Mengambil
Hikmah Dari Sisi Keteladanan Nabi Ibrahim As Untuk Memperbaiki Kualitas Kehidupan
Pribadi, Keluarga, Masyaraka, Negara dan Bangsa
Disampaikan di Masjid Besar Al-Irsyad Ujung Baru Kota Parepare – Sulawesi Selatan.
Oleh: Med Hatta
KHUTBAH
I
اَللهُ أَكْبَرُ (9)
اَللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ
وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ
عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا
وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ، (إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ
عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ) أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى
الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى
آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ
تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
صدق الله العظيم وبلغ رسوله النبي الأمين ونحن على ذلك من
الشاهدين والشاكرين والحمد لله رب العالمين. سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا
مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ
اْلحَمْدُ.
Kaum muslimin dan muslimat sidang jama’ah Idul Adha yang
dimuliakan Allah.
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadhirat Allah ‘Azza
Wajjalla atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang telah diberikan kepada kita sampai
saat ini. Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Selawat serta salam kita kita
haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW. Allahumma shalli ala
sayyidina Muhammadin wa ala alihi wa shahbihi wasallam.
Pada hari yang penuh kebahagiaan ini, bertepatan dengan
sayyidil ayyam pula, umat Islam di seluruh dunia memperingati Hari Raya Idul Adha
10 Zul Hijjah 1441 H. Setiap perayaan hari besar di dalam islam selalu istimewa
dan sempurna karena pelaksanaannya dirayakan setelah umat islam selesai
menunaikan suatu kewajiban besar yang telah diperintahkan oleh Allah SWT., Idul
Fitri dirayakan setelah sempurna melaksanakan perintah ibadah puasa Ramadhan
selama satu bulan penuh, maka Idul Adha-pun dirayakan setelah umat islam
menyempurnakan pelaksanaan ibadah haji (wukuf) di Arafah yang berlangsung
kemarin.
Bulan Zul Hijjah adalah bulan yang mulia, yaitu Allah SWT
memerintahkan di dalamnya pelaksanaan ibadah haji dan berkurban, ia juga
merupakan satu dari empat bulan yang telah dimuliakan oleh Allah dari semenjak diciptakan
bumi dan langit, Allah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Terjemah Arti: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi
Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu
semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”
(QS. Attaubah: 36).
Nabi Muhammad SAW menjelaskan ayat ini, bersabda:
إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة
اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم،
ورجب مضر، الذي بين جمادى وشعبان
Artinya: “Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana
keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di
antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya),
tiga bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Al Muharram, (dan
yang terakhir) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban”
(HR. Al Bukhari).
Pada bulan-bulan mulia ini umat islam dianjurkan untuk
memperbanyak ibadah dan amal-amal kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dan pada bulan-bulan mulia tersebut umat islam juga dilarang keras
melakukan tindak-tindak kekerasan, baik bagi diri sendiri maupun kepada orang
lain. Oleh karena itu, pada masa nabi Muhammad SAW ketika memasuki 4 bulan
mulia itu maka otomatis dilakukan gencatan senjata. Tidak ada peperangan pada
bulan-bulan mulia tersebut.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ
اْلحَمْدُ.
Kaum muslimin dan muslimat sidang jama’ah Idul Adha yang
dimuliakan Allah.
Namun, sedikit disayangkan bahwa selama bulan-bulan mulia tersebut,
dan termasuk juga bulan suci Ramadhan yang lalu, umat islam dan bahkan bangsa
dunia seluruhnya disibukkan oleh suatu wabah yang menyebar luas keseluruh
dunia, yaitu pandemi virus corona (Covid-19), yang telah melumpuhkan
sendi-sendi kehidupan masyarakat dunia secara keseluruhan, ekonomi, budaya,
sosial, politik, dan bahkan kehidupan beragama-pun ikut terimbas.
Bebepara bulan yang lalu kita semua berharap semoga memasuki
bulan Ramadhan pandemi covid-19 sudah berakhir, tapi Allah mentaqdirkan kita
memasuki bulan suci Ramadhan disertai penuh oleh virus corona, sehingga
amaliyah-amaliyah ramadhan pun kita laksanakan dengan cara istimewa, yaitu shalat tarawih di rumah masing-masing karena menghindari penyebaran covid-19. Kemudian setelah kita kembali berharap semoga pada bulan pelaksanaan ibadah haji – seperti sekarang
– covid-19 sudah berhenti penyebarannya, tapi hingga hari ini belum ada
tanda-tanda berakhir, bahkan semakin parah.
Akibatnya, meskipun pemerintah telah memberlakukan kebijakan “New
Normal”, yaitu beradaptasi dengan virus corona namun seperti yang kita
lihat sekarang, shalat Idul Adha-pun masih harus diberlakukan ketat protokeler
corona, yang semestinya shaf harus dirapatkan sebagaimana perintah nabi
Muhammad SAW: “Luruskan dan rapatkan shaf”, tapi karena darurat corona maka
shaf harus diberikan jarak satu meter seperti ingin melakukan senam pagi atau
tari paco-poco, karena menghindari penyebaran virus corona.
Yang paling memprihantinkan dari dampak negatif covid-19 ini
adalah terdapat sekitar 3 juta lebih umat islam diseluruh dunia tidak dapat
menunaikan ibadah haji ke tanah suci, dan di antaranya ada 221.000 calon jama’ah
haji Indonesia yang gagal diberangkatkan ke Makkah tahun ini, karena upaya
menghindari penyebaran covid-19. Meskipun demikian, sebagai umat islam kita
harus selalu berbaik sangka pada Allah SWT, kita harus yakin bahwa setiap musibah
yang diturunkan-Nya kepada umat islam pasti ada hikmah yang lebih baik dibaliknya.
Hal ini mengingatkan kita pada sebuah kisah insfiratif dari
seorang hamba shaleh yang hidup tidak jauh dari masa tabi’in, yaitu Abdullah
ibnu Al-Mubarak. Alkisah, suatu musim haji, Ibnu Al Mubarak berniat berangkat menunaikan
ibadah haji ke tanah suci Makkah bersama dengan satu rombongan dari Bagdad –
Irak, dan ditengah perjalanan menemui rombongannya untuk berangkat
bersama-sama, Ibnu Al-Mubarak diuji oleh Allah dengan memperlihatkan di depan
matanya seorang ibu tua sedang mengais-ngais tempat sampah dan mengambil sebuah
bangkai dari tempat sampat tersebut. Lalu, Ibnu Al Mubarak menegurnya: Wahai
perempuan, apakah kamu ingin memakan bangkai yang haram itu?
Kata perempuan: Iya, apa boleh buat, karena saya ini seorang
janda miskin yang ditinggal mati oleh suami bersama 3 anak perempuan kami di
rumah, saya tidak bisa bekerja lagi seperti biasa. Jadi, menurut anda apakah kami
harus pasrah mati karena kelaparan ataukah berusaha bertahan hidup meskipun
harus memakan bangkai ini?
Maka, tanpa pikir panjang, Ibnu Al-Mubarak langsung
memberikan tas ditangannya yang berisi sejumlah uang untuk bekal perjalanan dan
biaya hidupnya selama menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah kepada ibu tua,
dan mengatakan padanya: Ini ada sejumlah uang cukup untuk anda membuat usaha
kecil demi menghidupi ketiga anak yatim perempuan di rumah anda. Setelah itu
Ibnu Al Mubarak berputar balik ke rumahnya dan membatalkan niatnya berangkat
haji, dan dia bersembunyi di rumahnya selama musim haji agar tidak ketahuan
oleh tetangganya kalau dirinya batal berangkat haji.
Keajaiban terjadi, setelah pulang para jama’ah haji dari
tanah suci, anggota rombongan Ibnu Al Mubarak silih berganti datang
bersilaturrahim ke rumahnya, semuanya berterima kasih pada Ibnu Al-Mubarak atas
bimbingan yang diberikannya kepada mereka selama melaksanakan prosesi ibadah
haji di Makkah, dan mereka juga tidak henti-henti memuji ketekunan Ibnu Al
Mubarak dalam beribadah selama di tanah suci. Belum berhenti penasarannya Ibnu
Al-Mubarak, hingga tiba malam harinya dia bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad
SAW, bersabda: “Selamat atasmu wahai Ibnu Al Mubarak, berkat keikhlasan hatimu
membantu ibu janda dan anak-anak yatim piatu maka Allah mengutus Malaikat
menyerupai wajahmu dan berangkat bersama rombonganmu menunaikan ibadah haji ke
tanah suci Makkah, dan Allah beserta seluruh malaikat dilangit memberi salam
kepadamu serta menganugerahimu pahala “Haji Mabrur”.
Alangkah indahnya seorang hamba dipanggil haji mabrur oleh
Allah sebagaimana Ibnu Al Mubarak meskipun secara fisik gagal berangkat ke
tanah suci karena kedaruratan yang memaksanya. Oleh karena itu, kita semua
berharap semoga saudara-saudara muslim kita yang gagal berangkat ke tanah suci
Makkah tahun ini karena darurat menghindari penyebaran virus corona, Allah SWT
menggantikan bagi mereka dengan kebaikan-kebaikan yang lebih banyak dan kelak
di hari kemudian mereka di panggil haji mabrur oleh Allah dan para malaikatnya.
Amin.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ
اْلحَمْدُ.
Kaum muslimin dan muslimat sidang jama’ah Idul Adha yang
dimuliakan Allah.
Setipa kali kita merayakan hari raya Idul Adha, kita senantiasa
diingatkan oleh seorang sosok manusia agung yang diutus oleh Allah SWT untuk
menjadi Nabi dan Rasul, yaitu Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Keagungan
pribadinya membuat kita bahkan Nabi Muhammad SAW harus mampu mengambil
keteladanan darinya, Allah berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ
Terjemah Arti: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang
baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia” (QS.
Al-Mumtahanah: 4).
Dari sekian banyak hal yang harus kita teladani dari Nabi
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, serta mengambil hikmah dari
pelaksanaan ibadah haji yang sedang berlangsung di tanah suci, di dalam khutbah
ini khatib ingin menyampaikan satu sisi saja yang paling menonjol dan dapat menjadi
kunci bagi upaya memperbaiki kualitas kehidupan bangsa sehingga mudah-mudahan
bisa menyelamatkan kehidupan bangsa ini dari kehancuran, apalagi kita masih
terus berjuang untuk mengatasi berbagai persoalan besar yang menghantui
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keteladanan yang paling menonjol dari kehidupan Nabi Ibrahim
as dan keluarganya, yang sarat dengan ujian dan cobaan dari Allah SWT adalah “husnuddzan”
(berbaik sangka kepada Allah SWT), sikap ini merupakan sesuatu yang sangat
penting, karena dari sikap inilah kita akan menjalani kehidupan sebagaimana
yang ditentukan Allah SWT. Nabi Ibrahim dan keluarganya telah menunjukkan sikap
yang sangat positif kepada Allah.
Adalah Nabi Ibrahim as suatu saat diperintahkan oleh Allah
SWT untuk memindahkan istrinya Siti Hajar dan putranya Ismail yang masih bayi kala
itu ke Makkah, sungguh terasa sangat berat untuk melakukan hal itu, bukan
semata-mata karena takut berpisah dengan istri dan anaknya yang tercinta, tapi
karena kondisi Makkah pada waktu itu belum terdapat kehidupan, tidak ada manusia,
tumbuh-tumbuhan, binatang, dan bahkan air sekalipun kecuali hanya padang gurun yang
kering dan tandus. Peristiwa luar biasa ini diabadikan di dalam Alquran dalam
kisah live Nabi Ibrahim as, Allah berfirman:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ
ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ
الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Terjemah Arti: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman
di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian
itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).
Karena sikap berbaik sangka kepada Allah jualah membuat Nabi
Ibrahim dan Siti Hajar harus tunduk dan melakukan perintah tersebut, serta
yakin bahwa Allah tidak mungkin mempunyai maksud buruk dalam memerintahkan
sesuatu. Begitu pula halnya perintah menyembelih putranya Ismail as, dan akibat
dari peristiwa terakhir ini Allah menjadikannya tradisi ibadah penting bagi umat
Islam, yaitu menyembelih hewan kurban setiap hari raya kurban.
Dari kedua kisah keteladanan Nabi Ibrahim as dan keluarganya
di atas telah menyadarkan kepada kita bahwa ketika Allah SWT memerintahkan
sesuatu pasti Dia ingin mewujudkan kemaslahatan atau kebaikan-kebaikan yang
sangat berarti bagi kemanusiaan, dan ketika Allah melarang akan sesuatu maka
Dia ingin mencegah terjadinya mafsadat atau kerusakan-kerusakan yang mengancam
umat manusia. Nabi bersabda:
لاَ يَمُوْتَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ
بِاللهِ تَعَالَى
Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian mati, kecuali
dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah” (HR. Abu Daud dan Muslim).
Maka apabila seseorang sudah berbaik sangka kepada Allah SWT
maka ia optimis bahwa masih ada hari esok yang lebih baik. Ini adalah pelajaran
penting yang harus kita teladani dari kehidupan Nabi Ibrahim as dan
keluarganya, karena dari sikap inilah kita akan menjalani kehidupan yang
sesungguhnya sebagaimana yang ditentukan Allah SWT.
Dan yang paling penting adalah apabila seorang muslim sudah
berbaik sangka kepada Allah SWT, maka apapun yang telah diperintahkan Allah
pasti akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan apapun yang dilarang akan
ditinggalkannya. Maka inilah yang disebut dengan disiplin dalam syari’ah. Oleh karena itu, seorang muslim harus menunjukkan kedisiplinannya untuk menjalani kehidupan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at, hukum atau undang-undang dari Allah
SWT, baik dalam perkara kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan maupun
bangsa serta Negara.
Di dalam prosesi pelaksanaan ibadah haji mendidik umat islam
untuk disiplin dalam syari’at, ibadah ini dimulai dengan ihram yang berarti
pengharaman, dan diakhiri denga tahallul yang berarti penghalalan. Dari
sinilah, seorang muslim apalagi berpredikat haji akan selalu siap meninggalkan
sesuatu yang memang diharamkan Allah SWT dan hanya mau menyentuh dan
melaksanakan sesuatu jika memang telah dihalalkan oleh Allah SWT.
Sekian. Wallahu A’lam!
KHUTBAH
II
اَللهُ أَكْبَرُ (7)
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا
أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ
اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان
وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ
يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar