*Seminar
Nasional Pengusulan Penganugerahan Gelar
Pahlawan
Nasional kepada CPN AG.KH. Abd Rahman Ambo Dalle
*Catatan
Pandangan/Pendapat Orang dan Tokoh Masyarakat
Tentang
Kepahlawanan Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle
GURUTTA
AMBO DALLE PANTAS DINOBATKAN SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL
Oleh:
Prof. Dr. H. Hamka Haq Al-Madry, MA
Banyak tokoh nasional
mendapat gelar Pahlwan Nasional karena jasanya di bidang pendidikan, misalnya
Rahmah El Yunusiah di Padang Panjang
yang mendirikan Madrasah Diniyah Putri.
Ada juga yang karena berjasa mendirikan organisasi besar seperti Lafran
Pane, yang merupakan pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Jika hal-hal tersebut menjadi dasar, maka AGKH.
Abd Rahman Ambo Dalle (Baca: Gurutta Ambo Dalle) tentua jauh lebih memenuhi
syarat, karena beliau menggabungkan dua jasa besar itu, yakni berhasil
mempelopori pendidikan sistem sekolah dan juga merupakan pendiri ormas besar Daru
Da’wah wal Irsyad (DDI). Kedudukan
beliau sama dengan K.H. Ahmad Dahlan pendiri ormas Muhammadiyah berpusat di
Yogyakarta, yang juga memiliki sekolah dan Perguruan Tinggi sekian banyak, juga
sama dengan K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri NU berpusat di Jawa Timur yang juga
memmbina Madrasah sekian ratus jumlahnya.
Sedangkan kemajuan di
bidang pendidikan selain tiga pesantren terbesar DDI Mangkoso, Pare-pare dan
Kaballangan Pinrang, terdapat puluhan cabang-cabang pesantren lainnya. Dalam pesantren-pesantren yang tersebar itu terdapat Madrasah PAUD, Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP) dan
Aliyah (SMA/SMK) yang jumlahnya tidak kurang dari 700 unit Madrasah/Sekolah.
Sementara Peguruan Tinggi DDI telah
mencapai 22 unit. Perlu dicamkan bahwa alumni Madrasah Aliyah DDI Mangkoso dan
Pare-Pare merupakan perintis pertama di Indonesia berlakunya “mu’adalah”
(kesetaraan) dengan alumni Madrasah Aliyah Mesir, sehingga alumni DDI dapat
langsung diterima kuliah di Universitas Al-Azhar Mesir.
Persoalan yang paling
seru di era Orde Baru ialah pertentangan keras antara kaum ektrimis Islam yang
disebut ekstrim kanan dan pihak penyelenggara Negara yang setia pada ideologi
Pancasila, yang waktu itu diemban oleh Golongan Karya. Hampir setiap program pemerintah di zaman itu
selalu terkendala denga paham keagamaan yang sempit dan cenderung ekstrim di
bidang politik, dan kehidupan sosial.
Namun sebagai ulama Kharsimatik, Gurutta Ambo Dalle berhasil membantu
tegaknya program pembangunan nasional dengan meredam kelompok-kelompok ekstrim
kanan. Keberanian beliau bergabung
dengan GOLKAR sebagai satu-satunya kekuatan politik nasionalis waktu itu sangat
fenomenal dan berhasil membungkam para ulama dan tokoh berpaham keras yang
kadang beroposisi terhadap pemerintah NKRI.
Beliau pun pernah duduk sebagai anggota MPR RI mewakili Sulawesi
Selatan.
Ketika Pemerintah
berencana membentuk suatu lembaga Islam yang mewakili kepentingan umat Islam
Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Majelis Ulama Indonesia (MUI), Gurutta Ambo Dalle diundang oleh Presiden via
Menteri Agama untuk menyukseskan deklarasi berdirinya MUI pada tahun 1975 di
Jakarta, dan masuk sebagai salah seorang anggota pleno pertama MUI mewakili
Indonesia bagian Timur.
Gurutta Ambo Dalle,
munggkin tidak pernah memanggul senjata berontak melawan penjajah, namun perlawanan yang diberikannya melalui wadah
Pesantren dan madrasah yang dibinanya sangat memotivasi masyarakat luas untuk
berontak menentang penjajahan. Akibatnya, Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang
didirikannya sebagai cikal bakal Pesantren DDI Mangkoso, bersama Andi Dagong Petta
Soppeng Riaja selalu diintai oleh penjajah, terutama di zaman Jepang. Guruta Ambo
Dalle pun terpksa memindahkan kegiatan belajar-mengajar untuk sementara di
masjid dan di rumah-rumah tempat tinggal ustadz-nya. Kaca jendela, atap dan pintu terpaksa dicat
hitam, guna menghindari pantauan pasukan dan mata-mata Jepang. Salah satu upaya Ambo Dalle untuk mengelabui Jepang
terhadap MAI ialah mengarang lagu-lagu Bugis yang iramanya mirip dengan
lagu-lagu Jepang. Namun, keadaannya
lebih parah ketika pasukan Sekutu menyerbu Sulsel dan menaklukkan pasukan
Jepang. Kekhawatiran semakin menghantui
pimpinan, guru dan para santri MAI. Keganasan
tentara Belanda di bawah pimpinan Westerling yang membonceng Sekutu semakin
keras dialamai oleh warga Sulsel, termasuk pimpinan, guru dan santri MAI pimpinan
Gurutta Ambo Dalle di Mangkoso Soppeng Riaja.
Walaupun Gurutta Ambo Dalle luput dari penangkapan dan siksaan Balanda,
ada sejumlah guru MAI yang mengalami siksaan Belanda, bahkan tewas, di
antaranya ialah M. Shaleh Bone dan Sofyan Toli-toli, yang ditugaskan mengajar pada
cabang MAI di Majene. Dampaknya ialah tekad
melakukan perlawanan terhadap penjajah, semakin merebak ke segenap warga MAI,
mulai dari pimpinannya, guru-guru sampai pada sanrinya bersama masyarakat luas.
Kharisma Gurutta Ambo
Dalle membuat sosok pribadinya dihormati oleh Presiden Soeharto dan Wakil Presiden
Soedharmono, Tri Sutrisno dan B.J. Habibie,
serta disegani oleh para pimpinan
Daerah Sulsel, khususnya para pejuang angkatan 45. Ketika laskar pejuang Sulsel yang tergabung
dalam Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS) di bawah pimpinan
Andi Mattalatta hendak melakukan ekspedisi ke Jawa, mereka memohon dukungan
spiritual restu Gurutta Ambo Dalle.
Begitupun sekembali dari Jawa, dalam persiapan melakukan konferensi
kelaskaran di Paccekke Barru, 20 Januari 1947, berdasarkan mandat dari Panglima
Besar Sudirman, mereka pun memohon dukungan spiritaulitas dari Gurutta Ambo
Dalle. Diketahui, dari konferensi kelaskaran tersebut
lahirlah Divisi TRI Sulawesi Selatan /Tenggara (Sulselra)sebagai embrio Kodam
XIV Hasanuddin (kini Kodam VII Wirabuana).
Guutta Ambo Dalle melalui
ormas dan Pesantren DDI telah berhasil melahirkan ulama-ulama besar tingkat
Nasional dan Daerah Sul-Sel. Pada tingkat Nasional, adalah Prof. K.H. Ali
Yafi, Mantan Ketua MUI dan mantan Rois
Am (Ketua Umum) Syuriah PB NU di era Gus Dur.
Juga K.H. Dr. HC. M. Sanusi Baco, salah satu Rais Syuriah PB NU sekarang
merangkap Ketua Umum MUI Sul-Sel sejak 1995-sekarang. Tak terlupakan ulama generasi pertama K.H.
Abdurrahman Matammeng yang berjasa membesarkan ormas dan pesntren DDI di
Makassar, dan K.H. Muh. Abduh Pabbaja yang berjasa membesarkan ormas dan
pesantren DDI di Pare-Pare. Dapat
dipastikan bahwa segenap ulama sepuh di Sul Sel yang masih hidup sekarang
adalah generasi kedua dari pesantren DDI yang berpusat di Mangkoso dan
Pare-pare. Bahkan segenap ulama
generasi sekarang, dan sejumlah besar pejabat daerah adalah pernah mengenyam
pendidikan di pesantren dan atau sekolah / madrasah DDI. Terimakasih.
Jakarta 16 Februari 2020
Hamka Haq
BACA JUGA:
- DUKUNGGURUTTA AMBO DALLE SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL 2020
- GURUTTA AMBODALLE DAN NAMA-NAMA ASHABUL KAHFI
- ANREGURUTTAAMBO DALLE; Maha Guru Dari Bumi Bugis
- MENGENANGGURUTTA AMBO DALLE
- BIOGRAFIANREGURUTTA AMBO DALLE RUJUKAN PENTING DI MALAYSIA
- MENGENANG 12TAHUN WAFATNYA GURUTTA AMBO DALLE
- PROFILANREGURUTTA AMBO DALLE
- MENGENANG GURUTTAKH ABDURRAHMAN AMBO DALLE
- MENALARTASAWUF ANREGURUTTA AMBO DALLE
- KEPAHLAWANAN GURUTTA AMBO DALLE SEPERTI JEND. SUDIRMAN
- GURUTTA AMBO DALLE: PEJUANG MENDIDIK PEJUANG?
- GURUTTA AMBO DALLE PAHLAWAN MULTI TALENTA
- AGKH. ABD RAHMAN AMBO DALLE PEJUANG MELAWAN KEBODOHAN
- AGKH. ABD RAHMAN AMBO DALLE BERJASA TERHADAP KEUTUHAN NKRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam!