KRONOLOGIS
PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM (PPMI) SHOHWATUL IS’AD
By:
Kesantrian
Pada bulan Juli
2016, Pimpinan PPMI Shohwatul Is’ad (Panitia Penerimaan Santri Baru), para
santri dan orang tua/wali santri baru Tahun Pelajaran (TP) 2016-2017 telah
melakukan penandatanganan kesepakatan pembinaan santri di PPMI Shohwatul Is’ad,
setiap santri yang melanggar ketentuan pondok dikenakan pembinaan sesuai
klasifikasi jenis pelanggarannya yang sudah di atur di dalam Tata Tertib Santri
(TIBSAR).
Pada tanggal 22
September 2016 (sekitar pkl. 21.15 WITA), Ust. Rasyidi (pembina) melakukan pengontrolan
rutin (menjelang jam istirahat santri) ke kamar-kamar asrama dan pada saat itu
pembina menemukan ananda Miqdad Muhammad Kamil (korban) dipojokkan (tidak
kekerasan) oleh teman-teman sekamarnya (Utsman 1), maka pembina memanggil mereka
semua ke kantor asrama untuk diberikan pengarahan.
Lalu, pembina
menanyakan pada mereka perihal kegaduhan yang terjadi di Kamar Utsman 1 pada
jam istirahat itu, dan mengapa mereka seperti telah memojokkan korban? Maka mereka
menjelaskan bahwa sesungguhnya mereka hanya ingin mengingatkan selalu pada
korban untuk mematuhi peraturan kamar yang telah mereka sepakati tentang
kebersihan di dalam kamar, karena korban – menurut mereka – tidak disiplin
dalam hal menjaga kebersihan dan kerapihan kamar terutama pada saat-saat
menjelang penilaian kamar oleh ustadz-ustadz.
Pengarahan
pembina bersama beberapa orang santri penghuni Kamar Utsman 1 di kantor asrama
tersebut berlangsung sekitar 30 menit dan pada akhirnya mereka bersepakat agar
korban harus masuk membersihkan kamar terlebih dahulu sebelum teman-temannya
yang lain menyusul. Mereka juga menyepakati bahwa jika korban masih lalai lagi
dari kewajibannya membersihkan kamarnya maka akan dihukum membersihkan kantor
asrama.
Pada tanggal 22
September 2016 sekitar (pkl. 21.45 WITA), saat korban masuk sendirian ke dalam
kamarnya tersebut untuk merapihkannya sebelum teman-temannya yang lain menyusul
sesuai kesepakatan mereka bersama pembina, ternyata di dalam kamar Utsman 1
(TKP) sudah menunggu 2 orang santri (pelaku) dari kamar yang berbeda yaitu (Ri
dan Z), dan setelah mereka berbicara sedikit kedua pelaku langsung memukul korban
berkali-kali yang mengakibatkan memar biru pada lengan kiri korban.
Pada tanggal 23
September 2016 (Jum’at pagi), terjadi lagi pemukulan atas korban yang sama oleh
5 orang temannya yang lain kecuali pelaku Z, sisanya pelaku baru masing-masing
berinisial (S, Rd, AF dan W) di Kamar Utsman 3, mengakibatkan tambahan luka
memar pada lengan kiri, lebam di pipi dan rasa sakit akibat cekikan pada
korban.
Kami memang menyayangkan,
bahwa kedua kejadian tersebut di atas tidak diketahui oleh pembina-pembina
asrama terutama kepala kesantrian, karena pertama, kedua kasus itu
terjadi di dalam kamar yang semestinya menjadi ruang privasi santri yang mengisi
kamar tersebu, kedua, pembina-pembina asrama – pada saat-saat jelang jam
istirahat santri seperti itu – sedang sibuk-sibuknya mengarahkan santri-santri
yang masih berada di luar asrama untuk segera masuk ke kamar masing-masing.
Ketiga, antara korban dan pelaku maupun teman-teman
mereka yang semestinya menjadi saksi mata sama-sama tidak melaporkannya, dan keempat,
kondisi para santri di dalam asrama maupun di luar asrama pada hari-hari itu berjalan
normal seperti biasanya dan tidak ada kesan yang mencurigakan seperti adanya
kasus pemukulan tersebut. Bahkan korban bersama teman-temannya terlihat senang melaksanakan
berbagai aktifitasnya di dalam kampus dan melakukan eskul renang pada hari
jumat siang itu.
Hingga pada saat
korban menyapu di kantor asrama (Jum’at sore), salah seorang santri
memperlihatkan luka memar pada lengan korban kepada Kepala Kesantrian (pembina)
yang kebetulan ada di sana. Maka pembina itupun langsung memeriksa dan
menanyakan sebabnya, namun – menurut pembina – korban berusaha menutupi kejadian
sebenarnya dan mengatakan bahwa ia habis jatuh di kolam renang saat melakukan eskul
renang sore itu.
Tetapi pembina (ust.
Rasyidi) merasa tidak puas dengan jawaban korban, maka sebagai Kepala
Kesantrian ia berusa menyelidiki kasus sebenarnya dan – akhirnya – mengetahui
bahwa korban telah mengalami pemukulan ramai-ramai oleh teman-temannya sendiri secara
beruntun sebanyak dua kali seperti telah di sebutkan di atas.
Maka pembina itupun
segera mengambil tindakan dan memanggil nama-nama yang di duga tersangka pelaku
(Ri, Z, S, Rd, AF dan W) ke kantor asrama untuk dimintai keterangan (infestigasi)
dan menulis berita acara kejadian perkara (BAKP). Dan pada saat itu pula
pembina berusaha menghubungi beberapa kali orang tua korban namun tidak dapat
tersambung.
Pada tanggal 24
September 2016 (Sabtu pagi setelah pengajian subuh), Pembina menghubungi kembali
orang tua korban dan menyampaikan perihal kejadian yang telah menimpa anaknya, maka
orang tua korban bergegas segera datang ke pesantren dan tiba di TKP setelah
shalat Dhuhur. Di TKP tersebut orang tua korban bertemu dengan para pelaku dan
menanyakan sebab pemukulan serta kronologis kejadiaannya. Setelah itu orang tua
korban sedikit memberikan nasehat kepada para pelaku, dan saat itupun para
pelaku meminta maaf kepada korban dan orang tua korban.
Menjelang Adzan
Ashar, orang tua korban berpamitan sekaligus meminta izin membawa pulang
anaknya (korban) ke rumahnya di Makassar. Tetapi, di luar dugaan kami, dalam
perjalanannya pulang ke Makassar orang tua korban singgah di kantor Polsek Kec.
Ma’rang melaporkan perkara pemukulan anaknya di PPMI Shohwatul Is’ad oleh
teman-teman santrinya sehingga mengakibatkan luka memar pada lengan, lebam pada
pipi dan rasa sakit akibat cikikan pada korban.
Dalam laporannya tersebut
orang tua korban meminta kepada pihak Polsek agar menangguhkan dulu
pemeriksaannya sampai dikabulkan tuntutan yang akan disampaikannya pada pihak
PPMI Shohwatul Is’ad, yaitu agar memberhentikan tetap 5 orang pelaku pemukulan
tersebut dari pesantren, dan jika tuntutan itu tidak dikabulkan oleh pihak
pesantren maka proses hukum berlanjut.
Pada Malam Sabtu (24/9),
Direktur PPMI Shohwatul Is’ad bersama beberapa orang pembina bersilaturrahim
ke rumah kediaman orang tua korban untuk
menyampaikan rasa keprihatinan pesantren atas pemukulan terhadap korban oleh teman-temannya
sendiri. Namun pihak keluarga korban menyampaikan bahwa perkaranya sudah
dicatatkan pada pihak yang berwajib/polsek, meskipun status laporannya masih
ditangguhkan sementara sampai pihak pesantren mengabulkan tuntutan kami
tersebut.
Dan pada malam
itu juga, petugas dari Polsek Ma’rang berkenjung ke pesantren menanyakan
perkara tersebut yang ditemui oleh ust. Abdul Gofar Nawawi dan memberikan
keterangan yang diperlukan.
Pada tanggal 25
September 2016 (Ahad pagi), Direktur pondok menggelar rapat pimpinan (Rapim) ISTIMEWA
yang dihadiri oleh seluruh unsur pimpinan dan Dewan Kiai. Dalam rapim tersebut
dihadirkan semua pelaku dan infestigasi ulang atas pemukulan yang mereka
lakukan terhadap korban (semi rekonstruksi perkara kejadian). Dan hari itu
Rapim Istimewa memutuskan:
- Memulangkan ke orang tuanya atas dua orang pelaku (Ri dan Z)
- Memberikan skorsing 2 minggu atas 3 orang pelaku (S, Rd dan AF)
- Memberikan surat peringatan atas 1 orang pelaku (W)
Pada hari Ahad
(sore), hasil Rapim dikomunikasikan pada Ketua Yayasan, dan Beliau – setelah
berbagai pertimbangan – menyarankan agar tidak ada satu santri pun yang
dikeluarkan, tetapi semuanya diberikan pembinaan. Dan ketua yayasan berjanji
segera mengutus penasehat hukum yayasan ke pondok, yaitu Bpk. H. Faisal
Abdullah, SH (yang juga sebagai pengawas yayasan) untuk membantu menyelesaikan perkara
dengan cara hukum.
Pada tanggal 27
September 2016, pesantren menerima utusan dari BABINSA, mereka memberikan
nasehat agar perkara santri diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan tidak usah
ada santri yang dikeluarkan.
Pada tanggal 28
September 2016 (Rabu malam), pihak keluarga korban (Bapak, Ibu dan di temani
oleh Paman korban seorang Provam di Polda Makassar) datang kepondok membawa
korban, mereka ditemui oleh direktur, kepala kesantrian dan penasehat hukum yayasan.
Dalam pembicaraan kedua belah pihak tidak mengambil keputusan resmi. Dan pihak
keluarga korban tetap bertahan pada keputusannya yaitu pesantren harus mengekeluar
5 orang pelaku atau pihak keluarga menempuh jalur hukum.
Pada tanggal 29
September 2016 (Kamis pagi), pihak pondok mengadakan Rapim yang dihadiri oleh
unsur-unsur pimpinan, Dewan Kiai dan Penasehat Hukum Yayasan. Hasil Rapim
memutuskan: Bahwa 5 orang pelaku (Ri, Z, S, Rd dan AF) dipulangkan ke orang tua
masing-masing dengan status “tergantung” atau bersyarat, yaitu jika orang tua
korban memaafkan mereka maka akan dipanggil kembali ke pondok dan jika tidak
dimaafkan maka keputusan rapim berlaku mutlak kepada mereka.
Adapun tenggang
waktu diberikan kepada masing-masing orang tua/wali pelaku untuk berkonsulidasi
dengan pihak keluarga korban adalah 1 bulan, yaitu terhitung dari hari yang
ditetapkannya. Dan pada hari itu juga hasil keputusan rapim disosialisasikan
kepada keluarga para pelaku, kecuali – Khusus – kepada keluarga korban, Rapim
memutuskan agar disampaikannya langsung oleh ust. Indra Wijaya (penghubung),
dan – menurut yang disebutkan terakhir ini -
bahwa yang bersangkutan baru bisa dikomunikasi via telepon pada keesokan
harinya (30/9).
Penghubung juga
meminta kepada orang tua korban agar segera membawa kembali korban ke pesantren
untuk mengikuti pelajarannya seperti biasa, meski tidak langsung dikabulkan
karena alasan masih dalam proses pemulihan kesehatan fisik, psikis dan trauma
korban. Dan korban diantarkan setelah beberapa hari kemudian.
Pada tanggal 30 September 2016, orang tua dua
pelaku (Ri dan Z) datang ke pondok untuk menerima surat keputusan Rapim dan
mengambil kedua pelaku ke rumah masing-masing.
Pada tanggal 01
Oktober 2016 orang tua pelaku (S), wali pelaku (Rd) dan wali pelaku (AF) datang
ke pondok menerima keputusan Rapim dan wali (kakek dan nenek) dari pelaku (S)
mengambil cucunya ke rumahnya, kecuali wali dari pelaku (Rd) dan wali dari
pelaku (AF) keduanya keberatan memulangkan kedua pelaku yang terakhir disebut
ini ke rumah masing-masing dan keduanya – terutama – wali dari pelaku (AF)
berkeras ingin tetap pelaku (AF) tinggal belajar di pesantren serta bersedia
menenggung segala konsukwensinya.
Pada tanggal 05
Oktober 2016 (siang), keluarga korban datang membawa korban untuk kembali masuk
belajar di pesantren, tetapi akhirnya ditarik lagi pulang ke rumah setelah
mengetahui masih ada 3 orang pelaku yang tetap tinggal di pesantren. Dan pada
malam harinya direktur serta beberapa orang pembina berkunjung ke rumah
keluarga korban untuk menyampaikan kondisi sebenarnya, bahwa sesungguhnya
pengurus pesantren telah mengambil keputusan memulangkan 5 orang pelaku, tetapi
ternyata tidak semua orang tua pelaku menerima keputusan itu.
Bahkan mereka
berkeras ingin tetap anaknya belajar di pesantren dan menyatakan siap
menghadapi jika keluarga korban ingin menempuh jalur hukum. Dan akhirnya
direktur – dengan sikap pribadi – menyampaikan kepada orang tua korban bahwa
kondisinya sekarang sudah sangat kompleks dan kami telah menempuh berbagai cara
tapi hasilnya tetap seperti ini, maka terserah jika bapak ingin melanjutkan
tuntutannya ke jalur hukum atau melaporkan ke pihak yang berwajib/kepolisian.
Pada malam yang
sama - tidak diatur sebelumnya - keluarga pelaku Z datang pula silaturrahim
di kediaman keluarga korban sekaligus bermaksud meminta maaf. Meski keluarga
korban memaafkan pelaku Z dari pemukulannya tapi tidak pada keputusan
mengeluarkannya dari pesantren.
Pada tanggal 10
Oktober 2016, keluarga korban meminta surat pindah untuk korban dan
pengembalian uang pangkal dari pihak pesantren, maka pihak pesantren mengabulkannya
dan langsung menerbitkan surat pindah untuk anaknya (korban) serta
mengembalikan uang pangkal sebanyak Rp. 10.000.000,- setelah konsultasi
terlebih dahulu dengan penasehat hukum dan ketua yayasan.
Pada tanggal 15
Oktober 2016, pondok menerima 1 berkas surat lengkap yang ditandatangani oleh
an: Muhammad Kamil, yang tidak lain adalah orang tua korban. Pada bagian pojok
atas surat tersebut tertera tempat, hari dan tanggal pengirimannya (Makassar,
Senin, 10 Oktober 2016), dan isi surat secara keseluruhan bernada “masukan,
saran, kekecewan dan penyesalan” pada pesantren, yang ditembuskan kepada 17 pihak,
masing-masing:
- Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
- Menteri Agama Republik Indonesia
- Gubernur Sulawesi Selatan
- Kepala Kepolisian Daerah Prov. Sulawesi Selatan
- Sekretaris Daerah Provensi Sulawesi Selatan
- Kepala Dinas Pendidikan Provensi Sulawesi Selatan
- Kepala Kanwil Kementerian Agama Provensi Sulawesi Selatan
- Bupati Pangkep
- Ketua DPRD Kabupaten Pangkep
- Kepala Polres Kabupaten Pangkep
- Sekretaris Daerah Kabupaten Pangkep
- Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep
- Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pangkep
- Camat Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep
- Kepala Polsek Kec. Ma’rang Kabupaten Pangkep
- Orang Tua/Wali Santri PPMI Shohwatul Is’ad
- Media Massa (Cetak/Elektronik)
Pada tanggal 25 Oktober 2016, Kepala Kemenag
Kab. Pangkep bersama dengan dua orang stafnya datang ke pesantren untuk
mengklarifikasi isi surat dari bapak Muhammad Kamil tentang PPMI Shohwatul
Is’ad yang ditembuskan ke kantornya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar