Kamis, Agustus 09, 2012

TAFSIR AYAT-AYAT HUKUM JINAYAT (KRIMINAL): 01

Materi Pertemuan Ke-2 & 3: Semester V (2012/ 2013)
Fakultas Syari’ah Prodi Fiqh dan Ushul Fiqh - Jakarta. 
 
HUKUMAN TERHADAP KRIMINAL PERZINAAN
Dosen Med HATTA
Mukaddimah:

بسم الله الرحمن الرحيم 

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد!

Zina Dosa Besar:
Zina, adalah pelanggaran seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan yang tidak dibolehkan (tidak terikat perkawinan) baginya. Merupakan kriminal yang diharamkan agama dan budaya, dan termasuk kategori dosa besar dalam Islam.

Allah SWT telah memberikan ancaman kepada para pelaku dosa-dosa besar; yaitu musyrik (mempersekutukan Allah), membunuh jiwa tanpa alasan, berzina; dengan siksaan yang berlipat ganda di akhirat,  dan akan kekal di dalam nereka dengan keadaan hina dina karena keburukan dan besarnya pelanggaran yang diperbuatnya. Sebagaimana firman Allah:
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (٦٨) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (٦٩) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٧٠)
Artinya: “dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya); (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina; kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh,,,” (QS: 25: 68-70).
Oleh karena itu, maka barangsiapa yang telah terjerumus kepada dosa-dosa besar tersebut, hendaklah segera bertobat kepada Allah dengan tobat nashuha, yaitu tobat yang dibarengi dengan iman yang benar dan perbuatan baik. 

Yang dimaksud tobat nashuha adalah apabila seorang pelaku dosa bertobat dari kesalahannya; menyesali atas segala perbuatan yang telah dilakukan; dan berjanji pada dirinya untuk tidak melakukan pelanggaran yang sama, sebagai rasa takut kepada kebesaran Allah, mengharapkan pahala dari-Nya, dan menghindari dari pembalasan-Nya. Allah berfirman:
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى (٨٢)
Artinya: dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar(QS: 20:82).
Maka diharapakan kepada semua umat Islam (laki-laki dan perempuan), untuk benar-benar menghindar dari perbuatan keji dan dosa besar itu dengan segala sesuatu yang bisa mendekatkan kepadanya, termasuk berpacaran bebas. Dan bersegeralah melakukan tobat nashuha terhadap apa yang telah terjadi sebelumnya, karena Allah akan mengampuni orang-orang yang bertobat dengan sungguh-sungguh dan akan menghapuskan segala dosa-dosanya.
Hukuman Paling Berat Bagi Pelaku Zina:
Allah berfirman:
وَاللاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَا سْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً.
Artinya: “dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” (QS: 04: 15)
وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّاباً رَحِيماً
Artinya: “dan terhadap dua orang (laki-laki dan perempuan) yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS: 04: 16)
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَا جْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مَائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِا للَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمْا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS: 24: 2).

Tiga ayat agung di atas, dua dari surah an-Nisaa dan satu dari surah an-Nur, menunjukkan betapa besarnya dampak negatif dari perbuatan zina, dari berbagai skalanya; zina dapat merusak stabilitas kehidupan bermasyarat, yang akan berdampak kepada pergaulan bebas tanpa ikatan pernikahan; perzinaan juga akan memutuskan hubungan silaturahim, dan menghambat garis keturunan di mana akan lahir dari hubungan gelap itu anak-anak haram, yang tidak jelas nasabnya. Dan masih banyak sekali pengaruh buruk dari perzinaan itu yang tidak bisa disebutkan di sini secara terperinci. (Lihat: Kitab-kitab fiqhi). Oleh karena itu Allah SWT memberikan hukuman khusus dan unik bagi pelakunya, seperti tahan rumah seumur hidup, penyiksaan tanpa dibatasi, dan terakhir hukuman dera atau cambuk.  

Adalah rahmat menyeluruh bagi syariat Islam, seperti juga pada penerapan hukum-hukum lainnya, ia tidak menepkan hukuman pidana perzinaan secara spontan tetapi melalui tiga tahapan pendidikan penting: Tahap pertama, tahanan rumah secara mutlak atau sampai Allah menentukan jalannya; kedua, penyiksaan fisik dan psikis tanpa batas; Kemudian  ketiga, adalah hukuman pidana cambuk, yaitu hukuman final dari al-Qur’an yang ditegaskan pada surah an-Nur

Jadi tidak ada hukuman Rajam "kejam" di dalam al-Qur’an; yaitu menanam manusia hidup-hidup di dalam tanah hingga batas leher, lalu dilempari kepalanya secara keroyokan dengan batu sampai mati, tanpa rasa prikemanusiaan. Hukuman rajam itu adanya di dalam kitab Taurat Yahudi, yang sudah diamendemen oleh tiga ayat al-Qur’an di atas, kita akan jelaskan nanti). Adapu tahapan-tahapan penerapan hukuman pidana zina dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
  • Tahap Pendidikan Pertama: Pidana Kurungan Seumur Hidup:
Allah berfirman pada surah an-Nisaa ayat ke-15:
وَاللاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ
Artinya: “dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji”;
Kalimat “al-Fahisyah” (perbuatan keji) pada ayat ini, meliputi segala prilaku buruk yang dapat dilakukan oleh seorang isteri (perempuan), termasuk pengkhianatan terhadap suami, kumpul kebo, berselingkuh dengan pria idaman lain (PIL), dan berpacaran bebas. Tetapi mayoritas ulama menafsirkan perbuatan keji” di sini sebagai zina, karena perbuatan itulah merupakan bentuk perbuatan pidana yang paling keji, sebagaimana pada firman Allah:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا (٣٢)
Artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu prilaku  yang buruk.” (QS: 17: 32).
Allah SWT pada tahap pertama ini lebih memfokuskan hukuman kepada perempuan, karena pada awal Islam kaum perempuan di kenal hidupnya sangat eksklusif, mereka terjaga dan tersembunyi dalam kamar gelap di rumah masing-masing, dan hampir dipastikan kaum laki-laki tidak mempunyai kesempatan untuk melihat atau mengenal mereka. Maka jarang terjadi perselingkuhan dari pihak laki-laki, dan ditambah lagi tradisi Quraisy pada saat itu mempercepat pernikahan bagi anak laki-laki yang sudah cukup umur. 

Namun kenyataan kasus-kasus yang banyak terjadi justru perempuan yang sering menggoda pihak laki-laki, dan tidak jarang menjebak PIL-PIL mereka dibalik kamar-kamar gelapnya tersebut, terutama ketika suaminya sedang bepergian lama. Dan al-Qur’an juga sudah memperingatkan bahwa: “Sesungguhnya tipu daya perempuan amat-lah besar” (QS: 12: 28), oleh karena itu mereka diberi ancaman pidana kurungan rumah seumur hidup atau sampai Allah memberi jalan yang terbaik bagi mereka, sebagaimana dijelaskan pada sambungan ayat berikutnya.
Firman Allah:
فَا سْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ
Artinya: “hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya)”;
Yaitu pelaksaan hukuman kurungan rumah itu harus disaksikan oleh empat orang saksi muslim, baligh, merdeka dan berakal. Syarat-syarat persaksian ini akan kita jelaskan nanti. Lalu, Allah SWT menentukan empat orang saksi tersebut, karena demi menjaga kehormatan tersangka dan memelihara stabilitas masyarakat (tidak terjadi fitnah). Selanjutnya Allah berfirman:
فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً.
Artinya: “Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” (QS: 04: 15)
Penerapan hukuman pidana kurungan rumah seumur hidup yang disebutkan pada ayat ini tidak berlangsung lama, karena Allah telah memberikan jalan yang terbaik sebagaimana dijanjikan-Nya, dengan mengamendemen hukuman tahap pertama itu dengan hukuman baru, yang lebih mendidik dan mencakup pidana untuk kedua belah pihak, bukan hukuman hanya bagi terpidana perempuan saja, tetapi termasuk juga di dalamnya pihak laki-laki kalau terbukti melakukan tindakan perzinaan .
  • Tahap Pendidikan Kedua: Pidana Siksaan Fisik dan Psikis Tidak Terbatas (Ditentukan Hakim):
Allah berfirman:
وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا
Artinya: “dan terhadap dua orang (laki-laki dan perempuan) yang melakukan perbuatan keji di antara kamu maka berilah hukuman kepada keduanya”;
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hukumun pada tahap kedua ini lebih luas ditujukan kepada kedua terpidana (laki-laki dan perempuan) secara bersamaan, jika keduanya benar-benar divonis terbukti telah melakukan perbuatan keji zina tersebut. Dan hukuman atau sanksi pengganti yang dibawah oleh ayat ke-16 dari surah an-Nisaa ini; adalah hukuman fisik dan psikis (penyiksaan), namun tidak dibatasi jenis dan bentuk penyiksaannya, tetapi diserahkan kepada hakim untuk mempertimbangkan hukuman yang cocok diterapkan untuk setiap terpidana. 

Hukuman bagi kedua terpidana itu bisa dilakukan dengan penyiksaan fisik seperti didera, dipukul atau penyiksaan psikis misalnya diisolir, dan bisa juga dilakukan dua-duanya, yaitu diberikan hukuman fisik dan psikis sekaligus misalnya keduanya dimasukkan ke dalam penjara. Tujuannya adalah untuk membuat kedua pelaku perbuatan zina atau perselingkuhan itu menjadi jerah dan bertobat nashuha, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatan keji itu lagi. Oleh karena itu Allah berfirman:
فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّاباً رَحِيماً
Artinya: “kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS: 04: 16).
Yaitu apabila keduanya sudah menjalani hukuman lalu keduanya benar-benar bertobat dan mengerjakan amal kebaikan, maka lepaskanlah keduanya atau bebaskanlah keduanya dari hukuman itu. Karena Allah Maha pengampun dan menerima tobat hamba-Nya.

  • Tahap Terakhir dan Hukuman Final Untuk Pidana perzinaan: Dera 100 kali:
Allah berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَا جْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مَائَةَ جَلْدَةٍ
Artinya: “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera;
Dengan turunnya ayat ke-2 dari surah an-Nur ini, maka putuslah hukuman final bagi terpidana melakukan perzinaan, yaitu 100 kali dera untuk terpidana laki-laki merdeka, dan 100 kali dera juga untuk terpidana perempuan merdeka. Adapun bagi terpidana dari seorang perempuan yang berstatus hamba sahaya, atau pembantu dibawah kekuasaan tuan (majikan), maka di vonis setengahnya dari hukuman orang yang merdeka, yaitu 50 kali dera. Karena kasus istimewa ini telah diatur pada ayat lain dari surah an-Nisaa (QS: 04: 25), Allah berfirman:
فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ
Artinya: “kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka.
Dengan demikian, maka hukuman pidana perzinaan pada ayat ke-15 dan 16 dari surah an-Nisaa, yang dijelaskan sebagai tahapan pendidikan pertama dan kedua di atas, secara otomatis diamendemen oleh ayat pidana dera 100 kali bagi terpidana laki-laki merdeka atau terpidana perempuan merdeka dari ayat ke-2 dari surah an-Nur, dan dera 50 kali bagi terpidana perempuan yang berada di bawah kekuasaan tuan (majikannya) dari ayat ke-25 dari surah an-Nisaa. Dan sekaligus juga membatalkan hukuman rajam yang tersebut di dalam kitab Taurat - Yahudi. 
Firman Allah:
وَلاَ تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ
Artinya: “dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
Yaitu janganlah seorang hakim itu berbelas kasih, pilih kasih, atau bisa juga berarti janganlah seorang penegak hukum itu terpengaruh oleh iming-iming dan sogokan tertentu untuk meringankan hukuman dera bahkan bisa membebaskan terpidana. Dengan begitu ia telah sengaja melanggar hukum Allah yang sudah diundangkan di dalam al-Qur'an, sebagaimana firman Allah berikutnya:
فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِا للَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Artinya: “untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat
Yaitu dalam menjalankan syariat Allah, sebagaimana dalam firman Allah yang lain pada kisah nabi Yusuf dan saudara-saudaranya: Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja (QS: 12: 76), yaitu dalam  memutuskan hukuman. 

Ada juga yang menafsirkan untuk menjalankan ketaatan pada perintah syariat Allah dalam memutuskan hukuman bagi terpidana. Kemudian keterangan ini dijelaskan pada ayat berikutnya: jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat”, ini adalah sebuah tantangan yang memotivasi, sebagaimana kalau dikatakan: Jika kamu seorang laki-laki yang bertanggung jawab maka laksanakanlah hukuman itu, atau ini adalah tindakan seorang laki-laki sejati.
Firma Allah: 
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمْا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS: 24: 2).
Oleh karena itu, jika sudah dilaksanakan vonis hukuman dera itu oleh pengadilan, berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan syariat berupa pengakuan resmi dari kedua terpidana; didukung oleh empat orang saksi dibawah sumpah dan bukti-bukti kuat yang memberatkan, maka laksanakanlah hukuman dera itu dihadapan kesaksian orang-orang mukmin, sebagai hukuman fisik dan psikis sekaligus yang sudah ditetapkan al-Qur'an, supaya pelaku jerah atas perbuatannya dan bertobat untuk tidak mengulanginya lagi. Dan orang-orang mukmin yang menyaksikannya juga sadar untuk tidak melakukan perbuatan keji yang sama, karena takut didera dan malu dipertontonka di depan orang banyak.

Itulah sebenarnya tujuan utama dari pelaksanaan hukuman bagi setiap terpidana melakukan tindak kejahatan di dalam syariat Islam, yaitu diberi pelajaran bagi pelaku kejahatan agar jerah dan tidak mengulanginya lagi. Jika hukuman fisik dan psikis itu tidak membuatnya juga jerah, sesungguhnya hukuman Allah jauh lebih berat menanti di akhirat. 

Jika ia bertobat maka janji Allah akan berpihak kepadanya, Allah berfirman:  dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar(QS: 20:82). Jadi kita tidak berhak menentukan jalan orang dengan memvonis mati diliang rajam, sebelum memberi dia kesempatan bertobat kepada Allah. Karena Allah sudah menegaskan dalam firman-Nya:
فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّاباً رَحِيماً
Artinya: “kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS: 04: 16).
Kasus Pelaksanaan Vonis Rajam Di Madinah Pada Masa Nabi:
Satu-satunya kasus vonis rajam yang pernah terjadi pada awal kekuasaan Islam di Madinah, atas perintah nabi SAW sebagai kepala pemerintahan, adalah terhadap dua orang Yahudi tersangka melakukan perbuatan keji (zina). Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara yang baru saja berdaulat, Beliau menerapkan segala asas demokrasi yang kokoh; menghormati keputusan hasil musyawarah-mufakat; mengayomi segala unsur masyarakat yang ada dari berbagai etnik, ras dan agama; melindungi golongan minoritas; dan memberikan kebesan menjalankan agama bagi pemeluk kepercayaan tertentu dengan dasar pluralisasi dan toleransi beragama. 

Oleh karena itu ketika dua orang Yahudi melakukan pelanggaran norma yaitu berzina, nabi Muhammad SAW memerintahkan di hukum berdasarkan kitab suci mereka sesuai syarat-syarat yang ada, dan melalui pengadilan agama mereka dibawah petunjuk nabi. Tersebutlah riwayat yang diceritakan oleh Abu Daud (Kitab Sunan) dari Ibn Umar berkata:

Telah datang sekelompok orang-orang Yahudi kepada nabi Muhammad SAW memintanya memimpin pengadilan atas suatu kasus perzinaan yang terjadi dikalangan mereka, maka mereka pun mengundang nabi datang ke majelis kaum Yahudi. Lalu mereka menceritakannya kasus perzinaan kedua orang Yahudi tersebut dan meminta nabi untuk memutuskan hukumannya. Di dalam majelis mereka memberikan kepada nabi sebuah bantal tempat duduk, kemudian nabi meminta diberikan sebuah kitab Taurat, dan nabi membuka bantal yang didudukinya untuk meletakkan kitab Taurat itu di atasnya. 

Pada kitab Taurat tersebut nabi bersabda: "Aku beriman kepadamu (Taurat), dan aku beriman kepada Allah yang telah menurunkanmu". Selanjutnya nabi meminta didatangkan dua orang ulama Taurat, dan bertanya kepada keduanya: "Bagaimana kalian menemukan hukuman kedua pelaku zina ini di dalam kitab Taurat?", kata kedua ulama Taurat tersebut: Kami mendapatkan di dalam Taurat, apabila bersaksi empat orang mengatakan bahwa mereka melihat "kemaluan" laki-laki menempel pada "kemaluan" perempuan, seperti menempelnya stik celak pada botol celaknya maka hukumannya rajam.

Maka nabi bersabda: "Lalu kenapa kamu tidak merajam keduanya?", Kata kedua ulama Taurat: Kekuasaan kami sudah menurun sehingga kami tidak mampu menerapkan hukuman itu lagi (rajam). Selanjutnya, nabi SAW memanggil empat orang saksi yag sudah yang sudah disiapkan, dan menanyakan kesaksian mereka. Maka semuanya bersaksi melihat kedua tersangka melakukan perbuatan keji (zina) itu, dan mereka bersumpah telah menangkap basah keduanya ditempat kejadian perkara (TKP). Bahkan mengaku sempat melihat "kemaluan" pelaku laki-laki masih menempel pada "kemaluan" pelaku perempuan, seperti menempelnya stik celak pada botol celaknya. Maka nabi menvonis kedua tersengka perzinaan tersebut dengan hukuman rajam. (Lihat: Sunan Abu Daud, Hadits No: 4449 dan 4452).

Sebagai catatan: Bahwa kasus rajam terhadap kedua terpidana pelaku zina orang Yahudi di atas itu terjadi setelah turunnya ayat dera 100 kali dari surah an-Nur. Namun nabi Muhammad SAW tidak menerapkannya pada kasus tersebut karena beberapa pertimbangan (menurut penulis), sebagai berikut:
  1. Nabi SAW pada saat itu bertindak dalam kafasitas sebagai seorang kepala negara kepada suatu bangsa majemuk, yang di dalamnya terdiri dari berbagai etnik, ras dan agama, maka Beliau menerapkan hukum pluralisme, yaitu menghormati semua komponen yang ada di dalam masyarakat, termasuk memberikan kesempatan dan kebebasan sepenuhnya menjalankan adat, tradisi dan agama mereka; meskpun semua keputusan hukuman harus di sahkan terlebih dahulu oleh nabi.
  2. Nabi Muhammad SAW meskipun dia sebagai seorang penguasa, tetapi beliau tidak mau memaksakan hukum agamaya kepada penganut agama lain yang berbeda. Dan hal ini juga sudah dijelaskan di dalam al-Qur'an, Allah berfirman: "Tidak ada pemaksaan dalam memeluk agama", dan firman Allah: "Bagi kamu agamamu dan bagiku agamaku". 
  3. Allah memerintahkan kepada nabi untuk memimpin pemerintahan berdasarkan hukum kitab-kitab suci yang telah diturunkan oleh Allah, maka nabi menerapkan hukum al-Qur'an kepada umat Islam, dan memberikan kebebasan kepada penganut agama Yahudi dan Nashara Madinah menjalankan ajaran kitab suci masing-masing. Kecuali nabi memerangi kaum musyrikin Makkah karena mereka terang-terangan telah mempersekutukan Allah, dan tanpa berdasarkan hukum kitab suci, yang menurut ajaran Islam perlakuan mereka itu adalah suatu kedhaliman besar, Allah berfirman: "Sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah termasuk kedhaliman besar", maka mereka diperangi Islam. 
  4. Al-Qur'an memerintahkan untuk bertetangga baik bersama para penganut agama-agama samawi sambil berusaha memperlihatkan dan memperdengarkan kebaikan-kebaikan Islam. Dan orang-orang Yahudi dan Nashara Madinah sudah mengetahui banyak tentang kebaikan ajaran Islam, oleh karena itu mereka menginginkan diterapkan kepada mereka sebagian hukum-hukum Islam, yang di dalam kitab sucinya itu merugikan mereka. 
  5. Orang-orang Yahudi sudah mengetahui tentang turunnya ayat dera 100 kali dan saksi empat orang bagi pelaku zina dari surah an-Nur, oleh karena itu mereka tidak ingin menerapkan lagi hukuman rajam pada pelaku zina mereka, sebagaimana pengakuan kedua ulama Taurat pada hadits Abu Daud di atas: (Kekuasaan kami sudah menurun sehingga kami tidak mampu menerapkan hukuman itu lagi (rajam), oleh sebab itu mereka datang kepada nabi untuk diberikan hukuman berdasarkan ayat dari surah an-Nur (dera 100 kali), tidak mau dirajam lagi. Tetapi nabi justru menganjurkan kepada hukuman kitab suci mereka, maka setelah itu merekapun dendam kepada ajaran kitab sucinya dan memilih masuk Islam. Dan itu adalah salah satu hikmah kebikajsanaan nabi.
Kesimpulan: Maka berdasarkan keterangan di atas, penulis berkesimpulan bahwa hukuman rajam itu tidak ada di dalam ajaran Islam, apa yang telah disepakati oleh ulama-ulama fiqhi umat ini dengan menerapkan hukuman rajam bagi para pelaku zina dari laki-laki atau perempuan keduanya merdeka dan keduanya sudah menikah, berdasarkan hadits Abu Daud di atas, itu adalah keliru dan perlu dipertimbangkan kembali. Karena apa yang pernah diputuskan oleh nabi dengan memberikan hukuman rajam kepada dua terpidana zina dari kaum Yuhudi tersebut, itu tidak terlepas dari spesialisasi dan privasi nabi SAW, sebagai kepala negara pada satu bangsa majemuk, yang di dalamnya terdaapat pusat penyebaran agama-agama besar dunia seperti Yahudi, Nashara dan Majusi. Sebagaimana telah penulis jelaskan pada poin-poin di atas. Wallahua'lam!
Bersambung ke pelajaran Berikutnya: Tafsir Ayat-Ayat Hukum Jinayat (Kriminal): 02.---------->>>
Pelajaran Sebelumnya:
  1. Pengantar Umum Tafsir Ayat-Ayat Hukum Jinayat (Kriminal)
Materi Yang Berhubungan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!