Jumat, Juli 13, 2012

BULAN RAMADHAN DITETAPKAN DENGAN MENYAKSIKAN BULAN SECARA LANGSUNG

Serial Bulan Sya'ban: Tafsir Ayat-Ayat Puasa (02/ 05)
 Menyambut Bulan Suci Ramadhan 1433 H.  (H: -08)


فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Maka Barang Siapa Di Antara Kamu Melihat Bulan Maka Berpuasalah)
Oleh: Med HATTA
Mukaddimah:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد! 
Ru'yat atau Hisab?
Pada masa awal Islam, para "ahlu as-sabiquunal awwalun" (pendahulu) tidak  ada permasalahan mencolok mengenai awal dan berakhirnya bulan suci Ramadhan, mereka cukup konsukuen kepada ayat al-Qur'n: "Maka barang siapa di antara kamu melihat bulan maka berpuasalah" (QS: 02: 185). 

Jika mereka tidak melihat lahirnya bulan karena berbagai hal seperti tidak nampak atau terselubung awan tebal, maka mereka mengembalikan kepada hadits nabi SAW: "berpuasa-lah dengan melihat bulan dan akhirlah dengan melihat bulan (Syawal), jika kamu tidak melihanya karena terhalang olehmu maka cukupkan bulan Sya'ban 30 hari, atau cukupkan bulan Ramadhan 30 hari". Inilah dua pedoman utama umat Islam berkaitan dengan Bulan suci Ramadhan. Tidak ada pedoman ketiga .... 


Permasalahan kemudian berkembang sejalan dengan kemajuan sains modern, khususnya setelah penemuan teleskop tercanggih dan observasi besar-besaran ke angkasa luar setelah paruh kedua abad ke-20, maka manusia pun mampu mengawasi benda-benda langit yang sangat jauh termasuk memantau lahir dan matinya hilal (bulan baru). Nah, seberapa besar tingkat akurasi perhitungan hasil teknologi rekayasa ini, dan berapa persen tingkat ketepatannya menghitung dan mengukur perjalanan benda-benda langit?  

Penulis tidak ingin membahas lebih panjang di sini teori bagaimana mereka menghitung dan mempradiksikan lahir dan matinya bulan, dengan mempergunakan teleskop tercanggih mengintai fase-fase bulan dengan ukuran skala derajat tertentu dan angka-angka digital yang panjang seperti halnya memantau janin dalam rahim ibunya dengan alat USG. Fakta mengatakan, hisab atau perhitungan manusia hanyalah sebatas mendekati tingkat ketepatan saja, tidak ada satupun yang benar-benar akurat lebih dari titik 99 %, jauh dari hitungan 100 % atau meragukan.   

Lalu, dapatkah hasil teknologi rekayasa (hisab) ini diterapkan dalam urusan beribadah ketaatan kepada Allah SWT seperti menjelankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini? Kongkritnya, prinsif beribadah dalam Islam bukan saja ditentukan oleh derajat ketepatan atau akurasi waktu pelaksanaannya, tetapi yang diutamakan adalah keyakinan hati dan ketenteraman jiwa dalam melaksanakan ibadah tersebut. Tidak boleh ada keragu-raguan dalam menjalankan ibadah sedikitpun. 

Maka perlu ada pedoman jelas yang bukan saja dapat mendeteksi dan memastikan tetapi juga harus meyakinkan hati melalui indra. Bukankah nabi Ibrahim as pernah memohon kepada Allah untuk diperlihatkan secara langsung proses menghidupkan mayat? Ibrahim bukanlah seorang yang tidak beriman, tetapi hanya ingin meyakinkan hatinya saja. Begitu pula nabi Musa as yang memohon melihat Tuhan. Ini suatu bukti bahwa media yang paling akurat untuk meyakinkan hati adalah indra atau penglihatan dengan mata kepala sendiri...

Oleh karena itu, dalam agama terakhir ini Allah mewanti-wanti dan berfirman: "Alif Laam Miim, itulah kitab (al-Qur'an) yang tidak terdapat di dalamnya keraguan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa" (QS: 02: 1-2). Inilah yang akan menjadi kajian kita selanjutnya dalam menafsirkan ayat-ayat puasa ini.....
Lanjutan Tafsir Ayat-Ayat Puasa:
Allah berfirman dalam Surah al-Baqarah: 185-187:
  • شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٨٥)".
  • وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (١٨٦) 
  • أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٨٧)
Artinya:
  • (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (QS: 2: 185) 
  • dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS: 2: 186) 
  • Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS: 2: 187).

Keistimewaan Bulan Suci Ramadhan:
Allah berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)".

Menurut ahli sejarah bahwa manusia pertama kali melakukan puasa Ramadhan adalah nabi Nuh as, yaitu ketika ia dan pengikutnya keluar dari bahtera penyelamatan pasca banjir besar menimpa bumi di masanya. (Lihat: Tafsir Mujahid). Sedangkan menurut al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa puasa itu telah diwajibkan kepada semua bangsa sebelum kamu, bukankah sebelum Nuh as juga ada umat atau bangsa? Jadi jauh sebelum Banjir Besar itu sudah ada perintah puasa. Wallahua'lam...

Kalimat "as-Syahr" (bulan) dari: (Syahru Ramadhan), pada ayat di atas berasal dari  kalimat "al-Isyhar" (popular), karena sangat dikenal oleh semua kalangan, tidak perlu dijelaskan lagi bagi siapa yang mendengarnya. Seperti halnya penampakan sebuah pedang apabila terhunus keluar dari sarungnya. 

Sedangkan kalimat "Ramadhan" sendiri berasal dari kata "ramadh", yaitu panas atau kering tenggorokan orang yang berpuasa karena terlalu haus (tidak minum air). Dan dikatakan pula bahwa disebut "Ramadhan", karena menghanguskan dosa-dosa atau membakarnya, dari kata "al-irmadh" (pembakaran).  Sebagaimana keterangan dari dari salah satu hadits nabi SAW bersabda: "Barang siapa bersebang hati memasuki Ramadhan maka Allah menjauhkan jasadnya dari api neraka", yaitu dengan membakar dan mengampuni dosa-dosanya terlebih dahulu. 

Itu salah satu keistimewaan bulan suci Ramadhan, hanya bersenang hati dengan menyebut namanya saja sudah meleburkan dosa-dosa apalagi mengamalkannya. Dan keistimewaan yang paling besar yang menjadi ciri khas bulan Ramadhan ini adalah di dalamnya diturunkan mukjizat abadi umat manusia secara keseluruhan yaitu al-Qur'an; "sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)". Sebagaimana keterangan ayat di atas.

Bahkan semua Suhuf dan Kitab-Kitab Samawi diturunkan oleh Allah SWT kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya pada bulan ini. Kata imam Ahmad bin Hanbal: Suhuf Ibrahim as diturunkan pada malam pertama Ramadhan, kitab Taurat diturunkan setelah melewati malam keenam Ramadhan, Injil turun memasuki malam ke-13 Ramadhan, dan al-Qur'an diturunkan pada malam ke-14 dalam bulan Ramadhan. (Lihat: Tafsir Ibn Katsir, Daar Thayyibah, Ed: (tidak disebutkan), Tahun: 1422 H/ 2002 M. Hal: 502). Penulis akan membahas khusus tentang "Nuzul al-Qur'an" pada kajian berikutnya nanti, sekarang kembali kepada tema di atas yaitu melihat bulan secara langsung.
Jadwal Semua Ibadah Ketaatan Umat Islam Dikerjakan Serentak Dalam Satu Waktu Di Seluruh Penjuru Dunia:
Allah berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: "karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (menyaksikan) bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,"

Ayat-ayat hukum di dalam al-Qur'an umumnya digolongkan kepada ayat-ayat "muhkam" (kuat dan jelas), ayat hukum puasa ini adalah "muhkam" bukan "mutasyabih", yaitu arti dan petunjuknya sangat jelas sehingga tidak memerlukan interpretasi lain lagi. Allah memerintahkan berpuasa Ramadhan apabila telah melihat bulan, artinya harus benar-benar melihat bulan. Karena semua perintah ibadah dalam Islam yang berkaitan dengan waktu tertentu selalu berhubungan dengan "Hilal" (lahirnya bulan). Allah firman: 
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Artinya: “mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji...” (QS: 02: 189)

Yaitu hilal (bulan sabit) merupakan waktu-waktu yang telah dibuat untuk manusia menentukan kalendernya termasuk jadwal beribadah seperti puasa, idul fitri dan ibadah haji. Sebagaimana hadits-hadits nabi juga telah menjelaskan secara detail jadwal ibadah-ibadah tersebut, seperti sabda beliau SAW: 
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته ، فإن غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين 
Artinya: "Berpuasalah ketika melihat hilal dan akhirilah puasa ketika melihatnya juga, maka jika terselibung atas kamu (tidak dapat melihat hilal) maka genapkanlah bulan Sya'ban 30 hari" . 

Dan lebih tegas lagi nabi SAW melarang berpuasa atau mengakhiri bulan puasa sebelum melihat bulan, nabi bersabda:
لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه 
Artinya: "Janganlah sekali-kali kamu berpuasa sampai kamu telah melihat hilal, dan jangan sekali-kali kamu mengakhiri bulan puasa sampai kamu melihatnya."

Oleh karena itu, kata Ibn al-Arabi dalam tafsirnya "Ahkamul Qur'an":  Sungguh telah keliru besar sebahagian ulama terdahulu yang mempergunakan "hisab",  yaitu dengan memperkirakan fase-fase bulan, kemudian berkesimpulan bahwa kalau tidak keliru nabi memaksudkan hal itu dalam salah satu sabdanya: 
فإن غم عليكم فاقدروا له 
Artinya: "Jika terselubung atas (hilal) maka perkirakanlah (hisab)".

Padahal menurut ulama-ulama penggiat hadits-hadits nabi sendiri, bahwa hadits itu dimaksudkan adalah "fa aqdiru" ya'ni "fa akmilu al-miqdar", yaitu (genapkanlah hitungang), hal ini didukung oleh hadits yang lebih rinci: 
Artinya: "Maka jika terselubung (tidak nampak hilal) olehmu, maka sempurnakanlah puasa itu 30 hari kemudian kamu shalat idul fitri" (HR: Bukhari dan Muslim).

Lalu, ditambahkan oleh Ibn al-Arabi: Bahwa telah keliru pula sebahagian teman-teman kita yang mempergunakan "hisab" itu haya dengan alasan keterpaksaan, padahal itu tidak semestinya....

Awal Ramdhan 1433 H. Serentak Seluruh Dunia Terjadi Pada Malam Sabtu Bertepatan 21 Juli 2012 M:
Tanpa bermaksud mempropokasi sebahagian tetangga kita yang meminta untuk menghormati perbedaan awal Ramadhan, tulisan ini hanya semata-mata ingin menyampaikan beberapa fakta riil, sebagai  berikut:
  1. Ayat perintah puasa sangat jelas menganjurkan menyaksikan hilal secara langsung (Ru'yatul hilal)
  2. Nabi Muhammad SAW memerintahkan menggenapkan bulan Sya'ban 30 hari ketika bulan tidak nampak oleh pengamat hilal.
  3. Nabi Muhammad SAW melarang berpuasa Ramadhan dan mengakhirinya sebelum melihat bulan atau meggenapkan 30 hari bulan Sya'ban.
  4. Tidak ada keterangan yang jelas (baik dari al-Qur'an atau Hadits) menganjurkan "hisab", kecuali hanya sebagian kecil dari ulama yang tidak "populer". Dan hal ini pun sudah sangat langkah dipergunakan di dunia kecuali hanya beberapa tempat terbatas saja. 
  5. Menurut beberapa kelompok astronomi (pengamat hilal) yang dapat dipercaya, bahwa pada tanggal 29 Sya'ban 1433 H/ 19 Juli 2012 M (mendatang), semua pengamat hilal dipenjuru dunia tidak akan dapat menyaksikan hilal pada hari itu, kecuali hanya dibeberapa belahan bumi tertentu seperti sebahagian Amerika dan sebahagian Afrika saja. Karena posisi hilal pada waktu itu akan muncul sebelum matahari terbenam (terhalang). Jadi hampir dipastikan bahwa seluruh umat Islam di seluruh dunia akan menggenapkan bulan Sya'ban 30 hari. Dan awal bulan suci Ramadhan dihitung pada malam Sabtu 21 Juli 2012. 
  6. Wallahua'lam......


Bersambung ke: Tafsir Ayat-Ayat Puasa Berikutnya-----

1 komentar:

  1. Artikel dari tetangga yang berhubungan:
    http://bidgardakwah.blogspot.com/2012/07/penetapan-awal-ramadhan-dan-idul-fitri.html?spref=fb

    BalasHapus

Salam!