Selasa, Maret 17, 2020

PROTOKOLER GURUTTA AMBO DALLE:

Sang Protokoler Langit
Oleh: Med Hatta

Protokoler dalam pengertian luas adalah seluruh hal yang mengatur pelaksanaan suatu kegiatan baik dalam kedinasan/kantor maupun masyarakat. Lalu kemudian kalimat ini mengalami perkembangan cepat sekali sehingga kini protokoler sudah menjadi populer dipakai sebagai kebiasan-kebiasan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan formalitas, tata urutan dan etiket diplomatik. Aturan-aturan protokoler ini menjadi acuan institusi pemerintahan dan berlaku secara universal. Tentu kita tidak akan membahas kalimat protokoler ini lebih dari yang sudah ada, itupun karena terlanjur menjadi bagian dari judul tulisan kita. 

Sesungguhnya, yang ingin penulis sampaikan melalui tulisan ini dengan judul di atas adalah tentang “keapikan” Anregurutta KH. Abd Rahman Ambo Dalle di dalam menyusun setiap agenda-agenda acara yang direncanakannya selama memimpin organisasi Darud Da'wah wal-Irsyad (DDI). Sebagai ilustrasi sederhan, pernah suatu hari Anregurutta KH. Abd Muin Yusuf, Kali Sidenreng, diundang membawakan ceramah Maulid atau Isra Mi’raj (penulis lupa persisnya), waktu itu penulis masih umur Kls II Mts, baru menjalani satu tahun percobaan hidup di pesantren Kaballangan.

Ringkas cerita, hari itu Gurutta Kali Sidenreng sedang di jamu di rumah sebelum menuju ke pusat acara di Masjid Teteaji, dan imam desa menuntun tangan penulis menuju ke Pak Kiyai sambil memperkenalkan: “Tabe, Fung,,, ini ada anak kita namanya Muhammad Hatta sudah setahun belajar di Pesantrennya Gurutta kali Ambo Dalle di Kaballangan mohon di do'akan agar pintar”. Dan Gurutta kali Sidenreng langsung memegang tangan penulis sambil bertanya: “Apakah kamu sudah mencium tangannya Gurutta Ambo Dalle,,, kalau sudah berarti kamu sudah mengambil berkahnya dan ilmunya nanti akan datang sendiri...”. Peristiwa itu berlalu sangat cepat sekali,,, lalu hening sejenak...

Setelah Gurutta Kali Sidenreng mengambil nafas agak dalam,,, Beliau mulai bercerita kepada semua yang hadir di rumah itu: “Ada sebuah peristiwa langkah yang tidak mungkin saya bisa lupakan seumur hidup (Gurutta Kali Sidenreng memulai kisahnya),,, pada suatu hari saya sedang duduk-duduk santai diteras rumah di Pesantren sambil mengurus bunga-bunga di dalam pot,,, waktu itu saya hanya mengenaka  sarung tidur yang agak terangkat sedikit di bawah lutut dan hanya memakai kaos oblong putih merek Swan,,, tiba-tiba saya mihat ada sebuah mobil yang datang mengarah ke rumah saya,,, tadinya saya mengira itu pasti salah satu orang tua santri yang mau menjenguk anaknya di pesantren. Namun, saya sangat terkejut begitu melihat yang turun dari mobil adalah Ale Malebbina Anregurutta Ambo Dalle....

Belum lagi saya pulih dari syok berat itu (lanjut Gurutta Kali Sidenreng), Gurutta Ambo Dalle sudah memegang bahu saya sambil senyum-senyum dan mengatakan: "Begitu saja Muin (nama kecil Gurutta Kali Sidenreng),,, tidak usah repot-repaot,,, saya juga tidak mau berlama-lama (kata Gurutta Ambo Dalle),,,, saya hanya kebetulan lewat di sini saja lalu teringat ingin menziarahimu he he (mujamalah Gurutta Ambo Dalle)....

Setelah agak cair suasana, tuan rumah mulai mengorek maksud kedatang sang tamu: Ada keperluan apa gerangan sehingga alena Gurutta mau repot-repot datang sendiri ke rumah saya?

Gurutta Ambo Dalle menjelaskan maksud kedatangannya: "Saya ini berencana mengadakan "Muktamar dan Maulid Akbar" di pesantren dan saya berharap kamu harus hadir karena kamu nanti yang akan mengisi "Hikmah Maulid" (ungkap Gurutta Ambo Dalle to the point)...

Hhm,,, tapi ini kan baru bulan Murram Fung (Gurutta Muin menimpali),,, artinya masih ada jedah waktu 3-4 bulan lagi... Maka  Gurutta Ambo Dalle menjawab: Iya, saya sengaja memberitahukan kamu sekarang agar kamu bisa mengatur waktumu.... Subhanallah, sungguh sebuah protokoler yang sangat dahsyat..

Belakang diketahui ternyata Gurutta Ambo Dalle tidak melakukan hal seperti itu hanya kepada Gurutta Kali Sidenreng saja, tetapi hal yang sama dilakukan pula kepada ulama-ulama besar Sulawesi yang ada pada zaman itu,,,, Semua didatanginya satu-persatu jauh-jauh hari sebelum hari pelaksanaan agenda acara yang akan digelarnya... Maka tidak heran hampir setiap acara yang diadakan oleh Gurutta selalu dipenuhi oleh barisan-barisan ulama publik Sulawesi seperti Gurutta Yunus Maratan (Sengkang), Gurutta Junaid (Bone), Gurutta Ismal (Soppeng), Gurutta Pabbaja dan Gurutta Yusuf Hamzah (Parepare), dll...

Dan, belakangan juga diketahui bahwa salah satu trik Gurutta mendatangkan pejabat-pejabat besar negara dan tokoh-tokoh penting masyarakat lainnya adalah menghadirkan pemantik-pemantik pamungkas, dan salah satu pemantik yang memiliki daya magnet tinggi kala itu adalah kehadiran kelompok besar ulama dalam satu event. Ibarat strategi perang China kuno “memancing singa turun dari gunung”. Serta terbukti, tidak sedikit acara-acara yang digagas oleh Gurutta, sekecil apapun, selalu dihadiri oleh pejabat-pejabat tertinggi TK I, sampai menteri dan pemimpin tertinggi negara. Bahkan kami dulu di Kaballangan sering melihat pemandangan ada barisan kursi diisi oleh bupati-bupati, artinya bukan hanya bupati Pinrang saja yang hadir di acara, tapi ada dari Sidrap, Wajo, Enrekang, Parepare, Soppeng, Barru, Pangkep, Maros, Toraja, Polewali mandar, dlll....

Yang ingin penulis kesankan – sebenarnya – dari cerita pendek di atas, sehubungan dengan akan digelarnya Muktamar Ke-XXII DDI Tahun 2020 ini di Kaltim (pertama kali di luar Sulawesi), bahwa jika kita menyepakati indicator suksesnya sebuah pestival Muktamar besar yang kita gelar tahun ini adalah antusias semua peserta undangan dengan berbondong-bondong datang dari berbagai daerah asal cabang-cabang DDI di Seluruh Indonesia untuk menghadiri acara Muktamar yang mereka tunggu-tunggu dengan penuh suka-cita. Sehingga acara Muktamar DDI-pun berkesan di dalam hati mereka dan menjadi topik pembicaraan mereka dari Muktamar ke Muktamar berikutnya.

Maka protokoler “memancing harimau turun gunung” ala Gurutta Ambo Dalle perlu dilestarikan. Mungkin saja panitia nanti akan mengundan Kepala Negara, atau wakilnya, atau salah satu dari anggota kabinet negara untuk hadir membuka secara resmi pelaksanaan acara Muktamar, tapi – menurut penulis – jika hanya mengirim surat saja tidak cukup memancing harimaunya datang. Paling yang diundang akan bertanya kepada “Dirjen Bimas Islam Kemenag”, siapakah itu DDI? Dan pak Dirjen pasti akan bilang bahwa DDI adalah salah satu Pesantren atau lembaga pendidikan islam dari 100.000 lembaga islam yang ada di negeri ini…

Tetapi dengan adanya pemantik-pemantik ampuh semacam pigur-pigur publik yang ramah perss, pasti ceritanya akan berbeda. Kata orang bijak:
فأذا كنت تريد أن تصبح عظيما فعليك بالمجاورة العظماء

Jika kamu menginginkan DDI itu menjadi besar, maka sandingkan dengan organisasi-organisasi besar sejenisnya”. Atau:

عزة النفس أن تسمو وتبتعد عن كل من يقلل من قيمتك

Jika ingin berbagga menjadi diri sendiri, maka sibaklah hal-hal yang dapat mengurangi akan nilai-nilai diri-mu”.


Baca Juga : 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam!