*Seminar Nasional Pengusulan
Penganugerahan Gelar
Pahlawan Nasional kepada CPN
AG.KH. Abd Rahman Ambo Dalle
*Catatan Pandangan/Pendapat Orang
dan Tokoh Masyarakat
Tentang Kepahlawanan Anregurutta
KH. Abdurrahman Ambo Dalle (12)
Anregurutta K.H. Abd. Rahman Ambo
Dalle Adalah Sosok Pahlawan
Oleh:
Ahmad Rasyid A. Said
Menurut Wekipedia, kata pahlawan
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu phala-wan yang berarti orang yang dari
dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan
agama, adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam
membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.
Bila merujuk pada pengertian di
atas, tidak dapat dipungkiri bahwa AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle adalah sosok
yang sangat tepat menyandang sebagai pahlawan. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle telah menghasilkan
phala yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama. Phala tersebut adalah
organisasi Daruf Da’wah wal-Irsyad (DDI) bersama ratusan lembaga pendidikan
yang bernaung di bawahnya, masih eksis dan menebar kebaikan hingga saat ini,
melahirkan puluhan ribu alumni yang menyebar diberbagai penjuru, bahkan sampai
ke luar negeri. Dalam mendirikan, membangun, dan mengembangkan Darud Da’wah
wal-Irsyad hingga bisa menghasilkan buah yang berkualitas, AGH. Abd. Rahman Ambo
Dalle totalitas mencurahkan segenap apa yang dimilikinya, bahkan memberikan
pengorbanan yang tidak sedikit, serta melewati berbagai tantangan dan rintangan
yang cukup berat.
Ia memulai kiprahnya di Sengkang
sebagai asisten AGH. M. As’ad (Anregurutta Fung Aji Sade) dalam membina
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang (1930-1938). Lalu, pada tanggal 21
Desember 1938 ia bersama keluarga dan beberapa santri hijrah ke Mangkoso, untuk
memenuhi keinginan Arung Soppeng Riaja beserta masyarakatnya yang Meminta kepada
AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle untuk membuka lembaga pendidikan (angngajing) di
Mangkoso, ibu kota Kerajaan Soppeng Riaja pada masa itu (sekarang masuk dalam
wilayah Kabupaten Barru). Dengan cepat, madrasah itu berkembang pesat ditandai
oleh ratusan santri yang bukan hanya berasal dari daerah sekitar Soppeng Riaja,
tetapi juga berasal dari luar daerah, bahkan luar provensi.
Namun, rintangan mulai muncul
ketika penjajah Jepang mengeluarkan aturan melarang masyarakat berkumpul di
suatu tempat, termasuk melakukan kegiatan belajar. Pemerintah pendudukan Jepang
tidak menghendaki ada kegiatan yang yang dianggap dapat membahayakan Posisi Pemerintah
pendudukannya. Pemerintah pendudukan Jepang merasa curiga pada semua pihak.
Ulama dan lembaga pendidikannnya pun berada di dalam pengawasan yang ketat. AGH.
Abd. Rahman Ambo Dalle pun bersiasat dengan memindahkan tempat belajar dari
semula di masjid dan ruang kelas, ke rumah-rumah guru sesuai bidang studi yang
dipelajari. Siasat itu berhasil mengelabui tantara Jepang sehingga proses
belajar mengajar bisa berlangsung dengan baik. Selain itu, untuk menanamkan patriotism
dan cinta tanah air kepada masyarakat, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle mengubah lagu
Indonesia Raya dalam versi bahasa Arab, namun liriknya mirip lagu mars Jepang.
Demikianlah sehingga Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso yang
dipimpinnya bisa melewati masa-masa itu.
Situasi semakin genting ketika
pasukan pendudukan Jepang digantikan oleh pasukan KL (Koninklijke Leger) dan
KNIL (Koninklijke Netherland Indische Leger) Belanda yang membonceng pada
pasukan Sekutu. Ketika pasukan Sekutu mulai melancarkan serangan udara ke
berbagai daerah di Sulawesi Selatan, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle harus mencari
cara agar Situasi itu tidak menghambat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Ia lalu memusatkan tempat belajar di masjid. Agar suasana belajar di dalam mesjid
tidak tampak dari luar, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle memerintahkan supaya semua
kaca pintu dan jendela dicat warna hitam sehingga cahaya lampu di malam hari
tidak terlihat dari luar. Meski demikian, ia tidak dapat menghindari Jatuhnya korban
ketika dua orang santri MAI Mangkoso yang dikirim mengajar ke madrasah cabang
di Baruga Majene, tertembak mati bersama rakyat akibat kekejaman pasukan CSST
dan KNIL Belanda di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling yang melakukan
pembantaian di Sulawesi Selatan pada tahun 1946-1947.
Namun, Situasi itu tidak
menyurutkan tekad dan langkah AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam mengemban misi
pendidikan dan dakwah. Ia gelisah dan sangat prihatin melihat dampak kekacauan
tersebut bagi masyarakat di Sulawesi Selatan yang tidak memiliki kesempatan
mengenyam pendidikan sehingga semakin berkubang dalam kebodohan dan
keterbelakangan. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle ingin meningkatkan peran lembaga
pendidikan yang dipimpinnya menjadi sebuah gerakan yang punya dampak yang lebih
luas bagi masyarakat. Ia pun berinisiatif Mengumpulkan sejumlah ulama di
Sulawesi Selatan dalam sebuah forum musyawarah. Pertemuan tersebut berlangsung
di Watang Soppeng tanggal 5-7 Februari 1947. Untuk menghindari kecurigaan Pemerintahan
NIT bentukan Belanda dan pasukan KNIL Belanda, pertemuan itu dikemas dalam
bentuk milad akbat. Para ulama yang hadir pada forum tersebut sepakat untuk
membentuk organisasi yang akan mewadahi kegiatan pendidikan dan dakwah yang
telah dilaksanakan sejak tahun 1938 oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle.
Organisasi itu diberi nama Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI) yang bergerak dalam bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan. Kegiatan pendidikan dan dakwah
yang dilaksanakan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam bentuk madrasah dan
angngajing (pesantren) berubah dan ditingkatkan ke dalam wadah organisasi
sehingga bisa bergerak dan spektrum yang lebih luas. Sejak itu, Madrasah
Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso dan seluruh cabang-cabangnya berubah menjadi
Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI).
Seiring dengan semakin menguatnya
perlawanan terhadap Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, AGH. Abd.
Rahman Ambo Dalle berperan aktif memberikan dukungan moral terhadap para
pejuang gerilya di Sulawesi Selatan yang melakukan perlawanan bersenjata.
Ketika anggota pemuda pejuang Sulawesi Selatan di bawah Pimpinan Mayor TRI Andi
Mattalatta dan Manai Sophian hendak melakukan ekspedisi ke Jawa guna melaporkan
situasi Sulawesi Selatan kepada Presiden Soekarno dan Panglima Besar Jenderal
Soedirman di Jogjakarta, mereka menemuai AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle minta
didoakan keselamatannya dalam memperjuangkan bangsa dan negara. Demikian pula
saat para pejuang tersebut pulang dari Jawa dan hendak melakukan konferensi
kelaskaran pada tahun 1947 atas mandat dari Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Konfrensi tersebut dilangsungkan
di Dusun Paccekke, sebuah daerah pengunungan sebelah Timur Mangkoso. Letak
Mangkoso merupakan pintu gerbang Menuju Paccekke sehingga memudahkan para
pemuda pejuang itu menemui AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle untuk Meminta doa restu.
Pantai Wiringtasi Mangkoso menjadi salah satu lokasi pendaratan pasukan
ekspedisi TRIPS dari Pulau Jawa, diantaranya yang di Pimpin oleh Kapten Andi
Sarifin dan Letnan Muhammad Daeng Patompo yang hendak mengikuti konfrensi para
pejuang di Paccekke.
Konfrensi yang hadiri oleh Lasykar
pejuang se-Sulawesi Selatan dan Tenggara melahirkan Devisi Tentara Republik
Indonesia (TRI) Sulawesi Selatan dan Tenggara sebagai cikal bakal Kodam XIV
Hasanuddin. Itulah sebabnya sejak terbentuknya Komando Daerah Militer Sulawesi
Selatan dan Tenggara (KDM-SST atau Kodam XIV Hasanuddin) dengan panglima yang
pertama dijabat oleh Letkol Inf. Andi Mattalatta, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle
memiliki kedekatan dengan setiap panglima karena dianggap sebagai sesepuh
Kodam. Hal tersebut berlangsung hingga AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle wafatdan
Panglima Kodam VII Wirabuana saat itu, Mayjend TNI Agum Gumelar turut
memberikan sambutan pelepasan dalam upacara pemakaman AGH. Abd. Rahman Ambo
Dalle di Mangkoso. Kapuspen ABRI juga hadir saat itu mewakili Panglima ABRI
yang berhalangan datang.
Kondisi di Sulawesi Selatan yang belum stabil setelah
Proklamasi Kemerdekaan, tidak menyurutkan niat AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle
untuk mengembangkan organisasi yang dipimpinnya, Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI).
Tahun 1949 ia menerima tawaran dari Petta Calo, Kepala Swapraja Mallusettasi
yang memintanya menjadi Qadhi Mallusettasi yang berkedudukan di Pare-Pare.
Jabatan itu membuatnya harus bolak-balik Mangkoso – Pare Pare dengan mengendeai
sepeda. Jabatannya sebagai Qadhi membuka peluang bagi AGH. Abd. Rahman Ambo
Dalle untuk memindahkan Kantor Pusat DDI dari Mangkoso ke Pare-Pare pada tahun
1950 serta merintis berdirinya Pondok Pesantren DDI Ujung Baru dan Ujung Lare Kota
Pare-Pare. Cabang-cabang madrasah DDI kian bertambah di luar daerah dan luar
provensi, seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Sumatera. Tahun 1955 DDI Menyelenggarakan
Konfrensi Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan yang dihadiri oleh Prof. Mahmud Yunus
atas nama Menteri Agama RI.
Masa paling sulit dialami oleh AGH.
Abd. Rahman Ambo Dalle ketika ia terpaksa berada dalam wilayah kekuasaan Darul
Islam di wilayah belantara Sulawesi Selatan dan Tenggara. Namun, ia tetap mampu
menposisikan diri sebagai ulama yang menyebarkan nilai-nilai kebaikan di tengah
masyarakat, di mana pun ia berada. Saat menjumpai kondisi masyarakat pedalaman
yang masih terkebelakang, baik dalam hal pendidikan maupun dalam pemahaman dan
pengamalan agama, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle segera tampil menjadi pendidik
dan pengajar di tengah-tengah mereka. Selama 8 tahun ia nail turun gunung,
keluar masuk pedalaman belantara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
memerangi kebodohan dan keterkebelakangan masyarakat. Kondisi yang serba
darurat dengan tempat belajar seadanya tidak menyurutkan langkahnya dalam
mencerahkan masyarakat sampai ia kembali di tengah-tengah warga Darud Da’wah
wal-Irsyad pada tahun 1963.
Namun, kali ini ia harus
berhadapan lagi dengan gerakan PKI yang pengaruhnya mulai merembes masuk ke
Sulawesi Selatan. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle segera mengkonsolidasikan
kekuatan bersama ulama lain di Sulawesi Selatan dalam menentang gerakan PKI.
Bahkan, sikap AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle yang anti komunis dipertegas menjadi
keputusan organisasi melalui keputusan Muktamar DDI Ke-10 tahun 1965 yang
mendesak Pemerintah segera membubarkan PKI.
Ketika kondisi negara kian stabil
dan mencanangkan gerakan pembangunan di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, AGH.
Abd. Rahman Ambo Dalle mengambil peran sebagai mitra Pemerintah dalam mengisi
pembangunan. Ia mempunyai pandangan yang prinsip tentang hubungan umara dan
ulama. Keduanya merupakan dwitunggal yang sangat diperlukan dalam tatanan
berbangsa dan bernegara. Bila keduanya bekerja sama dengan baik dan saling
menguatkan, akan membawa keselamatan dan kesentosaan umat. Karena itu, ia turut
mempelopori terbentuknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah kemitraan
ulama dan umara dalam membangun umat. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dikenal
sebagai ulama yang memiliki kedekatan secara personal dengan sejumlah pejabat
tinggi negara. Meski demikian, ia tidak pernah memanfaatkan kedekatannya itu
untuk kepentingan pribadi atau mengorbankan kharismanya sebagai ulama yang
dihormati demi tujuan pragmatis. Semua yang dilakukannya demi kepentingan umat
melalui organisasi yang didirikan dan dipimpinnya, Darud Da’wah wal-Irsyad. Tahun
1979 AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle kian melebarkan sayap pesantren yang
dipimpinnya dengan mendirikan Pondok Pesantren di Kaballangan, Kabupaten
Pinrang, pesantren yang langsung dipimpinnya hingga wafat tahun 1996.
Kehadiran sejumlah pejabat pusat
dan daerah yang berbaur di antara ribuan orang yang menghadiri prosesi
pemakaman AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle pada tanggal 29 November 1996 menunjukkan
betapa besarnya kecintaan mereka pada sosok ulama kharismatik ini. Kapuspen
ABRI dan semua petinggi Sulawesi Selatan, mulai dari Gubernur, Ketua DPRD,
Pangdam, Kapolda, serta tercatat 11 Bupati disamping puluhan tokoh penting
lainnya, turut mengantarkan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle ke peristirahatan
terakhirnya. Dari Jakarta Wakil Presiden, Panglima ABRI, Mendikbud, dan Kepala
Staf Angkatan Darat mengirimkan karangan bunga sebagai tanda duka cita. Semua
itu rasanya sudah lebih dari cukup untuk menyimpulkan bahwa AGH. Abd. Rahman Ambo
Dalle memang layak mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional.
BACA JUGA:
- DUKUNGGURUTTA AMBO DALLE SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL 2020
- GURUTTA AMBODALLE DAN NAMA-NAMA ASHABUL KAHFI
- PROTOKOLER GURUTTA AMBO DALLE
- ANREGURUTTA KH. AMBO DALLE MAHA GURU YANG KARISMATIK:
- GURUTTA AMBO DALLE BERJUANG DENGAN LIDAHNYA:
- MENGGADANG-GADANG PASSELLE PASAU 2020-2025
- PENA DAN KAPUR SANG PAHLAWAN SEJATI:
- GURUTTA AMBO DALLE PEJUANG KHARISMATIK, VISIONER
- GURUTTA AMBO DALLE PERLU DIAKUI NEGARA SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL
- KEPAHLAWANAN GURUTTA AMBO DALLE SEPERTI JEND. SUDIRMAN
- GURUTTA AMBO DALLE: PEJUANG MENDIDIK PEJUANG?
- GURUTTA AMBO DALLE PAHLAWAN MULTI TALENTA
- AGKH. ABD RAHMAN AMBO DALLE PEJUANG MELAWAN KEBODOHAN
- AGKH. ABD RAHMAN AMBO DALLE BERJASA TERHADAP KEUTUHAN NKRI
1 komentar:
Thanks ka, materinya sangat bermanfaat sekali buat aku. Aku suka banget ^^ Silakan cek Situs Togel Online Terbesar di Asia
Posting Komentar