Minggu, Maret 15, 2020

PENA DAN KAPUR SANG PAHLAWAN SEJATI:


*Seminar Nasional Pengusulan Penganugerahan Gelar
Pahlawan Nasional kepada CPN AG.KH. Abd Rahman Ambo Dalle
*Catatan Pandangan/Pendapat Orang dan Tokoh Masyarakat
Tentang Kepahlawanan Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle (08)

GURUTTA AMBO DALLE BERJUANG LEWAT PENA dan KAPUR
(AGKH. Abd Rahman Ambo Dalle Pantas Dinobatkan Sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia)
Oleh: KH. Mas’ud A. Mustary, Lc., MA


Anregurutta KH. Abd Rahman Ambo Dalle atau lebih akrab disapa Anregurutta/Gurutta, semenjak tahun 1920-an sampai akhir hayatnya berkiprah membangun dan mengembangkan pradaban umat.

Semasa mudanya Beliau sudah menjabat sebagai sekretaris mendampingi Petta Pillae di Kampung halamannya di wilayah Paria (Masuk daerah Kab. Wajo sekarang), yaitu suatu lembaga intitusi adat (pangadereng), yang bertugas menentukan pengangkatan seorang Putra Mahkota (pattola) sebagai Raja di wilayah tersebut.


Perjuangan dan pembekalan dirinya-pun berlanjut dengan menimba ilmu pengetahuan pada seorang ulama jebolan Makkah al-Mukarramah di Sengkang Kabupaten Wajo (1930 M), dan menambah wawasan pengetahuan skil di kota Makassar. Sebagai putra bangsa Beliau sadar bahwa banyak cara  yang bisa ditempuh dalam rangka menuju bangsa yang berperadaban dan bermartabat.

Anregurutta KH. Abd Rahman Ambo Dalle kemudian mendirikan lembaga pendidikan Madrasah Arabiyah Islamiyah disingkat MAI di Mangkoso tahun 1938. Pada periode ini Anregurutta membuka madrasah dan pengajian, sekaligus membuka cabang-cabang di daerah di luar Mangkoso. Inilah cikal bakal menjadi Perguruan Darud Da'wah wal-Irsyad (DDI), yang dideklarasikan berdirinya di Soppeng Riaja tahun 1947 M.

Dengan terbentuknya Perguruan Darud Da'wah wal-Irsyad maka terintegrasilah Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) menjadi sebuah perguruan Darud Da'wah wal-Irsyad. Keberhasilan Gurutta membuka cabang demi cabang perguruan, sehingga jumlah  madrasah terus berkembang. Bukan saja yang berada di Mangkoso akan tetapi daerah-daerah mulai mengusahakan cabang-cabang hingga saat ini ribuan alumninya. Mulai yang menjadi murid secara langsung dihadapi hingga generasi ke generasi yang tersebar di seantero Nusantara.

Kunjungan Anregurutta ke daerah-daerah dalam rangka berda'wah dan mengajar, berhasil membuat semakin pesat perkembangan Madrasah DDI di daerah-daerah Timur Indonesia, dan sejalan dengan itu meningkat pula permintaan guru-guru baru di daerah-daerah yang membuka cabang baru tersebut. Untuk itu, Anregurutta mengambil suatu kebijakan yaitu siswa-siswa yang telah menduduki tingkatan tertinggi diutus untuk keluar menjadi tenaga guru dibekali kurikulum dan kitab-kitab (Karya Gurutta sendiri yang ditulisnya dalam bahasa Arab), sesuai dengan tingkatan Madrasah yang dituju. Dan tidak ketinggalan kitab-kitab untuk pengajian di masyarakat yang diajarkan di Masjid. Dalam jangka waktu tertentu. Dan apabila waktu yang telah ditentukan telah selesai, barulah dipanggil kembali untuk melanjutkan pendidikannya dan digantikan dengan guru yang lain.

Sebuah  tradisi gurutta yang cukup berkesan bagi penulis, yaitu apabila madrasah yang akan dituju memerlukan guru pria dan guru wanita secara bersamaan, maka Gurutta terlebih dahulu mencari seorang santri laki-laki yang senior dan paling pintar di kelasnya, dan seorang santriwati yang cakap dan sudah layak menikah, lalu keduanya dinikahkan di hadapan orang tua masing-masing, dan diutus ke daerah yang membutuhkan sepasang guru tersebut.
(Dari Kiri: Prof. KH.M. Aliyafie, Hj. St. Aisyah Umar - Aliyafie, Hj. Zainab, dan Hj. Khadijah (istri Gurutta KH. Amin Nashir)

Salah satu pasangan yang mengalami peristiwa bersejarah ini (menurut kisah) adalah kedua orang tua Penulis sendiri, yaitu (alm) KH. Muhammad Arib Mustary dan (almh) Ustadzah Hj. Sitti Zainab, yang dinikahkan di rumah Anregurutta di Mangkoso sebelum kemudian keduanya diutus mengajar ke cabang DDI Enrekang. Itulah di antara semangat pribadi pada diri gututta, bahwa Beliau sangat akrab dengan masyarakat, sehingga tidak heran jika ada orang tua santri yang datang menitipkan - baik dan buruknya - putra atau putri mereka kepada Gurutta.
(Pasangan KH. M. Arib Mustary & ustazdah. Hj. Zainab)

Kegiatan kegiatan kemasyarakatan diberikannya perhatian khusus, di samping kegiatan-kegiatan yang digelutinya sehari-hari seperti mengajar siang dan malam adalah menjadi kebiasaan gurutta. Pada waktu hari-hari besar Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Isra' dan Mi'raj Nabi, Beliau jarang ditemukan di rumah, tapi memenuhi undangan dari berbagai kalangan. Dan kendaraannya yang senantiasa melaju kencang di aspal kadang menjadi tempat istirahatnya.

Pena dan kapur gurutta dari zaman Kolonial Belanda, Jepang hingga kemerdekaan tak pernah akan terhenti. Anregurutta menebar ilmu melalui dua jalur yaitu di dalam kelas dan di tengah masyarakat. Hal itu dilakukannya karena panggilan jiwanya yang didorong motivasi berjuang menegakkan dienullah, dienul Islam. Oleh karena itu, bagi penulis Gurutta sangat pantas dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia.

(Penulis adalah Alumni Pesantren DDI Ujung Lare - Parepare)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!