Hukum-Hukum Mandi Wajib (Junub) :
(Sambungan: Tafsir Ayat-Ayat Ahkam II)
By: Med Hatta
ALLAH berfirman:
(وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا)
Terjemah Arti: “dan jika kamu junub” (QS. Al-Maidah: 6) :
Para jumhur dari umat telah sepakat bahwa junub itu adalah tidak suci sebab keluar air (mani) atau bertemu kedua khitan. Dan diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwa tidak ada mandi kecuali sebab keluar air, dengan sabda rasulullah SAW: “Bahwasanya air itu hanya sebab air” (HR: Muslim), sedangkan hadits Bukhari dari Ubay bin Ka’ab bahwa sanya ia bertanya: “Ya rasulullah, apabila seseorang bercinta dengan isterinya tapi tidak keluar? Bersabda: Harus mandi karena telah menyentuhkan perempuan dari padanya kemudian berwudhu lalu shalat”.
Kata al-Qurthubi: Seperti inilah kesepakatan para ulama dari sahabat dan tabi’in serta ahli fiqhi dari berbagai penjuru, bahwa mandi junub wajib dengan bertemunya dua khitan. Dan memang pernah ada perbedaan pendapat di antara sahabat kemudian mereka kembali kepada riwayat ‘Aisyah dari nabi SAW bersabda: “Apabila duduk di antara cabang-cabangnya yang empat dan menyentuh dua khitan dari padanya maka wajib mandi”. (HR: Muslim). Dan hadits dari Bukhari: “Apabila duduk di antara cabang-cabangnya yang empat kemudian mengusahakannya maka wajib mandi”. (Muslim menambahka: walaupun tidak keluar)[43].
Firman Allah: (فَاطَّهَّرُوا) “maka mandilah”: Memerintahkan mandi dengan air, oleh karena itu Umar dan Ibn Mas’ud menyatakan bahwa junub tidak dibolehkan dengan tayammum, akan tetapi menunda shalat sehingga mendapatkan air. Dan para jumhur dari khalayak menepis pernyataan ini: Bahwa kasus ini hanya bagi yang menemukan air, dan disebutkan juga hukum junub pada kasus tidak ada air dengan firman Allah: (أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ) “atau menyentuh perempuan”, dan menyentuh di sini adalah bercinta. Dan benar, Umar dan Ibn Mas’ud keduanya telah kembali kepada pendapat semua orang bahwa junub boleh tayammum...
Selanjutnya dipertegas oleh hadits Imran bin Hushain menjelaskan kasus ini, yaitu: “Sungguh rasulullah SAW melihat seseorang mengasingkan diri tidak ikut shalat bersama orang lain maka nabi bersabda: Wahai fulan apa yang menghalangi kamu untuk shalat bersama mereka? lalu menjawab: Ya rasulullah saya sedang junub dan tidak ada air. Bersabda: Hendaklah kamu memakai tanah yang suci, itu sudah cukup bagimu”[44].
Hukum-hukum lain berhubungan dengan mandi junub:
1. Orang junub tidak boleh masuk mesjid; telah diriwayatkan dari nabi SAW bahwasanya Beliau tidak pernah membiarkan seseorang junub untuk melintasi mesjid dan duduk di dalamnya kecuali Ali bin Abu Thalib ra. Dan diriwayatkan oleh Athiyah al-Aufi dari Abu Sa’id al-Khadari berkata: Nabi telah bersabda: “Tidak pantas bagi seorang muslim untuk junub di dalam mesjid kecuali aku dan Ali”.
Ulama Maliki mengomentari: Kasus tersebut dibolehkan, karena rumah Ali berada di mesjid, sebagaimana juga rumah nabi SAW berada di mesjid, sekalipun kedua rumah tersebut tidak berada persis di dalam mesjid tetapi berdempetan dengan mesjid dan pintu keduanya berada di mesjid maka nabi SAW menjadikannya bagian dari mesjid lalu bersabda: Tidak pantas bagi seorang muslim... seperti hadits di atas. Kata Abdullah bin Umar: Mereka sebenarnya tidak junub di dalam mesjid tetapi junub di rumah masing-masing.
2. Ulama Maliki tidak membolehkan orang junub membaca al-Qur’an kecuali sekedar untuk memohon perlindungan. Telah diriwayatka oleh Musa bin Oqbah dari Nafi’ dari Ibn Umar berkata: Sabda rasulullah SAW: “Hendaklah tidak membaca orang junub dan haid sesuatu apapun dari al-Qur’an” [45]. Dan hadits dari Ali berkata: Adalah rasulullah SAW tidak diam dari membaca al-Qur’an sedikitpun kecuali jika dia sedang junub” [46]. Hadits lain dari Ibn Abbas dari Abdullah bin Rawahah: Bahwasanya rasulullah SAW melarang kepada kita membaca al-Qur’an dalam keadaan junub.
3. Jumhur ulama dan para ahli fiqhi sepakat: Dibolehkan pada mandi junub menyiram dan membasuh saja seluruh anggota badan sekalipun tidak menggosok-gosoknya, berdasarkan hadits Maimunah dan Aisyah menyifati mandi nabi SAW. Dan para imam Mazhab meriwayatkan kedua hadits tersebut mengatakan: Bahwasanya nabi SAW meratakan air pada seluruh tubuhnya, dan itu juga pendapat Muhammad bin Abdulhakam...
4. Membasuh tangan 7 kali dan faraj (kemaluan) 7 kali: Hadits dari Aisyah dan Maimunah: Bahwasanya nabi SAW setiap mandi junub membasuh tangannya tujuh kali dan kemaluannya tujuh kali.
5. Niat sebelum mandi junub: Mazhab Malik mengharuskan niat bagi mandi junub, berdasarkan firman Allah: (فاغسلوا) “maka mandilah”, yaitu perintah berniat dan menyegerakan mandi. Ini adalah pendapat Imam Malik, didukung pula imam Syafi’i, Ishak dan Abu Tsaur.
Sebagaiman firman Allah:
(وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين)
Terjemah Arti: “dan tiada diperintahkan kepadamu kecuali menyembah kepada Allah dengan tulus menjalankan agama” (QS. Al-Bayyinah: 5) :
Iklash (tulus) adalah niat dalam mendekatkan diri kepada Allah, dimaksudkannya untuk mengerjakan apa yang telah diperintahkan Allah kepada hamba-Nya yang beriman. Hal ini juga telah ditegaskan nabi SAW dalam sabdanya: “Sesungguhnya segala perbuatan harus dengan niat”, dan mandi junub adalah perbuatan ketaatan.
6. Kadar air dipakai mandi junub: Imam Malik meriwayatkan dari Ibn Syihab dari Urwah bin az-Zubair dari Aisyah ummul mu’minin ra berkata: Bahwasanya rasulullah SAW mandi dari satu wadah yaitu “al-farraqu” untuk madi junub. Kata Ibn Wahab: “al-farraqu” sejenis ukuran terbuat dari kayu, kira-kira setara 5 qisth ukuran Bani Umayyah, atau sekarang kira-kira seukuran ember No. 5 (lima liter). Ini mengisyaratkan tidak berlebih-lebihan mempergunakan air, karena segala yag berlebihan adalah tabsir[47].
43. Lihat: Al-Qurthubi, (menafsirkan ayat ke-43 surah an-Niasaa).
44. HR: Bukhari.
45. HR: Ibn Majah.
46. HR: Ad-Daraqathni dari Sufyan dari Mas’ar, Syu’bah dari Umar bin Murrah dari Abdullah bin Salamah.
47. Lihat: Al-Qurthubi, (menafsirkan ayat ke-43 surah an-Niasaa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar