AGKH.
ABDURRAHMAN AMBO DALLE SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL
Oleh:
Tim Pengusul CPN
Anregurutta
Kiai Haji (AGKH) Abdurrahman Ambo Dalle adalah pahlawan dari segala definisinya.
Ia membangun gerakan pendidikan untuk merespon kelangkaan pendidikan akibat
penjajahan. Gurutta Ambo Dalle, sebagaimana panggilan akrabnya, memulai
gerakannya dengan mendirikan Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) di
Mangkoso tahun 1938, dan dari MAI Mangkoso mengilhami berdirinya cabang-cabang
MAI lainnya di beberapa daerah potensial di Sulawesi Selatan, yang kelak
diintegrasikan ke dalam sebuah organisasi besar yang didirikannya pada kemudian
hari.
Pada
tahun 1947, AGKH. Abdurrahman Ambo Dalle bersama beberapa tokoh ulama Ahlussunnah
wal-Jama’ah (Aswajah) Sulawesi Selatan membangun organisasi Darud
Dakwah wal-Irsyad (DDI) untuk memayungi gerakannya tersebut. Pendirian
pertama kali organisasi DDI dilakukan di Soppeng melalui musyawarah tertutup
alim ulama Aswajah Sulawesi Selatan, yang dikemas dalam suatu peringatan
Maulid Nabi Besar Muhammad SAW pada 16 Rabiul Awal 1366 H/08 Februari 1947 M. Hal
itu dilakukan karena wilayah Sulawesi Selatan pada saat itu berada dibawah
tekanan agresi dan kekejaman Belanda (westerling).
Gurutta
Ambo Dalle mampu melakukan gerakan yang spektakuler itu tentu tidak mudah,
tetapi membutuhkan keberanian, tekad, totalitas pengabdian untuk agama, bangsa
dan masyarakat (umat). Pada masanya DDI, bisa disebut sebagai salah satu pilar
pendidikan nasional, yang hingga kini telah memiliki 741 lembaga pendidikan
yang inpenden, di antaranya 61 Pondok Pesantren, 19 Perguruan Tinggi, 95
Madrasah Aliyah/SMA/SMK/sederajat, 181 Madrasah Tsanawiyah/SMP/sederajat, 206
Madrasah Ibtidaiyah/SD/sederajat, dan sekitar 215 Madrasah RA/BA/TA UMDI,
serta Madrasah Diniyah lainnya, yang tersebar di 57 Kota/Kabupaten pada 15
Provensi se-Indonesia.
Persoalan yang paling fenomenal di era Orde Baru ialah
pertentangan keras antara kaum ektrimis Islam yang disebut ekstrim kanan dan
pihak penyelenggara negara yang setia pada ideologi Pancasila, yang waktu itu
diemban oleh Golongan Karya (GOLKAR).
Hampir setiap program pemerintah pada zaman itu selalu terkendala denga
paham keagamaan yang sempit dan cenderung ekstrim di bidang politik, dan
kehidupan sosial. Namun sebagai ulama Kharsimatik, Gurutta Ambo Dalle berhasil
membantu tegaknya program pembangunan nasional dengan meredam kelompok-kelompok
ekstrim kanan. Keberanian Gurutta Ambo Dalle bergabung dengan GOLKAR sebagai
satu-satunya kekuatan politik nasionalis waktu itu sangat fenomenal dan
berhasil membungkam para ulama dan tokoh berpaham keras yang kadang beroposisi
terhadap pemerintah NKRI. Gurutta Ambo Dalle pun pernah duduk sebagai anggota
MPR RI mewakili Sulawesi Selatan.
Ketika Pemerintah berencana membentuk suatu lembaga Islam yang
mewakili kepentingan umat Islam Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Gurutta Ambo Dalle diundang oleh Presiden
melalui Kementerian Agama RI untuk menyukseskan deklarasi berdirinya MUI pada
tahun 1975 di Jakarta, dan Gurutta Ambo Dalle duduk sebagai salah seorang
anggota pleno pertama MUI mewakili Indonesia bagian Timur.
Gurutta Ambo Dalle memang tidak pernah memanggul senjata
berhadapan langsung melawan penjajah, namun perlawanan yang diberikannya
melalui wadah pesantren dan madrasah/sekolah yang dibinanya berhasil memotivasi
masyarakat luas untuk melawan mengusir penjajahan. Akibatnya, Madrasah Arabiyah
Islamiyah (MAI) Mangkoso yang didirikannya sebagai cikal bakal Pesantren DDI,
bersama Andi Dagong Petta Soppeng Riaja selalu
diintai oleh penjajah, terutama di zaman Jepang. Guruta Ambo Dalle pun terpksa
memindahkan kegiatan belajar-mengajar untuk sementara di masjid dan di
rumah-rumah tempat tinggal ustadz-nya. Kaca jendela, atap dan pintu diperintahkan
dicat hitam, guna menghindari pantauan pasukan dan mata-mata Jepang. Salah satu upaya Gurutta Ambo Dalle untuk
mengelabui Jepang terhadap MAI ialah mengarang lagu-lagu Bugis yang iramanya
mirip dengan lagu Kebangsaan Jepang, dan lagu berbahasa Arab untuk
membangkitkan semangat perjuangan santri-santrinya.
Namun, keadaannya lebih parah ketika pasukan sekutu menyerbu
Sulawesi Selatan dan menaklukkan pasukan Jepang. Kekhawatiran semakin
menghantui pimpinan, guru dan para santri MAI.
Keganasan tentara Belanda di bawah pimpinan Westerling yang
membonceng sekutu semakin keras dialamai oleh warga Sulawesi Selatan, termasuk
pimpinan, guru dan santri MAI pimpinan Gurutta Ambo Dalle di Mangkoso Soppeng
Riaja. Walaupun Gurutta Ambo Dalle luput dari penangkapan dan siksaan Balanda,
tetapi ada sejumlah guru dan santri-santri MAI yang mengalami siksaan Belanda,
bahkan sampa ada tewas merenggang nyawa, di antaranya gugur itu ialah M. Shaleh
Bone dan Sofyan Toli-toli, yang ditugaskan mengajar pada cabang MAI di Majene.
Dampaknya ialah tekad melakukan perlawanan terhadap penjajah, semakin merebak
ke segenap warga MAI, mulai dari pimpinannya, guru-guru sampai pada santrinya
bersama masyarakat luas.
Kharisma Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle membuat sosok
pribadinya dihormati oleh Presiden Soeharto, Wakil Presiden Soedharmono, Tri
Sutrisno dan B.J. Habibie, dan disegani oleh para pimpinan Daerah di Sulawesi
Selatan, mulai dari Gubernur, Panglima, Polres, Dandim, Walikota/Bupati dan
sebagainya, khususnya para pejuang angkatan 45. Ketika Laskar Pejuang Sulawesi
Selatan yang tergabung dalam Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi
(TRIPS) di bawah pimpinan Andi Mattalatta hendak melakukan ekspedisi ke Pulau
Jawa, mereka memohon dukungan spiritual/restu dari Gurutta Ambo Dalle.
Begitupun setelah kembali dari Jawa, dalam persiapan melakukan konferensi
kelaskaran di Paccekke Barru, 20 Januari 1947, berdasarkan mandat dari Panglima
Besar Jenderal Sudirman, mereka pun memohon dukungan Gurutta Ambo Dalle.
Diketahui kemudian, dari konferensi kelaskaran tersebut lahirlah Divisi TRI
Sulawesi Selatan/Tenggara (Sulselra) sebagai embrio Kodam XIV Hasanuddin (kini
Kodam VII Wirabuana).
Anregurutta KH. Ambo Dalle melalui ormas dan pesantren-pesantren
DDI telah berhasil melahirkan ulama-ulama besar kaliber Nasional dan
Internasional, seperti Prof. KH. M. Ali Yafi, Mantan Ketua MUI dan mantan Rois
Aam (Ketua Umum) Syuriah PB NU di era Gus Dur; Dr. HC. KH. M. Sanusi Baco, Lc,
Rais Syuriah PW NU, merangkap Ketua Umum MUI Sulawesi Selatan sejak
1995-sekarang. Prof. Dr. KH. Muhammad Faried Wajedy, MA., Pimpinan Pesantren
DDI Mangkoso; Prof. Dr. KH. Andi Syamsul Bahri Galigo, MA., Ketua Umum PB DDI
periode 2015-2020; Drs. KH. Helmi Ali Yafie, Praktisi LSM dan Sekjend PB DDI
2015-2020; Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Pusat
Jakarta; Prof. Dr. Hamka Haq, Anggota DPR RI 2014-2019 dari Partai PDI-P; Prof.
Dr. KH. Abd. Rahim Arsyad, MA., Pimpinan Pesantren DDI Ujung Lare Parepare.
Dan tentu tidak terlupakan ulama-ulama generasi pertama jebolan
DDI seperti KH. Muhammad Amberi Said (Alm), yang membesarkan pesantren
DDI Mangkoso; KH. Abdurrahman Matammeng (Alm), yang berjasa membesarkan
ormas dan pesantren DDI di Makassar; KH. Muh. Abduh Pabbaja (Alm), yang
berjasa membesarkan ormas dan pesantren DDI di Pare-Pare; KH. Muhammad Amin
Nasir (Alm), perwakilan DDI di Jakarta; Dr. KH. M. Shabir Bugis,
perwakilan DDI di Jeddah – KSA; Prof. Dr. KH. Abdul Muiz Kabry (Alm),
yang membesarkan Ormas DDI; Dr. KH. M. Ali Rusdy Ambo Dalle (Alm), putra
biologis Gurutta Ambo Dalle, yang (juga) berjasa membesarkan organisasi DDI; KH.
Haruna Rasyid (Alm), KH. Muhammad Yusuf
Hamzah (Alm); KH. Mahmud Fasih (Alm)
dan istrinya Hj. Hafsah (Almh),
yang mengembangkan beberapa cabang DDI di luar Sulawesi Selatan, bahkan sampai
ke negeri tetangga Malaysia; Begitu pula KH. Muhammad Arib Mustary (Alm) dan Istrinya Hj. Zainab (Almh), yang juga suami-istri berjasa
mengembangkan beberapa cabang DDI di luar Sulawesi; Drs. KH. Jamaluddin
Semmang, BA (Alm), yang banyak waktunya
dihabiskan mendampingi safari Dakwah Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle;
Dr. KH. M. Yunus Samad, Lc (Alm), yang banyak
berjasa mengembangkan organisasi DDI; Dan tentu tidak ketinggalan KH. Abdul
Wahab Zakariyah, Lc., MA (Alm), ulama DDI asal Pulau Madura yang
mempunyai andil besar mengembangkan Pesantren putra DDI TonrengE Mangkoso.
Serta nama-nama ulama besar di Sulawesi lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
dunia. Bahkan tidak berlebihan dikatakan bahwa segenap ulama sepuh di Sulawesi
Selatan (khususnya) yang masih aktif sekarang adalah jebolan-jebolan pesantren
DDI yang berpusat di Mangkoso dan Parepare.
Bahkan umumnya ulama generasi sekarang, dan sejumlah besar pejabat
daerah di wilayah Sulawesi Selatan dan Barat adalah pernah mengenyam pendidikan
di pesantren dan atau madrasah/sekolah DDI.
Banyak tokoh nasional dan ulama mendapat gelar Pahlawan Nasional Republik
Indonesia karena jasanya di bidang pendidikan, semisal Rahmah El Yunusiah di
Padang Panjang yang mendirikan Madrasah Diniyah Putri. Ada juga yang karena
berjasa mendirikan organisasi besar seperti Lafran Pane, yang merupakan pendiri
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Jika hal-hal tersebut menjadi dasar
penganugerahan Pahlawan Nasional, maka tentu AGKH. Abdurrahman Ambo Dalle
sangat memenuhi syarat tersebut, karena beliau menggambungkankan dua ekspektasi
besar itu, yakni berhasil mempelopori berdirinya lembaga pendidikan sistem
madrasah/sekolah dengan jumlah yang fantastis seperti disebutkan di atas, dan
juga merupakan pendiri ormas besar Daru Da’wah wal Irsyad (DDI).
Prestasi AGKH. Abdurrahman Ambo Dalle itu sejatinya dapat sejajarkan dengan KH.
Ahmad Dahlan pendiri ormas Muhammadiyah berpusat di Yogyakarta, yang juga
memiliki sekolah dan Perguruan Tinggi sekian banyak, juga sama dengan KH.
Hasyim Asy’ari, pendiri ormas Nahdhatul Ulama (NU) berpusat di Jawa Timur yang
juga membina madrasah sekian ratus jumlahnya.
Perjuangan Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle bukan
bentrok senjata berperang melawan penjajahan, tetapi melahirkan (mendidik) para
pejuang, dan yang paling jelas, dengan gerakan pendidikannnya, merespon
diskriminasi dan ketidak adilan dari penjajah. Karena
itu (semua apa yang dilakukan itu). Maka AGKH. Abdurrahman Ambo Dalle perlu
dikukuhkan (diakui) oleh negara sebagai pahlawan nasional. Anregurutta KH.
Abdurrahman Ambo Dalle diakui keberadaannya, secara nasional sebagai pahlawan
nasional. Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo
Dalle diberikan penghargaan oleh negara sesuai dengan apa yang telah
dilakukannya, yang telah memberikan segenap jiwa raganya untuk membangun
karakter dan mencerdaskan anak bangsa.
BACA
JUGA:
- GURUTTA AMBODALLE DAN NAMA-NAMA ASHABUL KAHFI
- AGKH. ABDURRAHMANAMBO DALLE PAHLAWAN NASIONAL
- ANREGURUTTAAMBO DALLE; Maha Guru Dari Bumi Bugis
- MENGENANGGURUTTA AMBO DALLE
- BIOGRAFIANREGURUTTA AMBO DALLE RUJUKAN PENTING DI MALAYSIA
- MENGENANG 12TAHUN WAFATNYA GURUTTA AMBO DALLE
- PROFILANREGURUTTA AMBO DALLE
- MENGENANG GURUTTAKH ABDURRAHMAN AMBO DALLE
- MENALARTASAWUF ANREGURUTTA AMBO DALLE
1 komentar:
sepakat sekali by sulbar
Posting Komentar