Simbol, Syirik dan Spirit
Ernst
Cassirer (1874 – 1945) seorang filosof modern dalam bukunya Philosphie Der
Symbolichen Formen, mengatakan: “Manusia adalah hewan yang bersimbol”. Tentu
Cassirer tidak salah karena memang pada kenyataannya hubungan antara manusia dengan
simbol-simbol sangat erat. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dengan
ungkapan-ungkapan yang simbolis, ungkapan yang simbolis ini merupakan ciri khas
manusia, yang membedakannya dengan hewan. Bahkan filosof tersebut menegaskan
bahwa manusia itu tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia secara
langsung kecuali melalui berbagai simbol. Kenyataan memang sekadar fakta-fakta
tetapi sebenarnya mempunyai makna psikis, karena simbol mempunyai unsur pembebasan
dan penglihatan.
Nabi
Ibrahim as pun mengenal Tuhan setelah – terlebih dahulu – mengenal
simbol-simbol yang mendekatkannya pada-Nya, sebagaimana dikisahkan di dalam
Alquran, Allah berfirman:
(Ketika
malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah
Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka
kepada yang tenggelam; Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata:
“Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya
jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang
sesat; Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan) (QS. al-An’am: 74 – 78).
Bintang,
bulan dan matahari tidak lain adalah symbol-simbol yang mengantarkan nabi
Ibrahim as mengenal Allah yang Maha Perkasa, yang menghidupkan dan yang
mematikan. Agama adalah sebuah institusi sistem kepercayaan yang mengandung
keyakinan serta imajinasi manusia tentang keberadaan yang gaib, yaitu tentang
hakikat hidup dan mati dan tentang wujud Tuhan dan makhluk-makhluk halus yang
mendiami alam gaib. Keyakinan-keyakinan seperti itu biasanya diajarkan kepada
manusia dari kitab-kitab suci agama yang bersangkutan atau dari mitologi dan
dongeng-dongeng suci yang hidup dalam masyarakat. Sistem kepercayaan sangat
erat hubungannya dengan sistem upacara-upacara keagamaan dan menentukan tata
cara dari unsur-unsur, acara, serta keyakinan alat-alat yang dipakai dalam
sebuah upacara.
Tujuan
sistem upacara keagamaan adalah untuk digunakan sebagai media hubungan manusia
dengan Tuhan, yang dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Sistem upacara
keagamaan ini melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam sistem
kepercayaan. Seluruh sistem upacara keagamaan terdiri dari aneka macam upacara.
yang terdiri dari kombinasi berbagai macam unsur upacara, misalnya berdo’a,
bersujud, berzakat, berkurban, dan sebagainya.
Kedudukan
simbol dalam agama sebagaimana dapat dilihat dalam kegiatan atau upacara
keagamaan. Tindakan simbolis dalam upacara keagamaan merupakan bagian sangat
penting karena tindakan simbolis ini melambangkan komunikasi manusia dengan
Tuhan. Simbolisme dalam agama dapat dilihat pada segala bentuk upacara
keagamaan dalam bentuk-bentuk kisah nabi, mulai dari Nabi Adam as sampai dengan
nabi Muhammad SAW.
Cara-cara
berdo’a manusia dari dulu dampai sekarang selalu diikuti dengan tingkah laku
simbolis, misalnya mengucapkan do’a sambil menengadahkan kedua telapak tangan
dan seraya mendongakkan kepala ke atas, seolah siap menerima sesuatu dari Tuhan.
Semua kegiatan dalam kehidupan manusia, baik yang bersifat religius maupun
non-religius, pada umumnya melibatkan simbolisme.
Api
Obor Asian Games Ke-18:
Dalam
kaitannya denga kasus di atas, maka mengarak dan menyalakan Api Obor Asian
Games Ke-18 yang akan dimulai pelaksanaannya besok (18/8/2018) di Jakarta dan
Palembang itu adalah juga merupakan tradisi simbol. Dimana tradisi simbol
tersebut lahir dari berbagai ekspresi manusia di dalam membentuk dan memberi
makna terhadap forma atau bentuk-bentuk yang hidup dari objek yang ada di
sekelilingnya dan terhadap fakta spirit yang trasedental. Dan dari hasil
ekspresi tersebut maka dapat melahirkan berbagai tradisi simbolisme dalam
bentuk-bentuk seni, olahraga dan budaya. Dan lewat seni, olahraga dan budaya
tersebut dapat melahirkan berbagai pesan komunikatif antara manusia dengan
sesama manusia.
Api
Obor Asian Games Ke-18 kali ini diambil dari api abadi Mrapen yang sudah menjadi
langganan pengambilan api obor beberapa agenda nasional dan internasional sejak
era Presiden Soekarno hingga saat ini. Api Abadi Mrapen untuk kali pertama
diambil untuk upacara pembukaan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau
Games of the New Emerging Forces (Ganefo) I pada 1 November 1963. Dan ujuan
simboliknya sangat jelas yaitu agar bisa menjadi pembakar semangat seluruh
atlet nasional yang akan berlaga di Jakarta dan Palembang. Mengapa harus api?
Api
merupakan unsur elemen yang panas dan mudah membakar bila tersentuh benda lain.
Ciri-ciri api adalah warnanya yang merah, panas, halus. Dan karakternya tidak
mau bersahabat dengan benda lain, juga sensitif dengan benda disekelilingnya
seperti bahan-bahan yang mudah terbakar dan api pun mampu melahap puluhan
rumah. Api berguna sebagai penerangan jalan atau rumah dizaman dahulu. Baik
melalui damar cempor, obor, atau penerangan-penerangan lain. Api juga digunakan
sebagai alat untuk memasak air, menanak nasi, memanggang ikan atau
ayam. Api bermanfaat pula untuk menghangatkan tubuh. Sebagaimana api juga
berguna untuk kegiatan pramuka seperti: api unggun, sebagai sandi ketika
seseorang tersesat dihutan, mengusir binatang buas.
Adapun
relasinya sangat jelas yaitu api sebagai simbol keberanian, keangkuhan,
kebesaran, persaudaraan, pergerakan, serta pengorbanan. Api juga memberikan
arti sesuatu yang berkuasa, rasa emosi, egois, serta apatis. Api juga diartikan
sebagai simbol semangat yang berkobar. Orang atau kelompok tertentu yang
memiliki semangat yang berkobar akan membuat gentar lawan. Menengok dari
kekalahan islam diperang salib, orang islam mulai berputus asa dengan
perjuangannya dimedan perang, merasa ciut nyali dengan sedikit pasukan, namun
atas kecerdasan dan kejernihan hati sang pemimpin, Shalahuddin al-Ayyubi,
akhirnya mampu membakar semangat orang islam dan membawanya pada kemenangan.
Simbol
Bukan Syirik: Di dalam islam mengangkat sebuah simbol bukan
mengaungkannya yang dapat membawa kepada kemusyrikan, tetapi menjadikan simbol
itu sebagai harapan optimisme bagi pelakunya. Adalah Rasulullah SAW dalam
berbagai hadits, pandangan dan arahan-arahannya yang mulia senantiasa
menganjurkan rasa optimesme yang tinggi. Seperti nabi dari Abu Hurairah ra
berkata: “Adalah Rasulullah SAW menyukai sifat optimis; karena sifat optimis
itu menumbuhkan perasangka baik terhadap Allah SWT …” (HR. Ibn Majah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar