh, ketika Allah menurunkan ayat-ayat perintah puasa di dalam Alquran, awalnya di antara umat islam pertama masih kaku dalam menjalankan ibadah puasa itu disebabkan oleh interpretasi mereka memahami ayat pertama: “sebagaimana telah diwajibkan atas umat sebelum kamu” (Lihat: QS. Al Baqarah: 183), yaitu mereka menirukan tata cara umat-umat ahli kitab terdahulu melaksanakan ibadah puasanya, seperti berpuasa di siang hari lalu makan, minum dan bercinta (berhubungan suami-isteri) di malam hari sampai tertidur, jika terbangun ditengah malam maka mereka tidak boleh makan, minum dan menyentuh isterinya lagi karena sudah dihitung berpuasa sampai malam berikutnya. 

Maka nabi SAW melihat kondisi ini sangat berat bagi umatnya sehingga terjadi sebuah kasus pada seorang Anshar bernama Sharmata, dia berpuasa hingga Magrib lalu mendatangi isterinya, setelah shalat Isya’ ia terlelap tidur sehingga tidak sempat makan minum lagi sampai Shubuh dan melanjutkan puasa, maka rasulullah SAW menegur dan bersabda: “Saya melihat kamu telah melakukan hal yang sangat berat”, lalu mejelaskan kepada nabi apa yang telah di alami sampai tertidur.  

Demikianlah keadaan itu berlangsung sampai benar-benar terjadi sebuah kasus baru yang sangat serius, hal ini terjadi pada diri seorang sahabat terkenal Umar bin al-Khattab ra; Adalah Umar bin al-Khattab mencampuri isterinya setelah shalat Isya' kemudian mandi lalu menangis menyesali dirinya dan pergi menghadap kepada rasulullah SAW mengakui perbuatannya mengatakan: Wahai rasulullah saya benar-benar meminta ampun kepada Allah dan kepadamu dari perbuatanku yang ceroboh ini, tadi waktu pulang kerumah habis shalat Isya' saya mendapati isteri saya baru berdanda dan memakai wangi-wangian dia menggodaku, maka akupun tidak tahan dan terjadilah apa yang terjadi. Maka apakah engkau dapat memberikan kemudahan kepada saya? 

Maka nabi bersabda: "Aku tidak bisa memutuskan hal itu ya Umar, tunggulah semoga Allah memberikan solusi terbaik untuk kamu", tidak lama kemudian datang lagi seorang sahabat lain mengadukan hal sama seperti Umar, maka turun ayat menjelaskan kasus Umar dan sahabatnya, yaitu firman Allah:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ....
Terjemah Arti: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu…” (QS: Al Baqarah: 187). 

Making Love (Bercinta suami-istri) Pada Malam Ramadhan
Kalimat "Arrafatsu" pada ayat, yaitu arti halus dari Making Love atau bercinta dengan berhubungan intim suami isteri. Kata Ibn Abbas: Sesungguhnya Allah Yang Maha Hidup lagi Maha Mulia mengistilahkan semua apa yang di sebutkan di dalam al-Qur'an dari berhubungan intim, bersentuhan, bercumbuh, memasuki, making love dan bercinta, semuanya dimaksudkan berhubungan intim suami isteri. Dan az-Zujaj mengatakan: "Arrafatsu" (bercinta) adalah sebuah kalimat yang mencakup segala sesuatu yang diinginkan laki-laki dari seorang wanita. Adapun sebab turunnya ayat tema ini sudah dijelaskan pada kasus Umar bin al-Khattab dan sahabatnya di atas. (Lihat juga: Tafsir al-Baghwi, Halaman: 207).


Pada saat ayat Alquran menegaskan: "Dihalalkan bagi kamu", kalimat "dihalalkan" menggambarkan suatu perbuatan yang dahulu diharamkan kemudian diamendemen. Maka hukum yang tinggal adalah "Allah SWT telah menghalalkan bagi kamu mencapuri isteri-isteri kamu pada malam hari puasa". Sekali lagi “pada malam hari puasa”, bukan pada siang hari puasa. Karena bercinta atau berhubungan intim suami-istri pada siang hari puasa adalah termasuk dosa besar, dan kepada pelakunya berlaku hukuman denda atau “kafarat”, dengan tiga tahapan, sbb:
  • Pertama, pelaku harus memerdekakan hamba sahaya atau budak perempuan yang beriman, tak boleh yang lain. Sahaya itu juga harus bebas dari cacat yang mengganggu kinerjanya.
  • Kedua, jika tidak mampu, pelaku harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
  • Ketiga, jika tidak mampu lagi, ia harus memberi makanan kepada 60 orang fakir, masing-masing sebanyak satu mud (kurang lebih sepertiga liter).

Belum selesai hukum Making Love pada bulan Ramadhan di atas, lalu sambungan ayat berikutnya mengemas – dengan sangat romantis – pasangan suami-istri diibaratkan sebagai pakaian: "mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka".

Kata "pakaian" adalah identik dengan busana, kemudian diistilahkan kepada percampuran antara pasangan suami isteri sebagai pakaian, karena bergabung satu tubuh ketubuh yang lain, solid dan saling menutupi serupa dengan pakaian. Dan dikatakan pula bahwa disebut setiap satu dari pasangan suami isteri sebagai pakaian, karena menyatu keduanya saat tidur pada satu pakaian sehingga menjadi setiap orang dari keduanya menyatu pada pakaian yang dikenakannya. Menurut ar-Rabi' bin Anas: Isteri itu adalah kasur bagimu dan kamu adalah selimut baginya...

Alquran Mengamendement Hukum Tata Cara Puasa Umat-Umat Ahli Kitab Terdahulu
Allah berfirman: "Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka"

Allah Yang Maha Mengetahui melihat tingkahmu mengkhianati diri sendiri dengan makan, minum dan mencampuri isteri pada malam hari puasa, sebagaimana juga Allah mengetahui bahwa kondisi seperti itu sangat berat bagi kamu. Oleh karena itu Dia memberikan keringanan bagimu dengan mengamendemen (mencabut) hukum itu. Selain itu Allah juga telah mengampuni dan memaafkan kamu atas pengkhianatan terhadap diri sendiri mencampuri isterimu pada malam hari puasa. “Maka sekarang campurilah mereka..."

Sugesti Bercinta (Making Love) Bagi Pasangan Suami-Istri Pada Malam Ramadhan:
Setelah tuntas hukum tentang bercinta pada bulan Ramadhan di atas, Alquran, lalu, memberikan sugesti kepada setiap pasangan suami-istri untuk bercinta sepuasnya pada malam bulan suci Ramadhan tanpa harus takut dosa. Dan bukan itu saja, ayat di atas (juga) mengisaratkan waktu mustajab untuk meminta keturunan dan jodoh pada malam-malam Ramadhan, Allah berfirman: "dan mintalah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,,,"

Para pakar tafsir besar dunia seperti Ibn Abbas, Mujahid, al-Hakam bin Oyainah, Ikrimah, al-Hassan, as-Suddi, ar-Rabi', dan ad-Dhahhak menafsirkan ayat ini mengatakan: Maksudnya minta anak (yang belum memiliki keturunan) pada malam hari puasa, karena permintaan akan mudah dikabulkan, dengan dalil ayat ini bersambung dari firman Allah: "Maka sekarang campurilah mereka...". Menurut Ibn 'Athiyah, mengutip dari perkataan Hasan: Yaitu mintalah jodoh yang sudah ditentukan atasmu di Lauhil Mahfudz, agar segera dipertemukan (khusus bagi yang belum menikah).
Wallahua'lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!