Materi Sirah Nabawiyah (07)
Untuk Mahasiswa Semester II (2012-2013)
Dakwah Islam Face To Face Dengan Kaum Musyrik Quraisy
Dosen: Med HATTAبسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد!
Reaksi Bangsa Quraisy Terhadap Da’wah:
Adalah reaksi kaum Quraisy terhadap dakwah Islam pada mulanya
hanyalah sebatas bualan dan ejek-ejekan saja, maka apabila Muhammad lewat dihadapan
mereka atau melihat dia melaksanakan shalat di Ka’bah mereka meledek sambil
mengerdip-ngerdipkan matanya, mentertawakan, dan mengolok-olokknya tapi tidak
sampai menyakitinya secara fisik.
Mereka para komunitas Makkah memandang dakwah Muhammad
tidak ada bedanya dengan dakwah-dakwah “jempolan” sebelumnya seperti dakwah “Umayyah
bin Abusshalt”, dan “Qish bin Sa’idah”, yang hanya akan berlalu saja dan setelah
menghilang dengan sendirinya. Mereka tidak mempermasalahkannya selama itu tidak
menyentuh tuhan-tuhan (kepercayaan) mereka.
Namun, kenyataan bahwa pengikut-pengikut Muhammad SAW
dari hari ke hari semakin meningkat, dan ditambah lagi setelah turun ayat-ayat
yang melecehkan berhala-berhala (tuhan-tuhan Quraisy); merendahkan Quraisy
bahwa mereka menyembah tuhan-tuhan yang tidak dapat melihat dan mendengar, tidak
bisa memberikan manfaat dan mendatangkan mudharat. Serta mencela pola pikir
mereka yang tidak bisa membedakan kebenaran dan kesesatan, serta kegelapan dan cahaya...
Maka semenjak dari itulah mereka mulai menyakiti Muhammad
SAW dan pengikut-pengikutnya dari orang-orang yang sudah memeluk Islam, dan mereka
bersepakat di antara sesama Quraisy agar selalu mengganggu orang-orang Islam
agar meninggalkan agama mereka, lalu Abu Thalib bertindak mengawal ketat
Muhammad dari gangguan kaum Quraisy.
Orang-orang Quraisy mulai resah karena tidak akan bisa
menyentuh Muhammad SAW selama ia selalu dalam pengawasan Abu Thalib, Muhammad
mendapatkan perlindungan yang sangat ketat oleh pamannya. Oleh karena itu
mereka bersepakat untuk membicarakan perihal Muhammad, maka diutuslah delegasi
khusus dari para bangsawan Quraisy untuk berembuk bersama Abu Thalib agar dia
bisa membujuk Muhammad menghentikan dakwahnya dan berhenti mencela tuhan-tuhan dan
mengumpat agama mereka, serta mencela moyang mereka. Atau Abu Thalib membiarkan
saja Muhammad (tidak melindunginya) agar mereka leluasa memperlakukannya sesuai
kemauan mereka.
Maka Abu Thalib menanggapi mereka dengan sangat
diplomatis,,, Akan tetapi setelah pertemuan itu orang-orang Quraisy menganggap
tidak menguntungkan dipihaknya sama sekali, karena Muhammad masih saja bebas
berkeliaran, mengumpat tuhan-tuhan mereka dan mencela moyang mereka ,sedangkan
Abu Thalib masih saja terus melindunginnya bahkan semakin diketatkan
pengawalannya.
Maka delegasi pemuka Quraisy kembali lagi kedua kalinya
menemui Abu Thalib, dan menegaskannya bahwa mereka sudah tidak bisa bersabar lagi
membiarkan Muhammad mencaci maki moyang mereka dan menghina tuhan-tuhan (agama)
mereka, lalu mereka memberikan dua solusi alternatif kepada Abu Thali: Pertama,
agar melarang aktifitas dakwah keponakannya (Muhammad); atau pilihan kedua, mengumumkan
perang terbuka antar keluarga hingga salah satu kelompok di antara mereka ada
yang hancur lebur.
Mendengarkan itu Abu Thalib langsung merinding, ia
diperhadapkan antara dua pilihan yang semuanya tidak ada yang menguntungkan, yaitu
membiarkan keponakannya Muhammad diperlakukan semena-mena oleh bangsa Quraisy,
atau menyetujui ajakan perang yang tidak dapat dipradiksi akibat yang akan
ditimbulkan dan ujung pangkalnya.
Oleh karena itu Abu Thalib memanggil Muhammad dan
menyampaikan hasil pertemuannya bersama pemuka-pemuka Quraisy, lalu mengatakan
kepada Muhammad: “Pertimbagkanlah baik-baik dan janganlah memposisikan driku
kepada sesuatu yang tidak sanggup ku-lakukan”. Rasulullah menyangka bahwa
pamannya telah melepaskannya dan tidak sanggup melindunginya lagi, maka ia
menjawab pamannya:
“والله يا عم لو وضعوا الشمس فى يمينى والقمر فى يسارى على ان اترك هذه الامر حتى يظهره الله أو اهلك فيه ما تركته”،“Demi Allah, wahai pamanda, meskipun mereka meletakkan matahari ditangan kanan-ku, dan bulan ditangan kiri-ku, agar aku menghentikan urusan (dakwah) ini, niscaya aku tidak akan menghentikannya hingga ditampakkan (hakikatnya) oleh Allah atau aku celaka karenanya”,
Lalu rasulullah
SAW menghambur keluar sambil menangis, maka Abu Thalib pun memanggilnya dan
berkata: “Lantutkan wahai keponakanku, dan sampaikanlah apa yang menjadi
kewajibanmu, maka demi Allah aku tidak akan membiarkan terjadi sesuatu yang
buruk kepadamu”.
Nampaknya
bangsa Quraisy tidak mau kehabisan akal, mereka mencoba lagi cara lain yang
menurut mereka bisa melunakkan hati Abu Thalib, maka mereka pun memilih seorang
pemuda Quraisy yang paling gagah, rupawan, dan yang paling jenius di antara
mereka, yaitu “Ammara bin al-Walid”, mereka datang menawarkan pemuda tersebut
ke Abu Thalib agar dijadikannya anak, imbalannya adalah agar Abu Thalib
menyerahkan Muhammad untuk mereka bunuh, maka Abu Talib – geram – menjawab: “Sungguh
buruk sekali sangkaan kalian terhadap saya, apakah denga cara ini kalian ingin
memberikan anak itu untuk saya beri dia makan yang enak-enak, lalu kalian
meminta saya menyerahkan anak saya untuk kalian bunuh?, demi Allah, hal itu
tidak akan terjadi selamanya”.....
Ketika Quraisy
sudah mentok, tidak ada cara lain lagi bagi mereka untuk menghentikan dakwah Muhammad,
mereka pun menempuh cara-cara licik, yaitu menteror orang-orang yang sudah
masuk Islam dengan memperlakukan kepada mereka berbagai bentuk penyiksaan,
menyiram kepala mereka dengan air kotor. Dan setelah Abu Thalib menyaksikan
pemandangan yang tidak mengenakan seperti ini, iapun mengumpulkan semua
keturunan Bani Hasyim dan Banil Muttalib untuk sama-sama membuat pengawalan
ekstra ketat terhadap rasulullah SAW untuk melindunganyi dari gangguan-gangguan
Quraisy, dan membantunya menghadapi bangsa Quraisy, maka semuanya (muslim dan
kafir) bersedia melakukan pengawalan tersebut kecuali Abu Lahab saja yang
menolaknya mentah-mentah karena kesesatannya yang sudah mendalam.
Belum saja
berhenti Quraisy ingin menghalangi dakwah Muhammad, kali ini mereka mencoba
uslub baru, tidak melalui Abu Thalib lagi tapi mereka menfokuskan kepada rasulullah
SAW, sebagai penanggung jawab dakwah langsung. Yaitu mempergunakan uslub licik
dengan mengiming-imingi harta dan kedudukan, maka mereka mengutus diplomat
ulungnya yaitu Utbah bin Rabi’ah.
Diplomat Utbah
memulai bujukannya kepada rasulullah SAW: “Jika kamu (Muhammad) hanya menginginkan
kekayaan saja dari urusanmu ini maka kami akan mengumpulkan semua kekayaan kami
untukmu sehingga kamu menjadi orang yang terkaya di antara kami; jika kamu
menginginkan kehormatan dengannya maka kami semua akan tunduk kepadamu sehingga
kami tidak mengambil keputusan apapun selain persetujuanmu; jika kami
mengininkan kekuasaan maka kami akan menjadikanmu raja kepada kami; dan jika
kamu ini telah kemasukan sesuatu maka kami akan mendatangkan kepadamu seorang
tabib dan mengeluarkan semua kekayaan kami untuk menyembuhkanmu”.
Maka setelah
Utbah mengakhiri kalimatnya, rasulullah pun memintanya untuk mendengarkan darinya
beberapa ayat dari firman Allah:
حم (١) تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٢) كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (٣)
Artinya: “Haa Miim; diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang; kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS: 041: 1-3).
Ketika Utbah
mendengarkan ayat-ayat itu dibacakan oleh rasulullah SAW, ia terdiam saja
mendengarkannya hingga rasulullah SAW sampai kepada ayat sujud dan rasulullah
SAW bersujud. Dan bersabda: “Apakah kamu mendengarkannya wahai Abul Walid?”, ia
menjawab: Ya aku telah mendengarkannya, lalu berkata: Demikian itukah kamu
(Muhammad).
Kemudian Utbah
pulang kepada Quraisy dengan bungkam seribu bahasa, lalu yang lain saling berkomentar:
Abul Walid datang dengan membawa muka tidak seperti waktu dia pergi, lalu
mereka mengintrogasinya, katakan apa yang telah terjadi kepadamu? Maka ia
mengatakan: “Dia (Muhammad) telah memperdengarkan kepadaku suatu perkataan yang
belum pernah aku mendengarkan sebelumnya; ia bukan penyair; bukan seorang
dukun; dan bukan penyihir”.
Utbah
menyarankan kepada mereka agar tidak mengganggu Muhammad, jika bangsa Arab
membunuhnya maka sungguh telah sangat biadab, jika membiarkan dan mengikutinya
maka meraka akan menjadi bangsa yang paling berbahagia dengannya, dia akan
menjadikan bangsa Arab berkuasa di negerinya sendiri dan membuatnya bangga
dengan kemuliannya. Orang-orang Quraisy menuduh Utbah: Demi Allah, sungguh
Muhammad telah menyihirmu wahai Abal Walid. Lalu Utbah menjelaskan: Ini adalah
pandagan pribadi saya, maka kalian lakukanlah apa yang kalian amggap baik.
Bangsa Quraisy
tidak berhasil membujuk rasulullah SAW dengan iming-iming harta dan kekuasaan,
sedangkan dakwahnya semakin tersiar dan menyebar, oleh karena itu mereka
mempergunakan metode lain dengan meminta mukjizat kepadanya agar mereka
mempercayainya. Pada suatu hari mereka berkumpul disekitar Ka’bah dan
mengundang nabi Muhammad lalu memintanya agar dia memohon kepada Tuhan-nya supaya
meratakan gunung-gunung yang buat sempit kota Makkah; mengalirkan sungai-sungai
di atasnya seperti sungai-sungai di Syam dan Iraq; dan meminta agar dihidupkan
kembali nenek moyang mereka di antaranya Qushai bin Kilab sehingga mereka bisa
menanyainya apakah ajaran yang dibawanya (Muhammad) benar atau batil.
Jika Tuhan-nya
Muhammad mengabulkan semua permintaan itu, mereka akan mempercayainya dan
mengakuinya sebagai rasul Allah yang diutus kepada mereka.
,,,(BERSAMBUNG | KLIK DI SINI).
Materi Sebelumnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar