PROLOG
Nasib
(Ulama) Perempuan
Oleh: Helmy Ali Yafie
Di
Sulawesi Selatan, ada seorang perempuan yang bernama Hj. Hafsah Laodji, asal
Rappang, Sulawesi Selatan, yang aktif mengajar di madrasah-madrasah dan
pesantren-pesantren Darud Da’wah wal Irsyad[1],
mulai dari sejak akhir tahun 1940-an, sampai pada akhir hayatnya, pertengahan
tahun 1990-an. Hj. Hafsah, mulai mengajar di MAI Mangkoso, Sulawesi Selatan;
ketika madrasah itu membuka kelas
perempuan. Lalu pindah ke Pare-Pare, dan mengajar di Madrasah DDI Ujung Baru.
Pada pertengahan tahun 1950-an, bersama suaminya, H. Mahmud Pase, dia pergi ke Kepulauan Riau, Sumatera, untuk
membuka sekolah DDI disana. Dia baru kembali lagi ke Sulawesi pada pertengahan
tahun 1960-an. Seterusnya dia tinggal di Pare-Pare mengajar di Pesantren DDI Ujung
Lare, sampai akhirnya hayatnya. Hj. Hafsah adalah seorang perempuan yang
memiliki kedalaman keilmuan yang tidak terukur. Dia sungguh-sungguh alim (berilmu), menguasai ilmu-ilmu dan
wacana keagamaan klasik. Tidak kalah dengan orang-orang, laki-laki, yang
memperoleh gelar guru besar dalam dunia keilmuan tradisional Islam yang pernah
ada di Sulawesi Selatan[2].
Dia adalah seorang Ulama. Atau dia memenuhi seluruh kwalifikasi yang dibutuhkan
untuk disebut sebagai ulama dalam dunia Islam; dari sisi ilmu dan karakter. Dia
memang bukan tipe
yang tampil di podium berbicara dengan semangat yang berapi-api. Dia lebih
memusatkan perhatian untuk mengajar atau mendidik. Dia mengabdikan diri untuk
mendidikan anak-anak perempuan, dengan sepenuh hati, total dan ikhlas. Dia
cenderung pendiam dan rendah
hati. Berbicara ketika ditanya; kecuali ketika mengajar. Dia mengajar di beberapa tempat, mendidik banyak murid,
tidak hanya di Sulawesi Selatan, bahkan di Riau. Dia memiliki banyak murid,
perempuan dan laki-laki. Tetapi anehnya, namanya tidak banyak disebut, bahkan
di Pare-Pare dan Mangkoso, tempat dia pernah mengabdi dalam waktu yang relatif lama. Sepanjang yang saya ketahui, tidak
ada buku tentang dia, atau buku yang menyebut namanya. Jangankan dalam encyclopedia,
atau buku, sampai kini belum ada skripsi, apalagi disertasi yang di tulis yang
menyebutkan namanya. Padahal banyak orang yang pernah menjadi muridnya, yang
kini menyandang gelar Sarajana atau Doktor.
(Lihat: Sambungan)