My Buku Kuning Center : I'TIKAF DALAM MESJID DI BULAN RAMADHAN

DROP MENU

Jumat, Juli 27, 2012

I'TIKAF DALAM MESJID DI BULAN RAMADHAN


Serial Bulan Ramadhan: Tafsir Ayat-Ayat Puasa (02/ 12)
Festival Bulan Suci Ramadhan 1433 H.  (H: 07) 

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
(Janganlah Bercinta Dalam Keadaan Beri'tikaf Dalam Mesjid)
Oleh: Med HATTA
Mukaddimah:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد! 
I'tikaf:
I'tikaf, berasal dari bahasa Arab ‘akafa yang berarti menetap, mengurung diri atau berdiam. Pengertiannya dalam konteks ibadah dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid, sebagai manifestasi ketaatan untuk ber-munajat mencari keridhaan Allah SWT dan ber-muhasabah (introspeksi) merenungi segala dosa dan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Orang yang sedang beriktikaf disebut juga "mu’takif".

Lanjutan Tafsir Ayat-Ayat Puasa:
Allah berfirman:
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٨٧)
Artinya: "(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS: 2: 187). 
Ayat ini masih sambungan dari ayat-ayat puasa yang sudah dibahas sebelumnya, kali ini berbicara tentang i'tikaf di mesjid. Hal ini juga menunjukkan betapa di bulan suci Ramadhan telah di buka banyak sekali kesempatan untuk memperbanyak ibadah, dan lebih fokus mendekatkan diri kepada Sang Pencipata, yaitu Allah SWT. Salah satu media yang paling efektif untuk muhasabah (introspeksi) diri, merenungi segala kesalahan yang pernah diperbuat masa lalu, kemudian bertobat, dan berusaha lebih mendekatkan diri kepada-Nya itu adalah media i'tikaf ini.


Karena al-mu'takif (pelaku i'tikaf) dalam media ini dianjurkan untuk melakukan meditasi ketaatan kepada Allah selama ber-i'tikaf, oleh karena itu harus memenuhi segala ketentuaannya. Secara syariat Islam i'tikaf dimaksudkan: Konsukuen melakukan suatu ibadah ketaatan khusus, pada waktu tertentu, dengan syarat dan tempat yang telah di pastikan pula. 

Sepakat para ulama bahwa i'tikaf itu bukan wajib, ia hanya merupakan ibadah ketaatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,  dan sunnah dari sunnah-sunnah yang senantiasa dikerjakan oleh rasulullah SAW, para sahabat dan isteri-isteri nabi SAW. Dan nabi sangat konsukuen melakukannya sendiri. Oleh karena itu di antisifasi atau tidak dianjurkan untuk mencobanya bagi orang yang tidak mampu memenuhi ketentuan dan hukum-hukumnya, yang akan dijelaskan nanti.
Sunnah I'tikaf Dalam Islam:
Allah berfirman:
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ 
Artinya: "(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf ";
Allah SWT menjelaskan bahwa mencampuri isteri adalah membatalkan i'tikaf, dan sepakat para ulama bahwa berhubungan intim antara suami isteri secara sengaja pada tempat "senggama" dalam prosesi ia ber-i'tikaf, maka membatalkan i'tikafnya. 

Namun berbeda pandang ulama tentang konsukuensi yang harus dikenakan bagi pelakunya; menurut al-Hassan Bashri dan az-Zuhri: Hukumannya itu sama seperti mencampuri isterinya sedang ia berpuasa Ramadhan. Adapun jika ia menyentuh isterinya tidak dimaksudkan senggama, apabila ia melakukan dengan perasaan (nafsu) maka hukumnya makruh, bila tidak memaksudkan seperti itu maka tidak di makruhkan; karena Aisyah ra bercerita pernah menyisir kepala rasulullah SAW sedang beliau dalam prosesi ber-i'tikaf, dan tidak menutup kemungkinan Aisyah juga menyentuh tubuh rasulullah SAW dengan tangannya, ini bisa menunjukkan bahwa menyentuh saja tanpa perasaan tidak di larang, ini adalah pendapat Atha, Syafi'i dan Ibn al-Mundzir. 
Hukum-Hukum I'tikaf Lainnya:
Allah berfirman:
فِي الْمَسَاجِدِ
Artinya: "di dalam mesjid";
Sepakat para ulama bahwa i'tikaf tidak dapat di lakukan kecuali hanya di dalam mesji, sebagaimana pada ayat di atas. Namun mereka berbeda pendapat tentang mesjid yang di maksud, kepada beberapa pendapat seperti:
  1. Riwayat dari Khuzaifah bin al-Yamman dan Sa'id bin al-Musayyib: Tidak membolehkan ber-i'tikaf kecuali pada mesjid-mesjid tertentu saja yang dibangun oleh seorang nabi, seperti: Mesjidil Haram - Makkah, Mesjidin Nabawi as-Suarif - Madinah, dan Mesjid Ilaa - Madinatul Quds.
  2. Riwayat dari Sayyidina Ali bin Abu Thalib dan Ibn Mas'ud: Boleh melakukan i'tikaf pada mesjid yang mempunyai banyak jama'ah, karena ayat mengisyaratkan kepada jenis mesjid. Pendapat ini juga di dukung oleh Urwah, al-Hikam, Hammad, az-Zuhri dan Abu Ja'far Muhammad bin Ali. Ini juga merupakan salah satu pendapat Malik.
  3. Riwayat dari Sa'id bin Jabir, Abu Qalabah dan lainnya: Boleh ber-i'tikaf pada semua mesjid, pendapat ini didukung pula oleh as-Syafi'i, Abu Hanifah dan pengikut keduanya. Dalilnya adalah konteks ayat yang bersifat umum pada setiap mesjid yang terdapat di dalamnya imam dan mu'azzin. Dan ini juga salah satu pendapat Malik, didukung juga Ibn 'Athiyah, Daud bin Ali, at-Thabari dan Ibn al-Mundzir. Sebuah riwayat dari ad-Daraqathni dari ad-Dhahhak dari Khuzaifah mengatakan: Saya pernah mendengarkan rasulullah SAW bersabda: "Setiap mesjid yang mempunyai seorang mu'azzin dan imam maka boleh ditempati ber-i'tikaf". 
Firman Allah:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا
 Artinya: "Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya";
Yaitu hukum-hukum berupa larangan Allah maka janganlah kamu melanggarnya. Kata tunjuk "itulah" pada ayat, mengisyaratkan kepada semua perintah dan larangan-larangan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Sedangkan kalimat "hudud" dari asli bahasa Arab "al-had" artinya larangan atau batasan, di sebut larangan Allah karena menghindarkan masuk sesuatu ke dalamnya selain dari padanya, atau keluar darinya yang semestinya bagian dari padanya. Oleh karena itu banyak istilah-istilah hukum Islam di ambil dari kalimat ini, misalnya: Al-hudud (larangan) di pakai juga untuk menyebutkan "al-ma'ashi" (dosa-dosa), karena melarang pelakunya mengulangi perbuatannya; sebagaimana juga disebut "al-had" (batasan) kepada "al-'iddah" (batasan perceraian), karena untuk menghindarkan dari perbuata zina. 
Firman Allah:
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ 
Artinya: "Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia"; 
Yaitu sebagaimana Allah telah menjelaskan batasan-batasan tersebut, Dia juga menjelaskan hukum-hukumnya agar manusia waspada melampauinya. Dan kalimat "ayat-ayat": Yaitu tanda-tanda yang menunjukkan kepada kebenaran. Selanjutnya Allah menutuf ayat ini dengan sangat indah, yaitu merupakan tujuan semua ibadah ketaatan yaitu "Taqwa", Allah berfirman:   
لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٨٧)
Artinya: "supaya mereka bertakwa.” (QS: 2: 187).  
Kajian yang Lalu:
  1. Kasus-Kasus Pelanggaran Dalam Menjalankan Ibadah Puasa
  2. Imsak Benang Putih dan Benang Hitam Waktu Fajar
  3. Ibadah Puasa Syariat Rahmatan Lil-'Alamin
  4. Takbir Idul Fitri Sarana Mempersatukan Umat
  5. Ru'yatul Hilal & Mencukupkan Bilangan Asli Puasa ramadhan
  6. Sejarah Hisab Dalam Tradisi Ibadah Puasa Umat Islam 
  7. Bulan Ramadhan Di Tetapkan Dengan Menyaksikan Hilal Secara Langsung
  8. Puasa Ramadhan Membatalkan Hukum Puasa Sebelumnya
  9. Awal Ramadhan 1433 H Akan Masuk Pada Malam Sabtu (21/07/'12) 
  10. Menyambut Pestival Amal shaleh
  11. Menghidupkan Bulan Sya'ban 
Artikel yang berhubungan:
Karya Terbaru Penulis:
Beli Buku!


歓迎 | Bienvenue | 환영 | Welcome | أهلا وسهلا | добро пожаловать | Bonvenon | 歡迎

{} Thanks For Visiting {}
{} شكرا للزيارة {}
{} Trims Tamu Budiman {}


MyBukuKuning Global Group


KLIK GAMBAR!
Super-Bee
Pop up my Cbox
Optimize for higher ranking FREE – DIY Meta Tags! Brought to you by ineedhits!
Website Traffic