Sabtu, Februari 27, 2010

SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI

Qadhi Ahmed Algharfi Inisiator Pertama Maulid Nabi SAW
Oleh: Med HATTA

Peristiwa memperingati Maulid Nabi SAW, terjadi perbedaan fundamental di kalangan ulama, antara menerima dan menolak. Sebagian yang menolaknya dengan alasan “bid’ah” yang diprakarsai pertama kali oleh kaum budak-budak di Mesir. Dan sebagian yang lain menerimanya dan memperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal saban tahun sebagai manifestasi cinta terhadap Rasul.

Berbicara tentang “Maulidan” – khususnya di Maroko - pasti akan teringat oleh nama besar Alqadhi Ahmed bin Mohamed Algharfi, qadhi Sebta (abad ke-7 Hijriah). Beliau terkagum-kagum menyaksikan tetangganya (kaum Nashara) sibuk mempersiapkan “Merry Crismast”, memperingati kelahiran Isa as, mereka mengadakan acara keagamaan, festival umum dan mereka bersuka-ria.

Dalam kafasitasnya sebagai qadhi (pemuka tertinggi agama) waktu itu, ia memikirkan kenapa umat islam tidak memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW, padahal banyak sekali hadits-hadits shahih yang bercerita tentang kelahirannya, misalnya: Hadits tentang diringankannya siksaan Abu Lahab setiap hari Senin karena bahagia ketika nabi Muhammad lahir. Begitu juga hadits puasa pada hari Senin kerena hari kelahiran Sang Cahaya, nabi Muhammad SAW... Dan berbagai hadits yang lain...

Pertama Di Maroko:

Terinspirasi dari hal ini, tokoh Ahmed Algharfi menyerukan kepada penduduk Sebta untuk memperingati Maulid nabi setiap tahun.

Setelah peristiwa ini sampai ketelinga Khalifah Amirul Mouminin Abu Anane Al Marini (w. 759 H/ 1358 M) dan setelah memperhatikan urgensi peringatan maulid ini, ia kemudian ikut memperingatinya dan menjadikannya sebagai hari besar resmi kerajaan, diperingati setiap tahun di seluruh pelosok wilayah kerajaan Marinia.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa sejarah awal mula peringatan maulid nabi SAW berasal dari Sebta (wilayah Utara Maroko) kemudian menyebar keseluruh penjuru negara-negara Islam.

Kisah dari peristiwa monumental ini tidak terlepas dari peranan masyarakat Sebta dan tokoh ulamanya terutama sang inisiator Qadi Ahmed Algharfi.

Sebagai pencentus pertama peringatan maulid nabi Muhammad SAW, wilayah utara Maroko ini telah menciptakan sebuah adat dan tradisi yang sangat indah dan mengesankan. Mereka – masyarakat Utara Maroko umumnya dan penduduk Tetouan khususnya - mempersiapan perayaan maulid nabi sejak dini, yaitu dari awal terbit bulan Rabiul Awal mereka sudah menabuh gendang, melepaskan dentuman meriam dan zaghared (semacam siualan khas Arab) yang berlangsung selam 12 hari.

Sebagian zawiyah dan masjid di kota Tetouan mengkhususkan antara Magrib dan Isya, mengadakan zikir bersama, pengkajian sejarah nabi dan membaca Bourda & hamazia (semacam Barazanji di Indonesia). Ketika memasuki malam maulid, mereka melaksanakan Shalat, Zikir & puji-pujian terhadap Rasul sepanjang malam hingga subuh.

Disisi lain, kaum wanita juga tidak ketinggalan pula, mereka mengadakan perayaan khusus di rumah-rumah, dan pada pagi harinya mereka mengarak bendera putih sambil ber-zagharoda-ria, berlomba dan silih berganti mengarak bendera putih tersebut satu-persatu.

Hingga kini masih banyak diantara zawiyah-zawiyah di Tetouan yang mengkhususkan memperingati maulid nabi SAW dan melestarikan tradisi di atas seperti, Raisounia, Ouazzania dan harrakia.

Bagi masyarakat Tetouan, memperingati maulid nabi tidak terbatas hingga tanggal 12 Rabiul Awal saja, bahkan berlangsung hingga pada peringatan “Aqiqah Rasul” (hari ke-7 setelah kelahiran nabi). Adalah charifa Fatima Ragoune, istri Waliyullah sidi Ali bin Raissoun, menciptakan sebuah tradisi di kediaman pribadinya dengan mengadakan acara sosial dan suanatan massal untuk anak-anak miskin dan yatim. 

Dia mengkoordinir tukang-tukang sunat berjejer disepanjang gerbang zawiyah sidi Ali bin Raissoun kemudian berdatangan orang-orang miskin membawa anak-anaknya untuk disunat. Acara sunatan massal tersebut diiringi oleh tabuhan gendang dan alat-alat musik tradisiaonal lainnya. Menurut seorang teman yang juga ustaz penulis bahwa tradisi ini masih sering disaksikan di kota Tetouan hingga dekade-dekade terakhir ini, akan tetapi waktu-waktu belakangan ini skalanya semakin kecil.

NOTE | Atikel terkait :


Artikel yang berhubungan: 
Tetouan, 12 Rabiul Awal 1431 H

1 komentar:

  1. pak pernah gak bapak mencoba mengkaji hadits hadits maudhu dan dhoif tentang maulid tersebut?

    bukankah Rasulullah pernah bersabda

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya : “Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya dari negeri Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa hidup sesudahku niscaya dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu serta jauhilah oleh kalian perkara agama yang diada-adakan karena semua yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.” HR Ahmad,Abu Dawud,Tirmidzi,Dzahabi dan Hakim

    hematnya pak? bukankah agama yg ini telah disempurnakan Allah? jadi mengapa kita harus mencontoh budaya orang2 nashara? bukankah dgn mencontoh org2 nashara itu berarti kita termasuk dr gologan mereka?

    ulama salaf mengatakan
    "lebh baik mengerjakan sedikit Sunnah dari pada mengerjakan banyak ibadah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah"

    mohon maaf jika saya salah ya pak

    BalasHapus

Salam!