(Pertemuan Ke-4) :
MUHKAM DAN MUTASYABIH DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Med HATTA
Mukaddimah:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد
Allah SWT pada suatu kesempatan mensifati al-Qur’an sebagai “muhkam” semuanya, seperti dalam firman Allah:
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ ١
Terjemah Arti: “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu” (QS: Huud: 1)
وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ
Terjemah Arti: “demi Al Quran yang penuh hikmah” (QS: Yaasiin: 2)
Lalu pada kesempat lain Allah SWT juga mensifati al-Qur’an sebagai “mutasyabih” semuanya, seperti firman Allah:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ
Terjemah Arti: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang” (QS: az-Zumar: 23)
Kemudian pada kesempatan selanjutnya Allah SWT mensifati al-Qur’an bahwa sebagian di antaranya “muhkam” dan sebagian lagi sisanya “mutasyabih”, seperti firman Allah:
مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ
Terjemah Arti: “di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat” (QS: Ali Imran: 7)
Oleh karena sifat-sifat AlQuran di atas, Ibn Abbas ra dan yang lainnya berkomentar tentag iman kepada al-Qur’an, mengatakan: Yaitu mengamalkan dengan ayat-ayat muhkam dan percaya kepada yang mutasyabih, yang dimaksudkan adalah bagian ketiga di atas, tetapi harus mempelajari dan menjelaskan terlebih dahulu maknanya. Karena Allah telah disifatkan semuanya dengan muhkam, sebagaimana juga mensifatkan semuanya mutasyabih, kemudian disifatkan juga sebahagiannya muhkan dan sebahagian lainnya mutasyabih. Ini penting menjadi perhatian agar kita beriman kepada al-Qur’an dengan benar sebagaimana diperintahkan oleh Allah...
Maka inilah yang akan kita bahas pada pertemuan ke-4 bidang studi Ulumul Qur’an ini, sebagaimana metedologi kita untuk memudahkan pembahasan materi ini, kita susun pokok-pokok kajian terlebih dahulu, sebagai berikut:
- Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
- Al-Qur’an tentang Muhkam dan Mutasyabih
- Mengembalikan Mutasyabih menjadi Muhkam
- Hikmah adanya Muhkam dan Mutasyabih di dalam al-Qur’an
- Asli dari Mutasyabih adalah Ayat-ayat Shifat.
- Jenis-jenis Muhkam dan Mutasyabih dalam al-Qur’an
Selain itu, rekan-rekan mahasiswa semester ini tetap diharapkan aktif mebuka referensi-referensi lain untuk mendalami materi ini dan dapat mengaplikasikannya lansung setiap membaca ayat-ayat al-Qur’an. Terima kasih dan selamat belajar...
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih:
- Pengertian Muhkam Menurut Bahasa dan Terminologi:
Muhkam atau ihkam menurut bahasa: Yaitu ketepatan tinggi, seperti bangunan yang di designe dengan sangat tepat apabila direncanakan dengan pasti, maka tidak akan mengalami gangguan dan kerusakan.
Sedangkan pengertian Muhkam menurut terminologi, para pakar ushul berbeda pendapat dalam mendefinisikannya kepada beberapa kesimpulan, seperti berikut:
- Muhkam, adalah yang dapat diketahui secara langsung, dengan penampakan jelas atau setelah di ta’wilkan.
- Muhkam, yaitu tidak memerlukan ta’wil kecuali hanya dari satu sisi saja.
- Muhkam, ialah yang sangat jelas maksudnya sehingga tidak memerlukan alternatif.
- Muhkam, yaitu sudah pasti dan tidak dibutuhkan penjelasan.
- Muhkam, yaitu sangat tepat yang tidak terdapat ada cela.
- Pengertian Mutasyabih menurut Bahasa dan Terminologi:
Mutasyabih (المتشابه) dari kata “as-Syabahu” (الشبه), artinya identik, yaitu serupa antara dua sesuatu atau lebih. Lalu ketika kemiripan di antara banyak sesuatu itu membawa kepada keragu-raguan dan kebimbangan, juga sering terjadi saling bertukar, maka berkembanglah dalam lafadz akhirnya disebut “Mutasyabih”. Dikatakan: Benda itu menyerupainya, yaitu identik atasnya.
Adapun menurut terminologi, sama halnya dengan muhkam di atas, terjadi juga perbedaan pendapat di antara ulama dalam mendefinisikan mutasyabih ini, seperti berikut:
- Mutasyabih, adalah privasi hanya dalam ilmu Allah, seperti datangnya hari kiamat dan keluarnya Dajjal.
- Mutasyabih, yang tidak dapat berdiri sendiri ia membutuhkan keterangan lain untuk menjelaskannya,
- Mutasyabih, yaitu mempunyai alternatif yang banyak
- Mutasyabih, adalah tidak jelas artinya membutuhkan alternatif penganti.
AlQuran tentang Muhkam dan Mutasyabih:
Allah SWT membagi al-Qur’an kepada tiga sifat sekaligus, yaitu: semuanya Muhkam, semuanya Mutasyabih dan sebagian Muhkan dan sebagian yang lain Mutasyabih, seperti dalam perincian berikut:
- Al-Qur’an semuanya muhkam: Artinya tepat lafadznya dan tidak terdapat celaan padanya, dimaksudkan juga pasti petunjuknya tanpa ada kekurangan dan perbedaan, sebagaimana pada firman Allah:
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ ١
Terjemah Arti: “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu” (QS: Huud: 1)
- Al-Qur’an semuanya mutasyabih: Artinya identik pada tingkat kebenaran dan kejujuran, begitu juga pada mukjizatnya dan petunjuk kepada kebenaran. Sebagaimana pada firman Allah:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ
Terjemah Arti: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang” (QS: az-Zumar: 23)
- Al-Qur’an sebagian muhkam dan sebagian mutasyabih: Artinya bahwa ayat-ayat muhkam itu adalah ummul kitab, yaitu ayat-ayat tersebut adalah totalitas al-kitab dan aslinya. Dan merupakan induk dari padanya, tidak terdapat penyamaran di dalamnya dan tidak pula ada pertukaran, seperti ayat-ayat tentang halal dan haram yang merupakan pakok syariat. Lain halnya dengan ayat-ayat mutasyabih yang berbeda dengan definisinya, bagi kebanyakan orang, maka barangsiapa yang mengembalikan ayat-ayat mutasyabih kepada muhkam maka ia telah mendapat petunjuk. Sebagaimana pada firman Allah:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
Terjemah Arti: “Dia-lah yang menurunkan al-kitab (al-Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya” (QS: Ali Imran: 7).
Mengembalikan Mutasyabih menjadi Muhkam:
- Allah berfirman dalam surah az-Zumar ayat ke-53:
إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya”
Ayat ini mutasyabih yang mempunyai dua pengertian: Pertama, mengampuni dosa-dosa semuanya bagi yang berobat. Kedua, mengampuni dosa-dosa semuanya bagi yang tidak bertobat.
Dan yang mengembalikan mutasyabih kepada muhkam, adalah ayat ke-82 dari surah Thaahaa, Allah berfirman:
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
Artinya: “dan Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar”
Maka jelaslah dari ayat muhkam bahwasanya Allah SWT mengampuni dosa-dosa semuanya bagi orang yang bertobat, yaitu mukmin dan mengikuti jalan yang lurus.
- Allah berfirman dalam surah al-Hijr ayat ke-9:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”
Ayat ini mutasyabih mengandung dua arti atau lebih: Pertama, kalimat “sesungguhnya Kami-lah” pada ayat di atas bisa berarti Esa Allah Yang Maha Agung, ini adalah benar. Kedua, bisa juga berarti sekelompok orang, dan ini adalah salah. Dan bisa berarti pula satu disertai dengan yang lainnya, yaitu ayat mutasyabih yang dijadikan pegangan bagi orang-orang Nasrani yang percaya pada trinitas.
Lalu ayat mutasyabih ini dikembalikan ke muhkam oleh ayat-ayat pada firman Allah, sebagai berikut:
إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
Artinya: “Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa” (QS: an-Nahl: 22)
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ
Artinya: “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak” (QS: al-Mu’minuun: 91)
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Artinya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa” (QS: al-Ikhlash: 1).
Maka jelaslah dari ayat-ayat muhkam bahwa arti dari kalimat “sesungguhnya Kami-lah”, adalah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Agung itu sendiri.
Hikmah adanya Muhkam dan Mutasyabih di dalam al-Qur’an:
- Allah SWT memberikan bukti kongkrit kepada bangsa Arab dengan al-Qur’an, dimana mereka saat turun al-Qur’an itu sangat berbangga dan memang sangat piawai dalam seni balaghah, menyusun kata-kata, pasih bertutur kata, berkias dan ahli dalam syair serta seni-seni bahasa lainnya. Oleh karena itu al-Qur’an turun dengan mencakup semua seni-seni tersebut sebagai tantangan sekaligus mukjizat bagi mereka.
- Allah SWT menurunkan ayat-ayat mutasyabih sebagai media pelatihan agar orang mukmin terinspirasi mempelajarinya, lalu mengembalikan kepada faktanya, maka mendapatkan pahala besar, sedangkan orang munafiq semakin sesat dan berputus asa maka akan mendapatkan sanksi.
Sebagaimana Allah SWT telah mengkomfirmasikan di dalam al-Qur’an sisi hikmah dari poin ini, Allah berfirman pada surah al-Baqarah ayat ke-26, sebagai berikut:
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا
Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? " dengan perumpamaan itu”
Kemudian Allah memberikan jawaban kepada mereka pada sambungan ayat ini, berfirman:
يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلا الْفَاسِقِينَ
Artinya: “banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk”.
Maka adapun oran-orang yang puas senang ia akan mengamalkan sisi muhkamnya dan mempercayai sisi mutasyabihnya, lalu mereka akan memperoleh rahmat dan kemuliaan, sedangkan orang-orang yang celaka mereka akan mendustakannya maka akan mendapatkan kehinaan.
- Allah SWT ingin membukakan media kepada orang-orang yang berilmu agar dapat mengembalikannya pada konteks muhkam, maka akan semakin luas wawasan mereka, dan memacu perhatian mereka pada bidang riset ilmiah. Jika seandainya Allah menurunkan al-Qur’an secara muhkam, maka tidak ada perbedaan antara orang pintar dan bodoh, oleh karena itu para pakar berpacu untuk menyingkapnya untuk memperoleh porsi pahala semakin besar, kedudukan yang tinggi dan kemulian di sisi Allah sebagai tujuan utama mereka.
- Allah menurunkan mutasyabih dalam al-Qur’an agar menjadi media riset bagi orang-orang mukmin, menyibukkan diri mengerjakannya, menghabiskan waktunya dalam penelitiannya dan mengabdikan semua umurnya dalam riset tersebut. Maka mereka akan memperoreh ganjaran sesuai tingkat dan tantangan pekerjaannya.
Demikianlah ayat-ayat mutasyabih akan menjadi media persaingan untuk mengembangkan pemikiran dan ilmu pengetahuan.
Awal mula munculnya mutasyabih dalam al-Qur’an:
Mutasyabih muncul dari terselubungnya pengertian hukum syariat di dalam al-Qur’an, adakalanya terselubung dari sisi lafadz, atau arti dan juga terselubung dari sisi lafadz dan arti secara bersamaan, seperti:
Mutasyabih muncul dari terselubungnya pengertian hukum syariat di dalam al-Qur’an, adakalanya terselubung dari sisi lafadz, atau arti dan juga terselubung dari sisi lafadz dan arti secara bersamaan, seperti:
- Sisi lafadznya, Allah berfirman dalam surah as-Shaaffat ayat ke-93:
فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِالْيَمِينِ
Artinya: “lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan sisi kanannya”.
Maka kalimat “al-yamin” pada ayat, bisa berarti nabi Ibrahim memukul berhala-berhala dengan tangan kanan bukan tangan kiri, bisa juga berarti memukulnya dengan sangat kuat karena kekuatan selalu identik dengan sisi kanan, sebagaimana juga bisa berarti “al-yamin” itu sumpah, yaitu Ibrahim memukulnya sebagai janji sumpahnya, seperti pada ayat ke-57 dari surah al-Anbiyaa, Allah berfirman mengisahkan sumpah Ibrahim: “demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”.
- Sisi arti, yaitu hal-hal ghaib yang sudah menjadi rahasia dalam ilmu Allah, seperti peristiwa hari kiamat, tanda-tanda kiamat besar, surga dan neraka.
- Sisi lafadz dan arti, sebagaimana dalam firman Allah:
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
Artinya: “dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya”.
Ayat ini mutasyabih dari sisi lafadz dan arti secara bersamaan, tidak mungkin bisa mengetahui maksudnya kecuali harus kembali kepada tafsirnya, karena adalah kebiasaan orang jahiliyah jaman dahulu apabila berihram ingin melaksanakan haji mereka tidak memasuki rumah dari pintu biasa, tetapi membobolnya dan memasuki rumah dari belakang. Maka Allah membalasnya dan menjelaskan bahwa bukanlah seperti itu pintu-pintu kebaikan tetapi kebaikan itu adalah taqwa...
Ayat-ayat Shifat :
Ayat-ayat sifat adalah muhkam karena merupakan sifat-sifat Allah SWT, sebagaimana juga mutasyabih bagi kita dari segi eksestensinya, seperti sifat: “Allah Bersemayam di atas Arsy”, artinya jelas, tetapi bagaiman bersemayam di atas Arsy itu yang tidak kita ketahui dan menanyakan tentang hal itu adalah bid’ah (kata Imam Malik).
Ayat-ayat sifat adalah muhkam karena merupakan sifat-sifat Allah SWT, sebagaimana juga mutasyabih bagi kita dari segi eksestensinya, seperti sifat: “Allah Bersemayam di atas Arsy”, artinya jelas, tetapi bagaiman bersemayam di atas Arsy itu yang tidak kita ketahui dan menanyakan tentang hal itu adalah bid’ah (kata Imam Malik).
Selesai pembahasan Muhkam dan Mutasyabih dalam al-Qur’an: Al-hamdulillah awwalan wa-ahiran...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar