PRINSIF
DASAR PENGAJARAN BAHASA ARAB SEBAGAI BAHASA RESMI
Di Pondok
Pesantren Modern Islam Shohwatul Is’ad – Pangkep(*)
Oleh: Med HATTA
A. MUKADDIMAH
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa besar dunia dari segi
penggunanya, dan disebut sebagai bahasa yang luas penyebarannya, yaitu
dipergunakan aktif oleh sekitar 300 – 500 juta penduduk di 22 negara Arab. Ia
adalah bahasa Alquran dan bahasa resmi bagi sumber syariat utama dalam Islam
dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW. Tidak sempurna shalat
bagi seorang muslim kecuali menguasai beberapa kalimat bahasa ini, maka bahasa
Arab menjadi bahasa ibadah di negara-negara Islam. Selain itu bahasa Arab juga
merupakan satu dari 6 bahasa resmi yang dipergunakan pada Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga-lembaga internasional lainnya. Ini
menunjukkan betapa pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa utama dalam
peradaban, budaya, diplomasi dan interpreneurship dalam dunia internasional.
Menyadari hal tersebut di atas, maka pendiri sekaligus ketua
yayasan Shohwatul Is’ad, Drs. H. Masrur Makmur Latanro, M.Pd. – dalam sebuah
apel besar bulan Maret lalu – me-lounching program bilingual
(Bahasa Arab dan Bahasa Inggris), sebagai bahasa resmi di lingkungan Pondok
Pesantren Modern Islam Shohwatul Is’ad (PPMI
Shoid). Semenjak
hari itu para Pembina dan guru-guru telah bekerja keras menciptakan iklim
berbahasa Arab dan Inggris dilingkungan pondok terutama kepada para santri, meski
hasilnya belum maksimal sesuai yang diharapkan tetapi program tersebut telah
meperoleh kemajuan yang patut di puji. Memang disadari bahwa belajar Bahasa Arab
berbeda dengan bahasa ibu, maka untuk mempelajari apalagi ingin menerapkannya sebagai bahasa resmi PPMI Shoid memerlukan
waktu, kesabaran dan strategi yang efektif dan
efisien, seperti metode (model pengajaran), materi dan proses pelaksanaan
pengajaran yang tepat sesuai dengan target yang
diharapkan.
Selain itu, harus mengasah sisi keterampilan santri pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (مهارة الاستماع); kemampuan berbicara (مهارة الكلام); kemampuan membaca (مهارة القراءة); dan kemampuan menulis (مهارة الكتابة). Maka ini semua dan hal-hal lain yang berhubungan dengan metodelogi pengajaran Bahasa Arab sebagai bahasa resmi PPMI Shoid yang akan penulis uraikan dalam makalah ini untuk dijadikan rujukan dalam penyusunan kurikulum mata pelajaran Bahasa Arab pada tingkat SMPIT dan SMAIT Pondok Pesantren Modern Islam Shohwatul Is’ad – Pangkep, TP. 2016-2017
A. PRINSIP DASAR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB:
Untuk mempercepat proses pembelajaran Bahasa
Arab sehingga menjadi bahasa sehari-hari (komunikasi informal) maupun bahasa
resmi (komunikasi formal) di PPMI Shoid, ada prinsif-prinsif utama/prioritas
dalam penyampaian materi pengajaran, seperti: Pertama, mengajarkan
santri mendengarkan dan bercakap sebelum menulis; kedua, mengajarkan
kalimat sebelum mengajarkan kata; ketiga, prinsif berjenjang dalam pengajaran
bahasa Arab sesuai dengan level-levelnya.
v PERTAMA: Mengajarkan Mendengarkan dan Bercakap Sebelum Menulis:
Dari ketiga prinsif tersebut di atas, maka mendengar dan bercakaplah – menurut penulis – harus terlebih dahulu diprioritaskan
dalam pengajaran Bahasa Arab sebelum yang
lainnya. Kesimpulan ini berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa yang baik
adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami/natural
pada manusia, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya dari
mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal itu menunjukkan bahwa
kemampuan mendengar/menyimak harus lebih dulu dibina, kemudian kemampuan
menirukan ucapan, lalu aspek lainnya seperti membaca dan menulis.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mendengar merupakan pintu natural
untuk mempelajari bahasa dan menjadi media yang paling tepat untuk memahami
bahasa lalu kemudian dapat bercakap dengannya. Kata Ibn Khaldun: “Mendengar
adalah soko guru dari segala kemampuan” (Lihat: Mukaddimah Ibn Khaldun: 1987:
129), ungkapan sederhana ini menunjukkan pentingnya kemampuan mendengar dalam
menuntun lidah bercakap secara umum. Oleh karena itu para pemuka Arab terdahulu
berkomentar: “Belajarlah baik-baik mendengar sebelum belajar baik-baik
berbicara, karena jika anda dapat mendengar dan menyimak sudah pasti anda lebih
mudah berbicara”.
Umumnya para praktisi Bahasa Arab terdahulu telah menegaskan
pentingnya mendengar, bahkan di antara mereka ada yang berpendapat bahwa indra
pendengaran lebih utama dari pada indra penglihatan dengan dalil firman Allah
yang senantiasa mendahulukan pendengaran atas penglihatan di dalam Alquran
(Lihat: QS. 16: 78). Pada ayat lain seperti
firman Allah: (tuli, bisu, buta), jelas Allah mendahulukan yang berhubungan
dengan pendengaran dari pada yang berhubungan dengan penglihatan, karena
kemampuan mendengar adalah faktor utama untuk berbicara. Oleh karena itu kita
tidak menemukan orang tuli kecuali ia pasti bisu, dikatakan sebab ia bisu
karena tidak dapat mendengar, berbeda dengan indra penglihatan tidak akan
mempengaruhi kemampuan berbicara.
Fakta ini dapat dilihat dari kehidupan
sehari-hari bagi setiap bayi yang baru lahir, ia hanya memakai indra
pendengaran saja selama lebih satu tahun baru ia akan mampu mengucapkan satu
kata dalam proses berbicara, bahkan setelah dewasa pun dimana aktifitas membaca
dan menulis sudah menjadi bagian dari kehidupannya maka tetap saja kemampuan
mendengarnya lebih banyak digunakan dari kemampuan-kemampuan yang lainnya. Sebuah
survei telah membuktikan bahwa “umumnya setiap orang dewasa mempergunakan
waktunya untuk mendengar setara dengan durasi satu buku dalam sehari, berbicara
setara dengan durasi satu buku dalam sepekan, membaca setara dengan durasi satu
buku dalam sebulan, dan menulis setara dengan satu buku dalam setahun”.
Survei lain menegaskan bahwa umumnya setiap
orang mempergunakan waktu sadarnya sekitar (50%-80%) untuk berkomunikasi, dan
di antaranya dihabiskan sekitar (45%) untuk mendengar, sekitar (30%) untuk
berbicara, membaca (16%), dan menulis (9%). Dan digaskan pula bahwa faktor
utama unggulnya beberapa pelajar Bahasa dari yang lainnya disebabkan karena
kemampuan mereka mendengar untuk mengerti Bahasa yang dipelajari. Secara garis
besar penulis ingin menegaskan prioritas kemampuan ‘mendengar’ dalam pengajaran
Bahasa Arab di PPMI Shohwatul Is’ad dengan pertimbangan, sbb:
1.
Kemampuan mendengar merupakan
pintu utama untuk belajar Bahasa Arab sebagai Bahasa Asing, santri tidak dapat
mempelajarinya kecuali setelah mendengarkan pada penuturnya yang akan
mengucapkan baginya kalimat-kalimat secara benar, dan melafazkannya setiap
suara pada waktu yang sama, serta menjelaskan cara pengucapannya. Oleh karena
itu, tanpa kemampuan mendengar maka tidak akan dapat belajar Bahasa dengan
benar. Sebuah studi menjelaskan bahwa “keunggulan dalam kemampuan mendengar
membawa pada keunggulan dalam kemampuan membaca, karena kemampuan mendengar dan
membaca bersandar pada kemampuan-kemampuan mengenal, memahami, intraktifitas,
korektifitas, dan kemampuan mendaya gunakan talenta-talenta positif di dalam
kehidupan.
2.
Mendengar merupakan media yang
dapat meningkatkan daya cerna santri dalam mempelajari Bahasa Arab (Asing),
studi menunjukkan bahwa kemampuan mendengar mengambil porsi dalam sehari KBM
sebanyak dua kali lipat dibanding dengan kemampuan berbicara, dan porsi ini
bisa mencapai 4-5 kali lipat lebih banyak jika dibandingkan dengan kemampuan
membaca dan menulis.
3.
Mendengar adalah sasaran utama
santri untuk dapat kontak dengan pengampuh materi Bahasa Arab, oleh karena itu
harus diberikan prioritas yang lebih dari kemampuan yang lain.
a.
Teknik Melatih Pendengaran: Ada
beberapa teknik melatih pendengaran/telinga, seperti:
Ø Ustadz hendaknya mengucapkan kata-kata yang
beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara santri
menirukannya di dalam hati secara kolektif.
Ø Ustadz kemudian melanjutkan materinya
tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Contoh: (ذ – ز – ش – س، ع – أ، ح – هـ), dan seterusnya.
Ø Selanjutnya
materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu
(Bahasa Indonesia) seperti: (خ – ذ – ث – ص - ض) dan seterusnya.
Adapun dalam pengajaran pengucapan dan
peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut:
ü Santri dilatih untuk melafazkan huruf-huruf
tunggal yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf
menggunakan tanda panjang, dilatih dengan lebih cepat, dan seterusnya dilatih
dengan melafazkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Contoh: (با – بي – بو - ب)
dan seterusnya.
ü Mendorong santri ketika proses pengajaran
menyimak dan melafazkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara
berhenti, maupun panjang pendeknya.
b.
Tujuan kemampuan mendengar bagi santri pemula: Ada beberapa tujuan/sasaran
yang akan dicapai dalam melatih kemampuan pendengaran khusus bagi santri pemula
sebagaimana dalam table berikut:
I. Dari Segi Suara
|
II. Memahami Yang didengarkan
|
III. Meresapi Sesuatu Yang Terdengar
|
Dapat
membedakan di antara vokal Arab dari berbagai macam suara
|
Dapat
menjawab sebagaian pertanyaan dengan jawaban yang rinci
|
Dapat
menikmati jika mendengarkan Nasyid dan kisah-kisah Arab
|
Dapat membedakan antara baris-baris pendek dan baris-baris panjang
|
Dapat melaksanakan perintah-perintah dengan tepat saat mendengarnya
|
Dapat memprediksi alur cerita sebuah hikayat dan endingnya
|
Dapat membedakan suara yang bertasydid dan bertanwin
|
Dapat memprediksi nama-nama beberapa sesuatu yang ada disekitarnya
|
Menampakkan kekagumannya dengan aksi-aksi kepahlawanan
|
Dapat membedakan antara lam syamsiyah dan lam qamariyah
|
Dapat memprediksi lawan kalimat-kalimat yang didengar
|
|
Dapat mereka suara sebagian kalimat dengan maksudnya
|
Mengerti kandungan percakapan-percakapan pendek yang berkisar pada obrolan
penghormatan, perkenalan, basa-basi, dan perpisahan
|
|
Dapat menebak suara mufrad (tunggal) yang didengarkan dengan bentuknya
|
Mengerti kandungan percakapan-percakapan seputar keluarga mudai dari
makan, bermain, dan pertemanan...
|
|
Memprediksi
arti sederhana bagi sebagian do’a-do’a dan ayat-ayat pendek
|
||
Dapat
membedakan kalimat-kalimat yang menunjukkan pada waktu dan tempat
|
||
Dapat
membedakan kalimat-kalimat yang menunjukkan atas pembicara, lawan bicara, dan
yang dibicarakan
|
||
Dapat
membedakan antara bentuk-bentuk waktu dan fi’il-fi’il di dalam konteks yang
didengar
|
||
Dapat
membedakan bentuk-bentuk muzakkar, muannats, dan bilangan-bilangan di dalam
teks suara
|
||
Menyusan
konsep-konsep dan peristiwa-peristiwa yang ada di dalam teks suara
|
v KEDUA: Mengajarkan Kalimat Sebelum Mengajarkan Kata:
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya
mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur
kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang ustaz
memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya
benar. Oleh karena itu ustaz Bahasa Arab dapat memilih kalimat yang isinya
mudah dimengerti oleh santri dan mengandung kalimat inti saja, bukan kalimat
yang panjang (jika kalimatnya panjang hendaknya dipenggal-penggal). Misalnya: (اشتريت خذاء رياضيا بيضاء جديدا مصنوع
في اليابان), kemudian dipenggal-penggal
menjadi: (اشتريت خذاء رياضيا - اشتريت خذاء رياضيا بيضاء).
Dan seterusnya...
v KETIGA: Prinsif Berjenjang (التدرج):
Prinsif terakhir ini jika dilihat dari
sifatnya, setidaknya ada tiga kategori prinsif berjenjang, yaitu: Pertama,
pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dan
dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui; Kedua, selalu ada
kesinambungan antara apa yang telah disampaikan sebelumnya dengan apa yang akan
diajarkan selanjutnya; Ketiga, selalu ada peningkatan bobot pengajaran
dari hari ke hari, baik jumlah jam maupun materinya. Aplikasinya, seperti:
a.
Jenjang pengajaran kosa kata (المفردات), hendaknya mempertimbang dari aspek penggunaannya bagi santri,
yaitu diawali dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam
keseharian dan berupa kata-kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata sambung.
Hal ini dilakukan agar santri dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus
bertambah dan berkembang kemampuannya.
b.
Jenjang Pengajaran Qawaid (Tata Bahasa Arab/ Nahwu dan Sharaf): Dalam
pengajaran Qawaid, baik Nahwu maupun ilmu Sharaf juga harus mempeertimbangkan
kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Pada pengajaran Nahwu Misalnya, harus
diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (الحملة المفيدة),
namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim,
fi’il, dan huruf.
c.
Jenjang Pengajaran Makna (دلالة المعاني):
Dalam mengajarkan makna kalimat atau kata-kata, ustadz Bahasa Arab hendaknya
memulainya dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling digunakan/ditemui dalam
keseharian mereka. Selanjutnya makna kalimat lugas sebelum makna kalimat yang
mengandung arti banyak (idiomatic). Dilihat dari teknik materi pengajaran
Bahasa Arab, jenjang-jenjangnya dapat dibedakan sebagai berikut: Pertama,
pelatihan melalui pendengaran sebelum penglihatan; Kedua, pelatihan
lisan/pengucapan sebelum membaca; Ketiga, penugasan kolektif sebelum individu.
Aplikasinya dapat dilihat dari langkah-langkah berikut:
ü Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan
kaidah gramatika, karena contoh yang tepat akan menjelaskan gramatika secara
mendalam daripada hanya gramatika saja.
ü Hindari memberikan contoh hanya satu kalimat
saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh kalimat dengan perbedaan - persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi santri.
ü Mulailah membuat contoh-contoh dengan sesuatu
yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan
menggunakannya.
ü Susunlah
contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung
dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
ü Pada saat
mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak
digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misal: Hitam – Putih; Panjang –
Pendek; dan seterusnya.
ü Begitu juga jika mengajarkan huruf jar (حروف الجر)
dan maknanya, sebaiknya dipilih dari huruf jar yang paling banyak digunakan dan
dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh pada jumlah
ismiyah: (الطلاب في الفصل), pada jumlah fi’liyah: (ذهب الطلاب إلى
المسجد).
ü Hindari memberikan contoh-contoh yang membuat
santri meraba-raba maknanya karena tidak sesuai dengan alam pikiran mereka.
Santri diberikan ransangan yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan,
dan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar mereka merasa terlibat langsung dengan
pengajaran yang berlangsung.
B. ASPEK BUDAYA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB:
Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya adalah
merupakan media Bahasa, yaitu mencakup semua apa yang telah dihasilkan oleh
manusia atau dibebankan padanya seperti agama, budaya, tradisi, pakaian,
tempat, sarana-sarana informatika dan komunikasi, dan lain sebagainya. Apa dari
aspek budaya yang dapat diterapkan dengannya dalam mengajarkan Bahasa Arab bagi
santri SHOID?
Ada berbagai studi yang telah merumuskan
beberapa aspek budaya yang bisa diterapkan dalam pengajaran Bahasa Arab sebagai
bahasa asing, penulis akan memilih dua saja di antaranya yang relevan untuk
lingkungan ma’had kita dan sekaligus – kedepan – bisa dijadikan acuan dalam
menyusun Buku Percakapan Sehari-hari Santri sesuai kebutuhan, sebagai berikut:
A. Studi dari Prof. Dr. Rusydi Tha’ima (الأسس الثقافية والمعجمية), ia merumuskan 20 aspek budaya/medan
komunikasi, yaitu: (Identitas diri/perkenalan; tempat; pekerjaan/profesi; waktu
luang; bepergian/touring; berhubungan/komunikasi; perayaan-perayaan/pesta;
kesehatan dan hospital; pendidikan/sekolah; pasar; di restoran;
pelayanan/servis; negara dan tempat-tempat di dunia; bahasa asing; iklim dan
temperatur; situs dan tempat-tempat bersejarah; ekonomi dan bisnis; agama dan
kehidupan spritual; politik dan hubungan internasional; dan yang berhubungan
dengan waktu dan tempat)
B.
Studi dari Prof. Dr. Fathi Younes: Ia menetapkan sembilan aspek budaya
dengan turunannya, seperti:
1) Perkenalan: (sapaan, penghormatan, memperkenalkan diri (menyebut nama –
usia – alamat – dll...)
2) Ruang Kelas: (nama tempat dan perabot-prabot ruang belajar – nama materi
pelajaran – menyebut aktifitas dan kegiatan-kegiatan – dll...)
3)
Sekolah: (lokasi-lokasi kelas – nama-nama pegawai dan jabatan di sekolah –
peraturan dan tatatertib-tatatertib di sekolah – sarana dan prasarana sekolah –
dll...)
4) Keluarga: (anggota-anggota keluarga – hubungan kekerabatan dan usia – rumah
dan ruangan-ruangannya – dll...)
5) Lingkungan sosial yang meliputi sekolah: (perumahan – pelayanan pos –
listrik – televisi – dll...)
6) Sosial Kemasyarakatan: (pelayanan kesehatan – transportasi dan
telekomunikasi – pemerintahan daerah – peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung – dll...)
7) Informasi Budaya: (perayaan-perayaan keagamaan – kebudayaan – lagu-lagu –
kesenian – dll...)
8) Informasi Kontemporer: (Sosial – pendidikan – profesi – waktu senggang –
kehidupan spritual – dll...)
9) Hal-hal Lain: (mengenal waktu – membaca jam – hari-hari sepekan –
penanggalan dan bulan-bulan setahun – musim dalam setahun – cuaca dan
temperatur – dll...)
C. RECOMENDASI DAN TIPS MUDAH BERBAHASA ARAB
1.
Tayankan Film-film Berbahasa Arab: Ini salah satu cara terbaik mengajarkan santri
Bahasa Arab pergaulan untuk melatih kemampuan mereka mendengar. Santri tidak
harus mengerti setiap kata untuk memahami kejadian di film, dan akan lebih
bagus lagi jika film yang ditayangkan menggunakan teks bahasa arab yang bisa
membantu mereka mengerti cerita film, ini juga sekaligus melatih kemampuan
membaca. Pilih film yang mudah dimengerti. Film-film dengan dialog singkat,
diikuti dengan jeda tanpa dialog adalah pilihan yang paling ideal, karena
memberikan waktu bagi santri untuk menyerap bahasa tersebut. Dan film romantis
termasuk dalam kategori ini.
2. Putarkan lagu Bahasa Arab: Musik bisa menjadi cara yang menyenangkan santri
untuk belajar bahasa Arab. Ajaklah mereka ikut bernyanyi layaknya di rumah
karaoke. Ini juga cara yang baik untuk melatih santri mengekspresikan dirinya
dalam berbahasa Arab dan meningkatkan pengertian santri lain terhadap apa yang
mereka katakan pada mereka dalam bahasa Arab.
3. Membaca: Membaca adalah cara terbaik untuk belajar kosa kata baru.
Biasakanlah santri membaca cerita-cerita pendek yang menarik. Biasanya cerita
ini terbagi dalam beberapa bab pendek yang dapat dibaca dan dianalisa
bahasanya. Santri tidak harus mengerti setiap kata yang dibaca, mereka cukup
memahami artinya secara umum. Suruh garis bawahi kata-kata yang tidak
dimengerti, paksa mereka mencoba menerka sendiri artinya berdasarkan hubungan
kalimat. Lalu suruh mereka gunakan kamus mereka untuk mencocokkan terkaan
mereka. Anjurkan santri membaca (Buku Belajar Membaca). Biasanya tersedia
sejumlah pertanyaan untuk menguji pemahaman santri terhadap apa yang baru
mereka baca.
4. Berpikir Dalam Bahasa Arab: Latih santri untuk melakukan percakapan
imajinasi dalam bahasa Arab, suruh pikirkan apa yang akan mereka katakana.
Paksakan santri berbicara dalam bahasa Arab kepada teman-teman mereka, tidak
perlu mereka khawatir dengan pengucapan yang kurang bagus, berbicara secara
teratur akan meningkatkan rasa percaya diri mereka dan mereka akan maju lebih
pesat.
5. Jadikan kawasan SHOID sebagai
kamus terbuka bahasa dunia (Arab dan Inggris). Buat segala
sesuatu yang dapat dilihat, dirasa, dan disentuh
(lokasi, jalan, tempat, pohon-pohon, dll…) berbunyi dengan bahasa Arab dan
Inggris.
6. Buat Club Bahasa (النادي اللغوي): Ciptakan
satu komunitas khusus atau Club Bahasa Arab (CBA) di dalam SHOID yang isinya
adalah santri-santri yang sudah jauh berkembang bahasa Arabnya. Ransang mereka
untuk selalu berbahasa Arab di antara sesama anggota club. Jadikan
anggota CBA sebagai biang-biang bahasa Arab yang dapat menularkan kemampuan
bahasanya kepada teman-temannya yang lain. Kondisikan
CBA layaknya taman-taman surgawi atau ciptakan semacam sebuah Club VVIP yang
diidam-idamkan oleh setiap santri untuk bergabung di dalamnya.
Daftar Pustaka
1)
حسن عبد الرحمن الحسن،
دراسات في المناهج وتأصيلها، دار جامعة أم درمان للطباعة والنشر.
2)
راتب قاسم عاشور، فنون العربية وتدريسها.
3)
رحاب الزناتي، برنامج لتنمية مهارات الاستماع للمبتدئين.
4)
رشدي أحمد طعيمة، تعليم
اللغة العربية لغير الناطقين بها: مناهجه وأساليبه، منشورات المنظمة الإسلامية
للتربية والعلوم والثقافة-إسيسكو، الرباط، 1989م
5)
رشدي أحد طعيمة، الأسس المعجمية والثقافية لتعليم اللغة العربية
للناطقين بغيرها (مكة المكرمة: معهد اللغة العربية جامعة أم القرى،1402هـ/1982م)
6)
رشدي أحمد طعيمة، المدخل الاتصالي في تعليم اللغة (سلطانة عمان:
بدوم مطبعة، 1997م)
7)
عبد الحميد عبد الله وناصر عبد الله الغالي، أسس إعداد الكتب
التعليمية لغير الناطقين بالعربية (الرياض: دار الغالي،1991م)
8)
كمال بشر، اللغة العربية بين العوربة والعولمة، مقالة مقدمة في
مؤتمر مجمع اللغة في دورته الثامنة والستين يوم الاثنين 18 من المحرم سنة 1423هـ
الموافق 1 من أبريل (نيسان) سنة 2002م.
9)
محمد بو نجمة، مناهج تدريس الاستماع.
10) محمد على الخولي، الحياة مع
لغتين: الثنائية اللغوية (الأردن: دار الفلاح للنشر والتوزيع، 2002م)
11) محمد على الخولي، أساليب تدريس اللغة العربية، ط3،
الرياض، 1410هـ/1989م
12) محمود إسماعيل صيني، دراسة في طرائق تعليم اللغات
الأجنبية، وقائع تعليم اللغة
العربية لغير الناطقين بها، ج2، مكتبة التربية لدول
الخليج، 1406هـ/1985م
13) مختار الطاهر حسين، تعليم اللغة العربية للناطقين
بغيرها في ضوء المناهج الحديثة، رسالة دكتوراه غير منشورة، جامعة أفريقيا
العالمية، 2002م
14) نبيه إبراهيم إسماعيل، الأسس
النفسية لتعليم اللغة العربية للناطقين بغيرها (القاهرة: مكتبة الأنجلو المصرية،
بدون سنة).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar