Satu Bulan di
Maroko
Masrur Makmur
Latanro
Sebulan perjalanan Maroko (Jan 2020) membuat saya semakin dewasa
melihat cara berbagai negara memandang dunia.
Apalagi keberadaan saya selama disana ditemani DR Med Hatta yang
sebagian besar usianya dihabiskan di Al-Mamlaka Al-Magribiyah, Maroko.
Ambil semisal, Italy yang way of life-nya mereka sebut Pantha
rei hidup ini selalu berubah, tidak pernah datar. Kalau berdagang hari ini
untung, lalu besok buntung itulah pantha rei. Mereka sadar hidup ini
fluktuatif. Tidak perlu bermuram durja. Take it easy. Hidup tidak datar,
life is not flat.
Begitu pula masyarakat Nippon-Jepang memandang dunia ini dengan
semangat kerja, mereka menyebutnya Gambatte.
Spirit kerja mereka selalu diucapkan ketika berjumpa atau akan
berpisah sehingga orang Jepang juga dikenal sebagai workaholic worker,
candu kerja atau maniak kerja.
Way of life di dunia Barat berbeda lagi, mereka
memandang di dunia ini sebagai Time is Money. Memang kaum Kapitalis dengan
life style-nya memandang waktu dengan uang. No money, no honey.
Realitasnya mereka individualis, enggan bersosial. Aktifitas sosial hanya
dianggap wasting time, buang waktu.
Bagaimana dengan kehidupan orang Maghribi - Maroko. Saya melihat Maghribian
itu punya prinsip hidup (الدنيا هانية) atau “Dunia
ini penuh kesenangan”. Wajah-wajah orang Maghribi itu teduh, Sejuk dan tentram.
Melihat orang lain penuh persaudaraan, seolah keluarga sendiri.
Kalau melihat output akhlak mereka yang begitu elok nan mulia.
Bagaimana mereka bisa berprilaku seperti itu?
Ternyata prosessing character mereka sebagai amalan yaumiyah,
Orang Maroko seolah berlari ketika Sholat Jumat diserukan. Sejam sebelum Jumatan dimulai masjid - masjid
sudah pada full. Sekitar 48 ribu masjid di Maroko yang ditempati sholat Jumat
diawali zikir dan baca Quran secara berjamaah sebelum acara Jumat dimulai. Ini
sesuai maklumat Al-Quran, jika diserukan Sholat Jumat maka berlarilah dan
tinggalkan jual-beli.
Mereka ke Masjid berpakaian sesuai profesi mereka.
Para profesional dengan jas dan dasinya. Kalangan birokrat berpakain
atribut dan simbol sesuai profesi mereka. Para chef juga dengan seragam
putihnya. Dan mereka jarang berwudhu ketika di Masjid karena mereka tetap istiqomah
memelihara wudhunya, istimraru filwudhu.
Usai sholat Jumat telah menunggu banyak pengungsi Suriah, Palestina
maupun Libanon di depan masjid - masjid. Para pengungsi meminta - minta depan
masjid usai setiap Sholat. Sekitar 2 juta-an pengungsi tinggal di Maroko.
Mereka sudah menganggap Maroko sebagai Homeland mereka sendiri. Walaupun
pemerintah Maroko sekarang ini telah merogoh koceknya $ 1,5 Milyar,
equivalen 150 Trilyun. Para jamaah
Masjid rata-rata merogoh koceknya buat memberi sangu kepada para pengungsi itu.
Para jamaah Jumat sadar bahwa mereka juga adalah saudara kita sesama muslim,
*Innamal mukminuna ikhwaton* Mereka benar-benar ber-fastabiqul
khaerat berbuat kebaikan.
Orang Maroko dalam teks keduniaan tidak terlalu ngoyo dalam bekerja.
Apalagi ambisi megejar dunia, kata mereka (الدنيا هانية والسماء صافية).... dunia ini menyenangkan dan langit
selalu tampak cerah.... Terdapat 250 ribu cafe, terbanyak di dunia, buat mereka
konkow - konkow menghilangkan kepenatan kerja. Bergembira dan tertawa lepas.
Bila diantara mereka ada yang medapat untung yang lebih, maka mereka membayar
kepada cafe itu 10 atau 20 gelas kopi sembari berkata (الباقي معلق للمحتاجين)... sisanya nanti
buat orang yang tidak mampu.
Mereka berpedoman pada ayat al-Quran surat al-Mulk “Famsyu fi
Manakibiha wa kulu min rizkihi wa ilaihi annusyur” … Berjalanlah
di segala penjuru, dan makanlah sebagian dr rezki-NYA.
Sehingga out-put prilaku orang Maroko yang charming, hamble dan
sederhana karena bersungguh-sungguh memperkuat sumbu tali vertikal kepada Allah
Swt tanpa melupakan urusan duniawinya.
ليس بخيركم من ترك دنياه لآخرته، ولآخرته لدنياه حتى
يصيب منهما جميعا
(Bukanlah yang terbaik diantara kalian orang yang meniggalkan dunianya
demi untuk akhiratnya. Atau orang yang mementingkan akhiratnya lalu melupakan
dunianya sehingga kedua-duanya dikerjakan dengan penuh keseimbangan.)
Wallaahu a'lam bisshawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar