Materi Sirah Nabawiyah (10)
Untuk Mahasiswa Semester II (2012-2013)
Hijrah ke Habasyah (Ethopia - Afrika)
Dosen: Med HATTAبسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وبعد!
Hijara Pertama dalam Islam:
Dalam suasana sulit disiksa dan diteror, serta ketidak
berdayaan kaum muslimin membela dirinya sendiri, maka rasulullah SAW
menyarankan kepada mereka untuk berhijrah ke Habasyah (sekarang Ethopia –
Afrika), nabi bersabda: “Jika kalian berhijrah ke Habsyah, maka di sana kalian
akan menemukan seorang raja yang di negerinya tidak terzalimi seorang pun di
sisinya, dan negeri itu cukup kondisif
sampai Allah menjadikan jalan yang tebaik bagi kalian”.
Maka berhijrahlah orang-orang Islam ke Habasyah takut
terjadi mala petaka yang lebih besar dan berlari kepada Allah demi menjaga
agama mereka, maka dikenal-lah kemudian sebagai hijrah pertama di dalam sejarah
Islam. Hijrah umat Islam ke Habasyah terjadi pada dua fase: Pertama,
pada bulan Rajab tahun ke-5 dari kerasulan; kedua, pada bulan Syawal di
tahun yang sama, dan menurut riwayat bahwa rombangan hijrah kaum Muslimin pada
waktu itu terdiri dari 11 orang laki-laki dan 4 orang wanita.
Mereka keluar dari kota Makkah secara sembunyi-sembunyi,
di antaranya ada yang mengendarai dan sisaanya berjalan kaki sampai ke sebuah
dermaga kecil di pesisir laut Merah yang dikenal kemudian dengan nama pelabuhan
“Syibah”. Lalu Allah memudahkan perjalanan umat Islam dengan tersedianya
di sana dua kapal dagang yang segera mengangkut mereka ke pulau Afrika dengan
ongkos setengah Dirham saja, sehingga mereka terbebas dari kejaran Quraisy yang
mengikutinya dari belakang.
Negeri Habasyah bukanlah tempat yang aneh bagi penduduk
Makkah, mereka telah lama balak-balik berdagang ke sana dan pasar-pasarnya
merupakan pasar potensial bagi para pelaku bisnis Makkah, mereka sangat
menyukai negeri itu dan selalu mendapatkan keuntungan yang berlimpah dari
produk-produk yang ditawarkannya.
Begitu pula warga Makkah bagi orang-orang Habasyah
mempunyai kedudukan istimewa, mereka memandangnya sebagai “kekasih Allah” yang
selalu mendapatkan perlindungan dari Allah. Penduduk Habasyah masih selalu
mengenang peristiwa tentara gajah, di mana pada waktu itu - atas perlindungan
Allah – tentara Abrahah mengalami kehancuran, dan Allah menyelamatkan Makkah
serta Baitullah dari keganasan pasukan gajah Abrahah.
Disamping itu, penduduk Habasyah juga dikenal beragama Masehi
yaitu salah satu agama samawi yang meyakini ke-Esa-an Tuhan. Dengan
pertimbangan-pertimbagan di atas dan lain sebagainya, maka rasulullah SAW
memilih negeri Habasyah sebagai tempat hijrah bagi Umat Islam.
Di sana-lah orang-orang Islam memperoleh perlakuan yang
baik dari masyarakat Habasyah, akan tetapi setelah mereka berdiam di sana
selama lebih dari 3 bulan, sebagian di antaranya kembali lagi ke Makkah untuk
melakoni aktifitasnya semula dengan harapan tidak mendapatka lagi teror dan
penyiksaan dari Quraisy. Namun sebaliknya terjadi, Quraisy semakin gencar
melakukan pengejaran dan penyiksaan terhadap mereka maka kembali lagi sebagian
dari mereka ke Habasyah dan disertai umat Islam yang lain, lalu disebut hijrah
Habasyah kedua.
Hijrah Habasyah kedua bagi umat Islam ini tidak terjadi
sekali perjalanan saja namun disusul beberapa kali perjalanan selanjutnya,
karena semakin ketatnya penyergapan Quraisy dan mereka telah memberlakukan
embargo terhadap rasulullah SAW dan keluarga bani Hasyim di dalam komunitas Abu
Thalib. Sehingga dengan demikian bertambah jumlah yang berhijrah ke Habasyah
menjadi 103 orang, dengang perincian: 78 kaum laki-laki, 17 Perempuan, dan 8
orang anak-anak. Dan di antara tokoh besar yang berada dalam kelompok hijrah
ini adalah Ja’far bin Abu Thalib. (Lihat: Sirah Ibn Hisyam).
Sementara bagi sejarahwan yang mengamati nama-nama
Kabilah Arab yang ikut berhijrah ke Habasyah, menemukan bahwa kelompok ini
telah meliputi semua Kabilah Arab Makkah; di antaranya:
- Bani Hasyim terdapat dua orang (laki dan perempuan);
- Bani Umayyah: 3 laki-laki dan 3 perempuan;
- Bani Asad bin Abdel’uzza: 2 orang (laki dan perempuan);
- Banu Huzail: 4 orang laki-laki;
- Banu Tamim: 2 laki-laki dan 1 perempuan;
- Bani Makhzum: 8 orang laki-laki dan seorang perempuan:
- Bani jamah: 7 laki-laki, 3 perempuan, dan 5 orang anak-anak;
- Bani Saham: 14 orang laki-laki;
- Bani Ali: 4 laki-laki, seorang perempuan, dan seorang anak-anak;
- Bani ‘Amir: 8 laki-laki dan 3 perempuan;
- Bani al-Harits: 8 orang laki-laki.
- Dll,,,,
Umat Islam imigran ini hidup selayaknya di Habasyah,
mereka bekerja sebagai diberbagai sektor usaha seperti pertanian, pedagangan,
dan industri. Mereka menekuni kehidupan barunya dengan prilaku yang baik dan
mematuhi undang-undang negara yang berlaku serta menghormati warga setempat,
maka orang-orang Habasyah pun mencintai mereka dan memperlakukannya dengan baik.
Begitu pula raja an-Najjasyi sangat memuliakan mereka dan
mengumumkan terang-terangan atas perlindungannya terhadap mereka, maka mereka
pun melakukan syariat agamanya dengan penuh kebebasan tanpa ada penyiksaan dan
penindasan.
Adapun Quraisy tentu mereka tidak akan mendiamkan begitu
saja keberadaan umat Islam di negeri Habasyah dengan tenang, mereka selalu berusaha mengacaukan keamanan
dan ketenteraman umat Islam, lalu mereka mengutus ‘Amr bin al-‘Ash dan Abdullah
bin Rabi’ah ke raja an-Najjasyi dan pendeta-pendeta Habasyah dengan membawa
hadiah yang banyak, dan mengatakan:
“Sungguh telah mengambil suaka ke negerimu sekelompok
orang-orang bodoh, mereka telah meninggalkan agama kaumnya dan tidak memilih
agamamu, bahkan mereka membawa agama baru yang tidak kami akui dan tentu juga
kamu. Oleh karena itu kami mengutus kepadamu pembesar kaumnya agar engkau
mengembalikan mereka kepadanya karena mereka adalah penghulu orang-orang itu
dan lebih mengetahui eksestensi mereka”.
Namun raja an-Najjasyi menolok mengembalikannya kepada
mereka sebelum menanyakan kepada mereka prihal agama dan nabinya, setelah
mengetahui identitas agama dan nabinya maka raja an-Najjasyi pun meminta mereka
membacakan sebagian dari al-Qur’an, lalu Ja’far bin Abu Thalib membacakan
kepadanya awal surah Maryam, dan terharulah an-Najjasyi dan mengatakan:
“Sesungguhnya inilah yang di bawa oleh Isa tentu keduanya keluar dari sumber
yang satu, maka demi Allah saya tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian
(utusan Quraisy)”.
Selanjutnya ‘Amar bin al-‘Ash berbohong kepada raja
an-Najjasyi agar dia bisa mengelabuinya dan mengatakan: Sesungguhnya mereka itu
telah mengumpat Isa bin Maryam dan mengatakan terhadapnya sesuatu yang amat
nista. Lalu an-Najjasyi menkonfirmasikan atas tuduhan itu dan dijawab oleh
Ja’far: Sesungguhnya Isa adalah hamba Allah, rasul, ruh Allah, dan kalimat-Nya
yang dihembuskannya kepada Maryam al-Uzara, maka seketika an-Najjasyi
memukulkan tangannya di lantai seraya mengulang-ulang ucapan Ja’far.
Kemudian berkata: Demi Allah bahwa Isa bin Maryam tidak
lain adalah seperti apa yang kamu katakan, maka bangkitlah dan kalian aman di
negeriku, barang siapa yang mecela kalian akan dikenakan denda, setelah itu
an-Najjasyi mengembalikan kepada kedua utusan (‘Amr dan Abdullah) semua
hadiah-hadiah dan mengatakan kami tidak butuh semua ini. Demikianlah kedua
utusan Quraisy itu pulang ke Makkah dengan membawa kekecewan yang mendalam dari
negeri Habasyah, adapun orang-orang Islam menikmati keamanan dan kedamaian
serta bebas menunaikan syariat agamanya tanpa ada tekanan.
Umat Islam imigran tinggal di negeri Habasyah hingga
tahun ke-7 Hijriah, maka rasulullah SAW mengutus delegasi khusus untuk
menjemput mereka lalu mereka pun pulang dan Allah mengizinkan umat Islam
eksvansi ke Khaibar. Maka pada saat itulah rasulullah SAW merasa bahagia dan
bersabda: “Demi Allah, aku sudah tidak tau lagi membedakan mana di antara
keduanya yang lebih membahagiakan diriku, apakah karena pembebasan Khaibar atau
kedatangan kembali Ja’far”... (BERSAMBUNG | Klik DiSini).
Materi Sebelumnya:
- Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
- Pengantar Sirah Nabawiyah
- Sirah Nabawiyah II (Periode Makkah I)
- Sirah Nabawiyah III (Karir Nabi Muhammad SAW)
- Sirah Nabawiyah IV (Menikah dengan Khadijah)
- Sirah Nabawiyah V (Periode Makkah II)
- Sirah nabawiyah VI (Dakwah Islam di Mulai)
- Sirah Nabawiyah VII (Penolokan Quraisy Terhadap Dakwah)
- Sirah Nabawiyah VIII (Penentangan Terbuka dan Penyiksaan Fisik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar