My Buku Kuning Center : SEJARAH DINASTI ADDATUANG SIDENRENG RAPPANG – AJATAPPARENG:

DROP MENU

Kamis, Juli 18, 2013

SEJARAH DINASTI ADDATUANG SIDENRENG RAPPANG – AJATAPPARENG:



Raja-Raja Kerajaan Sidenreng Sepanjang Masa


Penulis: Pemerhati Sejarah & Budaya Sidrap
Kerajaan (Addatuang) Sidenreng – Ajatappareng yang dirintis oleh La Mallibureng dan ketujuh orang saudaranya yang awalnya datang “sidenreng-denreng”(berjalan beriringan) membuka wanua pertama di Ajatappareng (Teteaji: sekarang), telah mengalami pasang surut dalam mengarungi sejarah yang cukup panjang semenjak sekitar empat abad lalu hingga hingga sekarang. Sepanjang perjalanan itu, addatuang Sidenreng – Ajatappareng yang dikenal heroic telah mencatat 24 penguasa addatuang secara turun-temurun hingga kini, di antaranya 20 orang raja dan 4 orang ratu. Semuanya penulis uraikan secara berurut di bawah ini berdasarkan klasifikasi dua dinasti besar; Addaowang dan Addatuang, sebagai berikut:



I.Dinasti Addaowang
1. La Mallibureng
Ada juga versi lain mengatakan bahwa addaowang I Sidenreng adalah “Manurung-nge ri Bulu Lowa” (Raja Yang Turun dari Gunung Lowa – Amparita)

2. La Pawawoi
Anak dari La Mallibureng, namun ada versi lain mengatakan “Songko' Pulaweng-nge”, anak dari Manurung-nge ri Bulu Lowa

3. La Makkarakka (1634-1671 M)
Anak dari La Pawawoi, dan pada masa pemerintahan La Makkarakka terakhir ini, demi memaksimalkan kehidupan sosial masyarakatnya maka bermufakatlah raja dan pemangku adat menetapkan suatu pemerintahan - yang dalam lontara' disebut “ade' pura onrona sidenreng” (Undang-Undang Dasar Kerajaan Sidenreng), yaitu terdiri dari 5 pasal:

  1. Ade' Puronro; (adat yang tetap utuh);
  2. Wari' Rialitutui; (kebiasaan yang harus dipelihara);
  3. Janci rippeaseri; (janji harus dipegang teguh dan tidak diingkari);
  4. Rapang ri Pasanre; (semacam yurisprudensi);
  5. Agama ri Tanrere Maberre; (agama harus diagungkan).

Selain “Ade' Puronrona Sidenreng” (UUD Sidenreng), La Makkarakka juga menetapkan aturan yang harus ditaati disebut "Taro Bicarana Sidenreng”. Adalah semacam ketentuan pelaksanaan dari pada ade' puronrona sidenreng, yaitu:

  • Maluka Taro Ade' Temmaluka Taro Anang: (keputusan adat bisa berubah tetapi keputusan keluarga tidak dapat berubah);
  • Maluka Taro Anang Temmaluka Taro Maranang: (keputusan keluarga dapat berubah tetapi kesepakatan keluarga besar/masyarakat tidak dapat dirubah.

Setelah ditetapkan kebijakan pokok dan aturan hukum tersebut, maka raja, pemangku adat dan masyarakat membuat perjanjian/ikrar bersama, yang dalam bahasa lontara' di sebut "Assijanciangenna Arungnge Sibawa Ade'e nenniya Pabbanuae", adapun ikrar tersebut diucapkan pada saat penobatan addaowang III La Makkarakka, masing-masing raja, pemangku adat dan rakyat mengucapkan ikrar dan baiat, isinya sbb:


  • IKRAR RAJA: E.. sininna pabbanuwae ri Sidenreng, isseng-ngi sininna atoreng pura ri pattentue, temmakkeana'i temmakke amma'i temmakke appoi, mappanigi-nigi temmappe niga-niga, adakku nennia eloku tongeng, iyami nade natongeng narekko natumpa'i ade'.
Artinya: Wahai semua rakyat di Sidenreng, ketahuilah bahwa semua aturan yang telah ditetapkan, tidak memandang ibu bapak atau anak, tidak ada pengecualian, ucapanku kehendakku yang benar hanya bisa salah kalau melanggar adat.



  • IKRAR PEMANGKU ADAT: Malilu sipakainge, rebba sipatokkong, mali siparappe, tasiakkoling-kolingeng mauni massorompawa, nakkasolang ri pabbanuwae nap-agilingngi ri ade'e;
Artinya: Saling mengingatkan dalam kekeliruan,saling mengangkat bila jatuh,saling memintasi bila hanyut,meskipun kehendak dari raja tetapi dapat merusak orang banyak maka adat harus membetulkan)



  • IKRAR RAKYAT: Tenri cacca mupojie datu tenri poji mucaccae, angingko ki rauka kaju, lompo lompo mutettongi, lompo lompo ki lewo lewo, bulu bulu mutettongi bulu bulu ki lewo lewo, makkadako mutenri bali, mettekko mutenri sumpala';

Artinya: Takkan kami tolak yang engkau kehendaki wahai raja, takkan kami sukai yang engkau tolak, ibarat engkau arus maka kami batang yang hanyut, jika lembah tempatmu berpijak, maka lembah jua yang kami pagari, jika bukit tempat mu berpijak maka bukit itu pula yang kami pagari, perintah mu kami ikuti, sabdamu kami patuhi.

4. We Tipu Linge (putri) La Makkarakka

5. We Pawawoi (putri) We Tipu Linge dari suami La Benge manurungnge ri bacukiki

6. La Batara, putra We pawawoi

7. La Pasampoi, putra La Batara

8. La Pateddungi
Putra La Pasampoi raja inilah yang paling populer karena pada masanya didampingi oleh seorang cendekiawan bijaksana, hakim kerajaan bernama La Pagala atau lebih masyhur disebut Nene' Mallomo, yang ahli dalam bidang hukum pemerintahan dan ekonomi, ia meninggal tahun 1654 M di Allakuang, dan salah satu mottonya yang menjadi landmark Sidrap yaitu: “Resopa Temmangi-ngi namalomo naletei pammase dewat

9. La Patiroi putra La Pateddungi (1634 M)..
Pada masa La Patiroi dicatat sekelompok “To Wani” dari wajo yang bermigrasi ke Sidenreng meminta suaka politik dan diizinkan tinggal di sebelah selatan kerajaan yang bernama Lokapoppa kemudian berganti nama Perri Nyameng (habis susah datanglah senang) dengan syarat harus mematuhi ade' puronrona sidenreng.

10. We Abeng Tellu Lette Sidenreng, putri dari La Patiroi, dialah yang pertama membangun istana “Tellu Latte” yang mungkin dapat dipersamakan dengan sebuah otorita, We Abeng adalah putri bangsawan Gowa Karaeng To Sapayya Datu Suppa

II. Dinasti Addatuang
11. La Makkarakka (1634-1671 M), anak La Patiroi

12. La So'ni Karaeng Massepe
Putra La Makkarakka, La So’ni pernah mencatat sejarah berupa hubungan baik antara Sidenreng dengan Kerajaan Bone pada waktu raja Bone La Tenri Tatta Arung Palakka berperang dengan Gowa di bawah pimpinan I Mappasosong Daeng Mangewai Karaeng Be'si anak dari I Mallombasi Sultan Hasanuddin pada tahun 1675 M.

Pada masa itu Bone nyaris kalah karena panglima perangnya yang bernama Betta Senrimana Belo gugur dalam perang tersebut. Arung Palakka kemudian minta bantuan kepada La So'ni Karaeng Massepe dan berhasil mengalahkan Gowa. Atas jasa jasanya tersebut La Tenri Tatta Arung Palakka menghadiahkan sebilah keris kepada La So'ni Karaeng Massepe bernama “Lamba Sidenreng”, keris inilah yang diserah terimakan pada setiap peralihan addatuang sampai pada addatuatta Andi Patiroi Pawiccangi (sekarang).

13. To Dani Arung Ajatappareng, sepupuh satu kali dari La So'ni Karaeng Massepe

14. La Tenri Tatta, putra dari Taranatie dengan We Mappanyiwi, dan cucu dari We Abeng Tellu Latte I

15. La Mallewai, putra dari La Tenri Tippe

16. Bau Rukiyah, putri La Mallewai

17. Taranatie, anak dari Bau Rukiyah dengan Toaggamette

18. Towappo, saudara kandung Taranatie anak dari Bau Rukiyah

19. La Wawo, anak Towappo matinroe ri Soreang (1837 M)

20. La Panguriseng Datu Sidenreng Arung Rappang 19, anak dari Muhammad Arsyad Petta Cambang-nge

21. Sumange' Rukka (1889-1904 M), anak La Panguriseng dengan I Bangki Arung Rappang 18

22. La Sadapotto (1904 - 1906), anak kandung Sumange' Rukka

23. La Cibu (1906 - 1949 M), anak La Sadapotto

24. H. Andi Patiroi Pawiccangi (20/12/2012 - sampai sekarang).

NOTE: Perubahan gelar addaowan ke addatuang dipengaruhi oleh masuknya agama Islam ke kerajaan Sidenreng, addatuang atau addituang yaitu kiriman atau utusan untuk menyebarkan Islam (mohon dikoreksi).


Tidak ada komentar:

歓迎 | Bienvenue | 환영 | Welcome | أهلا وسهلا | добро пожаловать | Bonvenon | 歡迎

{} Thanks For Visiting {}
{} شكرا للزيارة {}
{} Trims Tamu Budiman {}


MyBukuKuning Global Group


KLIK GAMBAR!
Super-Bee
Pop up my Cbox
Optimize for higher ranking FREE – DIY Meta Tags! Brought to you by ineedhits!
Website Traffic